SERANG, BANPOS – DPRD Banten menyoroti permasalahan kasus pembajakan pajak Samsat Kelapa Dua. Sementara. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten terus melakukan pendalaman terhadap kasus pembajakan pajak di Samsat Kelapadua. Dari hasil pendalaman tersebut, ditemukan adanya sejumlah praktik pembajakan pajak lainnya yang baru terungkap, dan mengakibatkan kerugian negara bertambah.
Hal itu disampaikan oleh Kasi Penkum pada Kejati Banten, Ivan H. Siahaan. Ia mengatakan bahwa sampai saat ini pihaknya masih melakukan pendalaman atas kasus pembajakan pajak di Samsat Kelapadua yang telah menjerat empat orang sebagai tersangka.
“Rangkaian pemeriksaan on the spot, pemeriksaan sistem data center, sementara ini masih on progress ya. Nanti sistim data center di Kelapadua maupun di Bapenda akan kita lihat yang mana yang bisa kita periksa,” ujarnya kepada awak media, kemarin.
Ia menuturkan, sejauh ini belum ada potensi penambahan tersangka. Akan tetapi berdasarkan hasil pendalaman, didapati adanya penambahan kerugian negara, bahkan hingga 30 persen dari kerugian awal.
“Penambahan kerugian yes, penambahan tersangka belum. Ada temuan oleh penyidik dan auditor bahwa adanya nomor polisi yang modusnya, kasus posisinya serupa. Masih di tahun yang sama. Lumayan lah sekitar 20 persen sampai 30 persen dari kerugian awal,” terangnya.
Ia mengaku, pihaknya saat ini masih melakukan pendataan terhadap kendaraan roda empat yang telah dibajak pajak kendaraannya. Memang rata-rata, kendaraan roda empat yang dibajak pajaknya itu merupakan kendaraan dengan kewajiban pajak yang tinggi.
“Itu sementara kami dalami, kami inventarisir. Karena kan memang rata-rata transaksi yang menggunakan modus BBN1 ke BBN2 sebagian besar mobil-mobil yang kewajiban pajaknya lumayan (besar),” ungkapnya.
Sejauh ini, pihaknya pun berhasil melakukan penyitaan terhadap kerugian negara, yang ditimbulkan oleh para tersangka dalam pembajakan pajak itu.
“Sudah dilakukan tindakan penyitaan terhadap uang yang merupakan bagian dari hasil penggeledahan sebelumnya, Total ada Rp5,9 miliar yang kami lakukan penyitaan. Ini dari keempat tersangka yang tanpa legal standing melakukan penitipan dan penyetoran,” tandasnya.
Sementara itu, persoalan pembajakan Pajak di samsat kelapa Dua, Tangerang sebesar Rp6,2 miliar menjadi sorotan, dan meminta pemprov agar kas penampungan di samsat-samsat Bapenda Banten tidak dilakukan lagi, karena melanggar hukum.
Selain itu, kasus kredit macet yang terjadi di Bank Banten (BB) kepada PT HNM sebesar Rp61,58 miliar yang terungkap oleh Bareskrim Mabes Polri pada bulan Agustus 2020 lalu kembali menjadi sorotan DPRD Provinsi Banten. Pasalnya kasus yang merugikan keuangan daerah itu sampai sekarang belum diketahui perkembangan tindak lanjutnya.
Hal tersebut diungkapkan juru bicara Badan Anggaran (Banggar) DPRD Banten Budi Prajogo pada rapat paripurna penyampaian laporan hasil pembahasan Banggar DPRD Banten terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun anggaran 2021.
Budi memerintahkan, jajaran direksi dan komisaris Bank Banten saat ini harus bisa menyelesaikan kredit macet yang merugikan keuangan daerah itu. Kemudian Pemprov Banten selaku pemegang saham terbesar juga harus bisa melakukan pembinaan dan pengawasan.
“Hal itu dilakukan untuk menghindari permasalahan serupa terjadi kembali di kemudian hari,” katanya.
Untuk diketahui, sekitar tanggal 24 Agustus 2020 Dittipideksus Bareskrim Mabes Polri telah mengeluarkan surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) atas dugaan pelanggaran perbankan dan pencucian uang yang terjadi di Bank yang melibatkan PT HNM.
