Petahana Dilarang Mutasi Pejabat Mulai 8 Januari 2020

SERANG, BANPOS – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Banten melarang kepada calon petahana di daerah yang melaksanakan pilkada serentak 2020 untuk melakukan perombakan jabatan atau promosi Aparatur Sipil Negara (ASN) terhitung sejak 8 Januari 2020. Jika dilanggar, maka yang bersangkutan akan didiskualifikasi dari pencalonannya.

Diketahui, empat daerah di Banten bakal menggelar pilkada pada 2020. Keempatnya memiliki bakal calon petahana yang telah mendaftarkan diri pada penjaringan sejumlah parpol.

Di Kabupaten Serang, Ratu Tatu Chasanah-Pandji Tirtayasa yang kini menduduki jabatan Bupati dan Wakil Bupati Serang kembali maju. Di Kota Cilegon ada Ratu Ati Marliati yang kini menjabat sebagai Wakil Walikota Cilegon. Sementara untuk Pilkada Kabupaten Pandeglang terdapat nama bupati Irna Narulita. Lalu di Kota Tangerang Selatan, Benyamin Davnie yang kini tercatat sebagai Wakil Walikota Tangerang Selatan.

Ketua Bawaslu Banten Didih M Sudi, Jumat (6/12) mengatakan, larangan melakukan mutasi ASN jelang pilkada tertuang dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.

“Diatur di pasal 71 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016. Larangan itu tepatnya ada pada ayat dua. Gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati dan walikota atau wakil walikota dilarang melakukan penggantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan,” katanya.

Ia menjelaskan, sesuai tahapan Pilkada 2020, penetapan calon terpilih dilakukan pada tanggal 8 Juli 2020. Dengan demikian terhitung dari 8 Januari 2020 petahana dilarang melakukan peromabakan jabatan.

“Sesuai Peraturan KPU Nomor 16 Tahun 2019 penetapan calon adalah pada 8 Juli 2020. Artinya terhitung 8 Januari 2020 tidak boleh ada mutasi tanpa seizin Mendagri. Kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri,” katanya.

Didih menegaskan, aturan tersebut wajib diikuti oleh seluruh calon petahana. Jika melanggar, maka sanksi tegas menanti. Ancaman sanksi pun tak main-main yaitu diskualifikasi dari pencalonan.

“Pada ayat lima, dalam hal gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan walikota atau wakil walikota selaku petahana melanggar, maka yang bersangkutan dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU provinsi atau kabupaten/kota,” ungkapnya.

Lebih lanjut dipaparkannya, selain mutasi ASN tanpa izin Mendagri, kepala dan wakil kepala daerah juga dilarang menggunakan kewenangannya yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon.

“Dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon. Baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon, sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih,” tutur mantan Ketua Komisi Transparansi dan Partisipasi Kabupaten Lebak ini.

Pengamat Politik dari Untirta Suwaib Amiruddin menilai, aturan yang diterapkan dalam Peraturan KPU Nomor 16 Tahun 2019 sudah tepat. Sebab, pertarungan di pilkada harus dilakukan secara adil tanpa ada satu pun pihak yang diuntungkan oleh sebuah kekuasaan.

“Saya setuju aturan itu. Ada tiga potensi yang bisa terjadi kalau petahana memutasi dengan waktu yang berdekatan dengan pilkada. Pertama, petahana akan menggiring birokrasi untuk menjadi timses (tim sukses). Kedua, petahana bisa memanfaatkan anggaran untuk dimainkan. Ketiga, petahana akan memperoleh keuntungan terkait penggiringan birokrasi sampai tingkat desa/kelurahan. Sanksi yang diberikan pun sudah sangat tepat dan memang sudah selayaknya diberhentikan (pencalonannya),” tuturnya.(RUS)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *