DUA pejabat di dua daerah, Kabupaten Serang dan Cilegon menjadi tersangka dalam kasus pengadaan lahan untuk kebutuhan pengelolaan sampah. Dua kepala daerah di kedua daerah itu mengaku prihatin dan mengingatkan pejabat lain untuk mengemban amanat jabatannya dengan baik.
Berkaitan dengan penangkapan mantan Kepala Dinas LH, Kabid Sampah dan Taman, Camat Petir dan Kades Nagara Padang, Bupati Serang, Ratu Tatu Chasanah, mengaku prihatin. Kendati demikian, pihaknya tetap akan menyerahkan perkara tersebut sepenuhnya kepada aparat penegak hukum (APH).
“Kami dari jajaran Pemda akan kooperatif apapun yang diminta, untuk penyelesaian terkait dengan ini,” ujarnya kepada awak media.
Tatu mengatakan, kasus dugaan korupsi pada pengadaan lahan SPA Sampah tersebut harus menjadi pembelajaran bagi para jajaran di Pemkab Serang, khususnya para Kepala Dinas, agar dapat berhati-hati dalam menjalankan tugasnya.
“Apalagi selaku Kepala Dinas, harus tahu persis apa yang dilakukan oleh staf di bawahnya. Jadi tidak boleh melepaskan secara total pekerjaan-pekerjaan (dilakukan) oleh bawahan. Kejadian ini pembelajaran yang sangat penting untuk jajaran dinas terutama untuk para Kepala Dinas. Kami berharap kejadian ini tidak terulang lagi di Kabupaten Serang,” terang Tatu.
Menurutnya, bisa saja suatu hal yang dianggap tidak membahayakan, justru dapat menjadi hal yang sangat berbahaya. Oleh karena itu, Kepala Dinas harus tahu persis apa yang dilakukan oleh bawahannya, sekaligus melakukan pengawasan.
“Mungkin dianggap tidak membahayakan padahal itu membahayakan, jadi dinas harus tahu persis. Tadi saya juga membahas ini dengan Pak Sekda, dan kami akan mengundang seluruh Kepala OPD di hari Jumat, akan menyampaikan kepada mereka,” jelasnya.
Tatu mengatakan, untuk para tersangka akan diberikan pendampingan hukum dari Pemkab Serang. Tatu pun berharap para tersangka dapat mengikuti proses hukum sebaik mungkin.
“Itu pasti, di kami selalu disiapkan bantuan hukum untuk pendampingan mereka. Kami berharap mereka bisa mengikuti proses hukum ini dengan baik dan sehat diberi kekuatan oleh Allah SWT. Nanti dari bagian hukum kami akan mendampingi mereka,” tuturnya.
Bagi para tersangka yang berstatus ASN, Tatu menuturkan bahwa status mereka tersebut akan dicabut apabila perkara mereka telah mendapatkan vonis dari pengadilan. Sedangkan untuk tersangka Budi, Tatu menuturkan bahwa ia sudah bukan ASN karena telah pensiun.
“Kalau yang masih belum pensiun itu biasanya kalau sudah ada ketetapan hukum, itu otomatis (dicopot). Padahal berat sekali untuk ASN sekarang ini yang terkena kasus hukum. Diberhentikan dengan tidak hormat aturannya, dan mereka tidak mendapatkan hak pensiun, hak pensiun mereka tidak diberikan,” katanya.
Bahkan menurut Tatu, pemberhentian secara tidak terhormat tetap akan dijatuhkan kepada para ASN yang telah mendapat putusan inkrah dari pengadilan, tanpa ada batasan waktu hukuman yang dijatuhkan kepada mereka.
“Sekarang sanksinya semakin berat. Kalau dulu ada batasan tahun, kalau sekarang mau satu bulan pun contohnya ditetapkan hukumnya, langsung diberhentikan dengan tidak hormat, dan itu Kepala Daerah harus menandatangani. Karena memang aturan dari pusat,” ujarnya.
Tatu mengaku, perkara korupsi yang tengah terjadi merupakan bentuk dari kecerobohan Budi yang pada saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas. Salah satu kecerobohannya ialah memalsukan SK Bupati terkait dengan lokasi SPA sampah.
“Sekarang apa sulitnya mengganti lokasi, kan lokasi yang ditentukan untuk tempat pengolahan sampah ini lokasi yang ditentukan pertama, itu usul dari DLH. Ditandatangani oleh saya, karena kan berarti sudah survei dan lain sebagainya, ada tahapan-tahapan dan mekanismenya,” ucapnya.
Dengan segala teknisnya berada di DLH, Tatu mengaku aneh jika untuk pemindahan lokasi tidak dilakukan dengan cara yang sesuai dengan aturan. Padahal jika dijelaskan mengapa lokasi dipindah, Tatu mengaku bahwa SK Bupati akan kembali diterbitkan.
“Menyampaikan persoalannya apa, mungkin saja dari rencana semula, ketika di lapangan ada perbedaan, ada yang hal yang tidak bisa dilakukan atau dieksekusi. Itu dimungkinkan untuk dipindahkan dan sangat memungkinkan, tinggal duduk lagi bersama. Jelaskan ini (perpindahan) karena tidak bisa dieksekusi atau tidak bisa dibeli karena apa. Nah mekanismenya kita ikuti lagi, tidak bisa langsung pindah langsung belanja, ada mekanismenya,” tegasnya.
Terpisah, Walikota Cilegon, Helldy Agustian mengaku perihatin atas kasus yang menjerat Ujang Iing dalam pembangunan depo sampah di Lingkungan Kaligandu, Kelurahan/Kecamatan Purwakarta, Kota Cilegon, pada tahun 2019.
“Saya sangat perihatin, beliau adalah orang baik rekan saya. Tentunya kita menghargai proses hukum dalam hal ini Kejari Cilegon, kita harus tunduk dan patuh terhadap hukum,” kata Helldy kepada awak media saat menghadiri kegiatan Karang Taruna di Aula Kominfo Kota Cilegon, Kamis (2/6).
Dikatakan Helldy, dalam waktu dekat, dirinya akan mengumpulkan seluruh pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kota Cilegon. Helldy akan meminta kepada pimpinan OPD untuk membentuk tim khusus dalam pelaksanaan kegiatan di masing-masing OPD.
Menurutnya, upaya tersebut dinilai dapat mencegah terjadinya upaya maling uang rakyat atau korupsi pada saat pelaksanaan kegiatan. Terlebih saat dirinya menjadi Wali Kota Cilegon, sehingga kasus serupa tidak terulang lagi di Kota Cilegon.
“Kami akan kumpulkan seluruh OPD agar tidak terjadi hal-hal seperti ini. Kasusnya di tahun 2019. Kami minta, di zaman kami tidak terjadi seperti ini,” ujarnya.
“Tim khususnya nanti, dari mereka masing-masing (OPD, red). Pengguna anggaran kan harusnya care, ngontrol, atau membentuk tim khusus yang notabene bisa mengevaluasi dan melihat hasil pekerjaan,” tandasnya. (LUK/MUF/ENK)
Tinggalkan Balasan