WTP Yang Banjir Temuan

CILEGON, BANPOS – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Banten telah menuntaskan pemberian Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kota/Kabupaten dan Provinsi Banten tahun 2021. Walaupun seluruh entitas pemda mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), akan tetapi ternyata pemda masih ‘kebanjiran’ temuan.

Diketahui, Kota Serang, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Pandeglang menjadi daerah terakhir yang menerima LHP BPK pada 25 Mei kemarin.

Dalam siaran pers yang diterima oleh BANPOS, keempat daerah tersebut mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK Provinsi Banten. Hal ini menyempurnakan Provinsi Banten menjadi provinsi yang seluruh daerahnya mendapat WTP. Kendati mendapat WTP, BPK tetap memberikan catatan atas sejumlah temuan yang didapat selama hasil pemeriksaan.

Untuk Kota Serang, BPK Provinsi Banten memberikan catatan mengenai pengelolaan pendapatan retribusi pelayanan persampahan serta retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang belum memadai. BPK menilai dampak dari temuan itu ialah tidak optimalnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Serang.

Selain itu, BPK juga menemukan adanya temuan terkait dengan kelebihan bayar pada pekerjaan. Pelaksanaan paket pekerjaan dinilai tidak sesuai dengan spesifikasi kontrak, yang mengakibatkan kelebihan pembayaran.

Catatan lainnya dalam rangkuman temuan BPK terhadap Pemkot Serang adalah Pemkot Serang belum menyajikan aset yang dikelola BUMD sebagai Penyertaan Modal dan Investasi Jangka Panjang Permanen dalam laporan keuangannya.

Untuk Kota Tangerang Selatan, BPK Provinsi Banten menemukan adanya ketidaksesuaian spesifikasi pembangunan sesuai dengan kontraknya. Selain itu, ada pula denda keterlambatan yang belum dikenakan. Atas kelebihan tersebut, telah disetorkan senilai Rp2,04 miliar. Adapun untuk denda keterlambatan telah disetorkan senilai Rp129,71 juta ke kas daerah.

Selanjutnya, penatausahaan piutang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) pada Badan Pendapatan Daerah juga dinilai belum memadai. Hal tersebut mengakibatkan saldo Piutang PBB-P2 yang disajikan pada Neraca Pemerintah Kota Tangerang Selatan per 31 Desember 2021 tidak sepenuhnya mencerminkan nilai yang sebenarnya.

Catatan terakhir yang diberikan oleh BPK Provinsi Banten yakni berkaitan dengan penatausahaan aset tetap. Menurutnya, penatausahaan aset tetap belum dilaksanakan secara memadai, antara lain penatausahaan Aset Tetap Jalan dan Aset Tetap Tanah Bawah Jalan yang belum dicatat dan aset PSU tidak dapat disajikan nilainya ke dalam Neraca.

Pemkot Tangerang dan Pemkab Pandeglang masing-masing mendapatkan dua catatan atas temuan yang dipaparkan kepada publik. Untuk Pemkot Tangerang, temuan pertama yakni adanya perbedaan pengaturan terkait kapitalisasi dan penyusutan pada kebijakan akuntansi.

Sementara temuan kedua yakni terkait dengan ketidak sesuaian paket pekerjaan atas kontrak yang telah ditetapkan. Temuan tersebut ditemui pada OPD Dinas PUTR Kota Tangerang. Adapun paket pekerjaan yang menjadi temuan sebanyak 16 paket.

Sama dengan Kota Tangerang sebelumnya, Pemkab Pandeglang turut mendapat catatan atas temuan ketidaksesuaian spesifikasi pekerjaan terhadap kontraknya. antara lain 11 paket pekerjaan pada DPUPR, lima paket pekerjaan pada Dindikbud, dan satu paket pekerjaan pada BPBD.

Sementara temuan lainnya berkaitan dengan bencana Tsunami Selat Sunda pada akhir 2018 lalu. BPK menilai pengadaan lahan tanah hunian tetap di Kecamatan Sumur tidak memadai.

Dua hari sebelumnya, BPK Provinsi Banten juga memberikan LHP-LKPD Kabupaten Lebak. Dalam siaran pers yang dipublikasikan, BPK Provinsi Banten memaparkan empat temuan yang mereka temukan selama pemeriksaan.

Temuan tersebut yakni kekurangan penerimaan retribusi IMB dan retribusi pelayanan persampahan/kebersihan belum dipungut, pembayaran biaya penginapan perjalanan dinas pada Sekretariat DPRD tidak sesuai ketentuan, pelaksanaan pekerjaan pembangunan dan rehabilitasi jalan pada DPUPR tidak sesuai spesifikasi kontrak dan pengendalian atas pelaksanaan belanja tidak terduga dan belanja bantuan sosial tidak memadai.

Kepala Perwakilan BPK Banten, Novie Irawati Herni Purnama, mengatakan bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 20 UU Nomor 15 Tahun 2004, mengamanatkan pejabat wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK, tentang tindak lanjut atas rekomendasi LHP selambat-lambatnya 60 hari setelah LHP diterima.

“Kami berharap Pimpinan DPRD dapat ikut memantau penyelesaian tindak lanjut atas rekomendasi hasil pemeriksaan yang terdapat dalam LHP ini sesuai dengan kewenangannya,” ungkap Novie Irawati.