Dalam SPDP yang ditembuskan pihak-pihak terkait diantaranya Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Dittipideksus mengungkapkan dugaan adanya tindak pidana penipuan atau pidana penggelapan atau tindak pidana perbankan dan tindak pidana pencucian uang.
Pada saat itu, beberapa jajaran direksi dan pengurus Bank Banten juga sempat diperiksa oleh penyidik dari Bareskrim Mabes Polri, seperti Direktur Utama Bank Banten saat itu Fahmi Bagus Mahesa, Direktur Operasional Bank Banten Kemal Idris serta beberapa pengurus lainnya yang diduga terlibat atau mengetahui terkait kasus itu.
“DPRD menyarankan agar Pemprov memberikan teguran, evaluasi dan sanksi terhadap semua jajaran yang terkait dengan kasus penyelewengan pajak daerah di Samsat Kelapa Dua itu,” ujarnya.
Selain itu, Budi juga menyarankan agar Pemprov Banten memperbaiki Sistem Pengawasan Internal (SPI) pada Bapenda, termasuk menghapus semua rekening penampungan yang tidak tercatat di BPKAD selaku Bendahara Umum Daerah (BUD).
“Agar tidak terjadinya konflik kepentingan, Pemprov juga harus melakukan rotasi secara berkala pada jajaran terkait dengan pajak daerah,” pungkasnya.
Menanggapi hal tersebut Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar mengatakan, terhadap apa yang menjadi catatan rekomendasi dari DPRD itu dirinya akan melaksanakannya dengan baik, mengingat apa yang direkomendasikan dari DPRD itu merupakan mandatory dari masyarakat Banten.
“Ketika mandatory itu berasal dari masyarakat, terutama masyarakat Banten, wajib hukumnya bagi saya untuk patuh dan melaksanakan apa yang sudah diperintahkan,” katanya.
Terhadap persoalan kredit fiktif yang terjadi di Bank Banten, Muktabar mengaku besok (hari ini-red) dirinya akan melakukan konsultasi ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap langkah apa yang harus dilakukan dalam rangka menyelesaikan persoalan kredit fiktif itu.
Dirinya juga akan membuat suatu timeline pada setiap tahapan proses penyelesaian kasusnya itu, hingga nanti bisa dilakukan secara spesifik dengan harapan ke depan tidak kan terjadi kembali kasus seperti ini di Bank Banten.
“kita serius dalam proses penyelesaian ini. Makanya harus lebih dispesifikan proses terapinya,” ucapnya.
Terkait dengan persoalan di Samsat Kelapa Dua, Muktabar mengatakan akan melaksanakan apa yang direkomendasikan oleh DPRD, karena pada muaranya apa yang ingin Pemprov lakukan sama dengan apa yang diinginkan oleh DPRD dalam rangka memperbaiki Provinsi Banten agar lebih baik lagi. “Secara teknis saya akan inten melakukan komunikasi dengan DPRD,” imbuhnya.
Terkait dengan proses Audit Tujuan Tertentu (ATT) yang dilakukan oleh Inspektorat Provinsi Banten pada kasus ini, Muktabar menjelaskan bahwasannya kasus ini sudah bergulir di Aparat Penegak Hukum (APH), sehingga normanya aparatur pengawas internal pemerintah menghentikan apabila proses penegakkan hukum sudah berjalan mengambil alih.
“Kita mendukung penuh langkah yang diambil oleh APH,” ucapnya.
Selain dua persoalan di atas, DPRD juga memberikan catatan pada hal lainnya seperti seluruh OPD yang mendapat catatan dari BPK harus bersungguh-sungguh menjalankan rekomendasi BPK. Sesuai surat teguran yang disampaikan oleh Pj Gubernur yang akan memberikan sanksi tegas terhadap OPD yang tidak menjalankan rekomendasi BPK RI.
Kemudian Pemprov Banten harus meningkatkan sistem pelaporan dan pelaksanaan keuangan daerah yang lebih baik lagi, sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dengan dukungan SDM yang memadai.
Lalu Pemprov Banten agar meningkatkan kualitas laporan keuangan dan setiap OPD agar melakukan langkah-langkah terukur untuk menghindari kasus hukum dalam menjalankan APBD di tahun yang akan datang.
“Kami tentunya sangat mengapresiasi Gubernur dan Wakil Gubernur beserta jajaran atas prestasi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) selama enam tahun berturut-turut,” tandasnya. (RUS/DZH/PBN)
Tinggalkan Balasan