SERANG, BANPOS – Meski sudah dua tahun menetap di lokasi tujuan transmigran asal Banten di Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara (Sultra) belum pernah mendapat pembinaan dari Pemerintah Provinsi Banten. Tak hanya itu saja, transmigran asal Banten ini juga heran dengan warga lainnya yang menetap di daerah tersebut kebanyakan warga Sultra atau pendatang, sedangkan dari Banten sedikit.
“Sejak saya dan lainnya yang dari Banten diberangkatkan tanggal 11 Desember 2017, belum pernah didatangi oleh orang dari Provinsi Banten. Padahal yang saya tahu, sesuai aturan kita mendapatkan pembinaan dari orang pemerintahan Banten,” kata salah satu transmigran yang meminta namanaya dirahasiakan kepada BANPOS, Senin (9/12).
Tak hanya itu saja, jatah kebutuhan pokok atau sembako yang dijanjikan dari pemerintah akan diberikan selama satu tahun atau 12 bulan setelah berada di Kolaka Timur juga tidak pernah ada.
“Jadi kami yang dari Banten ini, pas ada di Kolaka Timur dibiarkan begitu saja,” imbuhnya.
Belum lagi ditambah dengan akses kesehatan yang sulit didapat. “Kami benar-benar terisolir,” terangnya.
Kepala Seksi Transmigrasi pada Disnakertrans Banten, Syafrizon mengaku akan melakukan pendalaman dan penelusuran terhadap transmigran asal Banten yang terlantar maupun pendatang gelap yang memanfaatkan program pemerintah pusat, dengan menggunakan KTP Banten, akan tetapi faktanya penduduk setempat, Kolaka Timur.
“Informasi ini akan kami telusuri,” katanya.
Dijelaskan Syafrizon, transmigrasi merupakan program dari pemerintah pusat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejaheraan. “Jadi ini program kementerian. Yang menentukan kuota atau jumlah dari Provinsi Banten juga dari pusat, yang melakukan perekrutan adalah pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah Provinsi Banten hanya memfasiiltasi saja,” ungkapnya.
Khusus untuk transmigrasi ke Kolaka Timur, Sultra lanjut dia, masyarakat dari Provinsi Banten berasal dari Kabupaten Serang dan Pandeglang. “Jumlah persisnya saya lupa. Nggak banyak, kurang lebih ada 10 orang. Dan memang diberangkatkan di bulan Desember 2017,” ungkapnya.
Adapun transmigran setelah berada di Kolaka Timur mendapatkan lahan seluas 1,5 hektar, dan rumah serta jatah hidup selama 12 bulan atau satu tahun. “Itu yang menentukan pusat, pemerintah daerah yang dituju dan asal. Kalau jatah hidup itu sumbernya dari APBN yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur,” ujarnya.
Namun disinggung mengenai pembinaan kepada transmigran asal Banten oleh Pemprov Banten diakui oleh Syafrizon belum pernah dilakukan, meskipun sesuai UU 29 tahun 2009 tentang Transmigrasi, pemprov berkewjiban memonitoring dan melakukan pembinaan selama lima tahun kepada warganya yang bertransmigrasi.
“Betul, di UU 29 tahun 2009 tentang Transmigrasi kita harus melalukan pembinaan kepada mereka yang transmigrasi selama 5 tahun sejak diberangkatkan. Dan sudah dua tahun ini kami belum pernah ke Kolaka Timur, karena kekurangan SDM (sumber daya manusia). Nanti saya akan coba langsung cek dan telusuri, termasuk berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten Kolaka Timur, Kabupaten Serang dan Pandeglang,” janjinya.
Dihubungi melalui telepon genggamnya, Anggota Komisi V DPRD Banten, Umar Bin Sabrawi mengaku terkejut ada transmigran terlantar. “Nanti akan saya tanyakan kepada Disnakertrans, kebetulan Selasa (hari ini) ada Rakor komisi dengan Pak Al Hamidi (Kepala Disnakertrans Banten),” kata Umar singkat.(RUS/ENK)
Tinggalkan Balasan