Aktivis anti-Calon Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr (Bongbong) turun ke jalan memperotes hasil hitung cepat (quick count) yang mengumumkan putra mendiang diktator Filipina, Ferdinand Marcos itu sebagai pemenang. Mereka menuding pemilu digelar dengan penuh kecurangan.
mpok mengatasnamakan Kampanye Menentang Kembalinya Marcoses dan Darurat Militer (CARMMA) tersebut menilai, sistem penyelenggaraan pemilu membuat banyak warga yang memiliki hak, gagal memberikan suaranya sehingga hasil pemilu mesti ditolak.
“Kemenangan berdasarkan kampanye yang dibangun di atas kebohongan terang-terangan, distorsi sejarah, dan penipuan massal, sama saja dengan menipu,” pernyataan kelompok itu, dilansir Associated Press, kemarin.
Mantan Ketua Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) Filipina Etta Rosales menangis Bongbong Marcos unggul. Rosales pernah dua kali ditangkap dan disiksa saat rezim Marcos berkuasa. Namun demikian, kemenangan putra Marcos, tidak akan membuatnya berhenti meminta pertanggungjawaban.
Kata Rosales, dirinya adalah satu dari banyak orang yang diperkosa, disiksa, hingga dibunuh, saat pemberlakuan darurat militer era Marcos pada 1972-1981.
“Kami menderita di bawah rezim Marcos dalam perjuangan untuk keadilan dan kebebasan, tapi kenyataannya, ini terjadi,” kata Rosales.
Meski menang telak, Bongbong Marcos belum mengklaim kemenangannya. Tapi, dalam sebuah video dia menyampaikan terima kasih kepada para pendukungnya. Bongbong mengajak mereka untuk terus memantau sampai penghitungan suara selesai.
“Saya harap bantuan dan kepercayaan anda tidak berkurang, karena kami memiliki banyak hal yang harus dilakukan di masa depan,” kata Bongbong Marcos, yang berpasangan dengan Sarah Duterte, putri Presiden Filipina saat ini, Rodrigo Duterte.
Sedangkan pesaing terkuatnya, Leni Robredo belum mengakui kekalahan. Tapi, dia mengakui keunggulan besar Marcos Jr. dalam hitung cepat. Kepada para pendukungnya, Wakil Presiden Filipina petahana itu mengatakan, perjuangan untuk reformasi dan demokrasi tidak akan berakhir dalam pemilihan.
Dia bilang, suara rakyat semakin jelas. Robredo menyebut, dirinya tahu bahwa para pendukungnya sangat mencintainya. Dia meminta para pendukungnya untuk terus menegakkan kebenaran.
“Butuh waktu yang lama untuk membangun kebohongan. Kita memiliki waktu serta kesempatan untuk melawan dan membongkar itu,” tegasnya.
Meski Bongbong belum resmi menang, Wakil Direktur Human Rights Watch wilayah Asia Phil Robertson menyerukan Bongbong Marcos untuk memperbaiki penegakan HAM di Filipina. Dia mendesak perang melawan narkoba era Duterte yang telah mengakibatkan pembunuhan di luar hukum terhadap ribuan orang, harus diakhiri dan dipertanggungjawabkan.
Robertson juga meminta diadakan penyelidikan independen atas kebijakan tersebut. “Harus ada penuntutan yang tepat terhadap pejabat yang bertanggung jawab atas pembunuhan di luar hukum ini,” tegas Robertson.
Berdasarkan hasil hitung cepat tak resmi, Bongbong Marcos mendapat lebih dari 30,8 juta suara, dari sekitar 97 persen suara yang ditabulasikan hingga kemarin sore. Sementara Robredo meraih 14,7 juta suara. Sedangkan mantan petinju Filipina Manny Pacquiao memperoleh suara tertinggi ketiga dengan jumlah 3,5 juta.
Pemenang pemilu akan dilantik pada 30 Juni nanti. Berdasarkan konstitusi Filipina, presiden hanya berhak menjabat satu kali untuk masa jabatan selama enam tahun.
Sejumlah pekerjaan rumah telah menanti presiden baru yang akan terpilih. Terlebih, Filipina merupakan salah satu negara yang mengalami dampak paling besar akibat pandemi Covid-19. Selain itu, Filipina telah lama bermasalah dengan kemiskinan, kesenjangan, pemberontakan, dan perpecahan politik.[RM.ID]
Tinggalkan Balasan