Novie mengungkapkan bahwa besarnya manfaat dari pemeriksaan ini, tidak terletak pada temuan pemeriksaan yang dilaporkan atau rekomendasi yang dibuat, tetapi terletak pada efektivitas Kepala Daerah dalam menindaklanjuti rekomendasi, serta menciptakan dan memelihara suatu proses dan sistem informasi untuk memantau status tindak lanjut atas rekomendasi BPK.

“BPK berharap agar pimpinan daerah dapat melaksanakan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, ekonomis, efisien, efektif, transparan dan akuntabel,” terangnya.

Sementara itu, adanya temuan BPK RI Perwakilan Banten terhadap LHP Keuangan Pemkot Cilegon tahun anggaran 2021 mendapat perhatian serius dari DPRD Cilegon. Dewan meminta kepada Pemkot Cilegon untuk segera menindaklanjuti temuan tersebut.

Diketahui ada tiga catatan BPK RI Perwakilan Banten terhadap LHP Keuangan Pemkot Cilegon tahun anggaran 2021. Tiga catatan penting yang disampaikan BPK RI Perwakilan Banten terhadap Pemkot Cilegon atas laporan keuangan 2021. Pertama, pelaksanaan 12 paket kegiatan rekonstruksi dan pemeliharaan jalan pada DPUTR Kota Cilegon tidak sesuai spesifikasi kontrak. Kedua, pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tidak memadai, sehingga mengakibatkan penggunaan dana bos tidak sesuai dengan program yang telah direncanakan sebelumnya oleh Dinas Pendidikan Kota Cilegon. Ketiga, BPKAD Kota Cilegon belum mengelola aset tetap dan aset lain-lain secara memadai terkait pencatatan aset yang mengakibatkan ketidaksesuaian neraca aset, dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Cilegon terkait pengelolaan kios-kios di sejumlah pasar.

Wakil Ketua DPRD Kota Cilegon Hasbi Sidik mengatakan terkait adanya temuan BPK di sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Kota Cilegon agar ditindaklanjuti dengan serius. “Ini tidak boleh main-main harus segera ditindaklanjuti, berdasarkan catatan yang tertulis di LHP BPK maksimum 60 hari,” kata Hasbi kepada BANPOS saat dikonfirmasi, Minggu (29/5).

Hasbi juga menyoroti terkait adanya 12 temuan di DPUTR Kota Cilegon. Kemudian, Hasbi meminta Inspektorat segera melakukan penelusuran terhadap masalah tersebut. “Kalau yang 12 kegiatan itu (DPUTR) harus ditelusuri, kalau kelebihan bayar harus segera diselesaikan. Walikota (Helldy Agustian) juga harus berani memberikan sanksi kepada dinas terkait,” tegasnya.

Terlebih kata Hasbi, di tahun 2020 DPUTR juga masih mempunyai hutang kepada negara terkait temuan LHP BPK pembangunan Gedung Graha Edhi Praja yang belum diselesaikan. Kemudian 2021 juga ada temuan 12 proyek pekerjaan yang bermasalah. “Dan ironis misalnya tahun 2020 ada yang belum diselesaikan dan sudah melebihi 60 hari yah, ini harus menjadi perhatian walikota kemudian OPD harus fokus untuk menyelesaikan temuan itu supaya LHP yang WTP itu tidak ternodai atau terindikasi dari orang yang tidak bertanggung jawab terutama pihak ketiga,” tuturnya.

Politisi Partai Gerindra ini juga mengingatkan kepada OPD terkait agar tidak main-main terhadap temuan BPK. “Saya mengingatkan untuk tidak main-main, harus menjadi perhatian. Kemudian fokus di pemerintahan sekarang temuan LHP BPK tahun ini yang namanya temuan harus diselesaikan. Kalau tidak diselesaikan ada hal-hal yang harus segera diluruskan,” ungkapnya.

Selain itu, Hasbi juga menyoroti terkait banyaknya kegiatan pekerjaan di OPD yang belum berjalan. Salah satunya di DPUTR hingga akhir Mei tahun ini belum melakukan pekerjaan sama sekali. Hasbi juga meminta kepada walikota agar memonitor kinerja OPD-OPD di lingkungan Pemerintah Kota Cilegon. “Berkali-kali saya sudah tekanan itu ke pemerintah kota untuk segera melaksanakan kegiatan-kegiatan, yang lelang segera dilelangkan karena ini menyangkut penyerapan anggaran. Saya kira kalau sampai bulan ini belum dikerjakan saya khawatirnya menjadi Silpa lagi, maka saya tekankan kepada walikota segera OPD dimonitor dengan jelas, kalau tidak ada progres dikasih sanksi, karena itu visi misi walikota,” tandasnya.

Dibagian lain, Inspektur Kota Cilegon Mahmudin mengaku sudah mengumpulkan beberapa OPD yang jadi temuan BPK. “Kita sudah panggil OPD waktu hari Rabu (25/5), terkait temuan BPK. Kita meminta kepada OPD terkait, agar segera menyelesaikan temuan itu 60 hari dari awal penyerahan LHP BPK ke Pemkot Cilegon,” katanya.

Mahmudin mengatakan baru Dispora yang mengembalikan kelebihan bayar terkait pembangunan Stadion Seruni. “Kalau Dinas PU belum, hasil temuan BPK lebih bayarnya sekitar Rp 1,7 miliar yang harus dikembalikan ke kas negara,” tandasnya.(LUK/DZH/PBN)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *