Resmikan RP3 di Cilegon, Menteri PPPA Berharap KIEC Dicontoh Kawasan Industri Lain

 

CILEGON, BANPOS – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga meresmikan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3) di Kawasan Industri Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC), Selasa (10/12/2019).

Menurutnya, setiap tenaga kerja Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hak untuk dilindungi dalam memperoleh pekerjaan sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (2) yang menyebutkan, “Tiap-tiap Warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.

“Pasal tersebut mengandung arti bahwa UUD 1945 menjamin hak yang sama bagi perempuan maupun laki-laki untuk mendapatkan pekerjaan yang layak bagi penghidupannya. Artinya, Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan komitmen terhadap kesetaraan hak bagi laki-laki dan perempuan dan kebutuhan akan partisipasi tenaga kerja laki-laki dan perempuan secara penuh dalam berbagai bidang pembangunan,” terangnya.

Selain itu, kata Bintang Puspayoga, Indonesia sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani Landasan Aksi Beijing untuk Perempuan atau Beijing Platform for Action (1995) dan Konvensi Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan atau Convention on the Elimination of Discrimination Against Women yang dikenal dengan CEDAW (1984), yang telah diratifikasi menjadi Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984.

Tentang Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, mewajibkan Negara dan pemerintah untuk tidak melakukan praktik-praktik diskriminasi terhadap perempuan, khususnya dalam bidang ketenagakerjaan. Oleh karena itu, perempuan sebagai tenaga kerja perlu mendapatkan perlindungan secara optimal.

“Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga memberikan perlindungan bagi perempuan yang berpartispasi dalam dunia kerja. Yaitu jaminan perlindungan fungsi reproduksi perempuan yang meliputi pemberian istirahat pada saat hamil dan melahirkan, pemberian kesempatan untuk menyusui anaknya, serta perlindungan hak-haknya sebagai pekerja, seperti perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan kesejahteraan dan jaminan sosial tenaga kerja,” terangnya.

Bintang Puspayoga sapaan akrabnya menjelaskan bahwa masalah ketenagakerjaan di Indonesia merupakan masalah yang kompleks karena banyak faktor yang mempengaruhinya.

“Masih banyak dijumpai adanya diskriminasi dan kekerasan dalam ketenagakerjaan, dan pekerja perempuanlah yang banyak menjadi korban. Kondisi inilah yang menghambat peningkatan peran dan partisipasi perempuan dalam ekonomi dan ketenagakerjaan, sehingga gap atau kesenjangan gender dalam ekonomi dan ketenagakerjaan sampai saat ini masih cukup besar,” pungkasnya.

Permasalahan yang dihadapi tenaga kerja perempuan di dalam negeri pada umumnya cukup banyak, seperti dieksploitasi oleh pengusaha dan diperlakukan secara tidak adil.

“Hal ini terbukti dengan banyaknya pengusaha yang kurang memperhatikan hak-hak tenaga kerja perempuan serta hak-hak perlindungan pekerja perempuan yang berkaitan dengan kodratnya, seperti fungsi reproduksi yaitu haid, hamil, melahirkan dan menyusui,” imbuhnya.

Selain itu, tenaga kerja perempuan sering mengalami kekerasan, pelecehan seksual, pemberian upah yang lebih rendah dari tenaga kerja laki-laki, perlakuan diskriminatif di tempat kerja, perlakuan yang tidak manusiawi, jam kerja yang tidak menentu, dan lain-lain.

Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian, hingga 2018 terdapat 24.425 perusahaan di Indonesia. Namun, selama ini belum ada data mengenai jumlah pelanggaran norma terhadap pekerja perempuan termasuk tindak kekerasan dan pelecehan seksual di tempat kerja.

Data ini sulit didapatkan karena pekerja perempuan yang mengalami tindak kekerasan dan pelecehan seksual seringkali merasa takut dan malu untuk melapor, bahkan tidak tahu kemana harus mengadukan kasus-kasus yang dialaminya dengan aman.

Ia menerangkan, salah satu fungsi negara adalah mendorong terwujudnya kenyamanan bagi warganya, dalam konteks ini, pekerja yang rentan terhadap kekerasan seksual.

Tindakan kekerasan seksual di tempat kerja dapat menimpa siapa saja dan merugikan banyak pihak. Bagi pekerja, kekerasan seksual dapat menurunkan produktivitas kerja yang mengakibatkan turunnya kinerja, yang kemudian berdampak pada kelangsungan usaha, dan pada akhirnya berdampak pada menurunnya tingkat capaian kesejahteraan pekerja dan keluarganya.

Untuk mengupayakan perlindungan dan kepastian jaminan keadilan bagi perempuan pekerja, maka Deputi Perlindungan Hak Perempuan menginisiasi pembentukan model Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3) di Kawasan Industri, yang pada tahun 2019 ini telah dibentuk di 5 kawasan industri yaitu di Cakung, Karawang, Cilegon, Pasuruan dan Bintan.

“Apresiasi yang tinggi saya sampaikan kepada pimpinan dan jajaran Krakatau Industrial Estate Cilegon, yang telah bersedia bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam rangka mewujudkan perlindungan bagi perempuan yang bekerja di Kawasan Industri,” ujarnya.

“Saya sangat berharap bahwa RP3 dapat diduplikasi oleh Kawasan Industri lainnya di seluruh Indonesia, sehingga seluruh pekerja perempuan memiliki tempat yang aman dan nyaman untuk menyampaikan pengaduan atas permasalahan yang mereka hadapi, sehingga cita-cita kita semua untuk memberikan perlindungan terhadap pekerja perempuan dapat diwujudkan,” tandasnya. (LUK)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *