SERANG, BANPOS – Gugatan terhadap pengangkatan Penjabat (Pj) Gubernur Banten dilimpahkan oleh PTUN Serang ke PTUN Jakarta. Hal itu karena PTUN Serang merasa tidak memiliki kewenangan untuk menyidangkan gugatan tersebut.
Hal itu terungkap dalam sidang perdana perkara gugatan yang teregistrasi dengan nomor perkara no.42/G/2022/PTUN.SRG pada Rabu (29/6). Persidangan tersebut dipimpin langsung oleh Ketua PTUN Serang, Herry Wibawa.
Herry Wibawa dalam rangkaian awal persidangan tersebut mengatakan bahwa gugatan yang dilayangkan oleh Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) tersebut, dilimpahkan ke PTUN Jakarta. Sebab, PTUN Serang dianggap tidak memiliki kewenangan terkait dengan gugatan itu.
Menanggapi hal tersebut, Ketua PERMAHI Banten, Rizki Aulia Rohman, mengatakan bahwa pihaknya sepakat dengan keputusan Ketua PTUN Serang yang melimpahkan gugatan tersebut ke Jakarta. Pihaknya pun siap mengikuti persidangan di PTUN Jakarta.
“Betul, ini bukan kewenangan PTUN Serang. Insyaallah kami akan mengikuti persidangan di PTUN Jakarta bersama dengan kuasa hukum kami bang Yayan,” ujarnya kepada BANPOS.
Rizki mengatakan bahwa alasan dan dasar gugatan terhadap pengangkatan Pj Gubernur Banten oleh Presiden, karena pihaknya nilai telah merugikan dan menghilangkan hak masyarakat Banten untuk memilih dan dipilih secara demokratis.
“Karena dalam melakukan pengangkatan Pj Gubernur harus memuat aturan pelaksana terkait mekanisme pemilihan yang terbuka, transparan dan akuntabel sehingga tidak menggeser prinsip demokrasi,” jelasnya.
Ia pun menegaskan bahwa Undang-undang Dasar (UUD) 1945 pasal 18 menyebutkan bahwa Gubernur dipilih secara demokratis, dipertegas dengan pasal 22 E pemilihan secara langsung oleh rakyat, khususnya rakyat Banten.
“Artinya, jika hari ini kita bicara soal Otonomi Daerah, maka kewenangan pengangkatan harusnya melalui mekanisme sidang rapat Paripurna DPRD Provinsi. Mengingat, DPRD Provinsi memiliki kewenangan tersebut dan sekaligus mewakili suara rakyat, karena mereka dipilih oleh rakyat,” tegasnya.
Kuasa Hukum PERMAHI Banten, Raden Elang Yayan Mulyana, mengatakan bahwa Keputusan Presiden Republik Indonesia perihal pemberhentian dan pengangkatan Pj Gubernur perlu peraturan pelaksana berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 15/PUU-XX/2022.
“Perlu menjadi pertimbangan dan perhatian bagi pemerintah untuk menerbitkan peraturan pelaksana sebagai tindak lanjut Pasal 201 UU 10/2016, agar tersedia mekanisme dan persyaratan yang terukur dan jelas bahwa pengisian penjabat tersebut tidak mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi,” ujarnya.
Selain itu menurutnya, penerbitan aturan pelaksana sekaligus memberikan jaminan bagi masyarakat bahwa mekanisme pengisian penjabat berlangsung terbuka, transparan, dan akuntabel untuk menghasilkan pemimpin yang kompeten, berintegritas, sesuai dengan aspirasi daerah serta bekerja dengan tulus untuk rakyat dan kemajuan daerah.
“Dengan peran sentral yang dimiliki oleh Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah serta dengan mempertimbangkan lamanya daerah dipimpin oleh Pj Kepala Daerah, maka perlu dipertimbangkan pemberian kewenangan Pj Kepala Daerah dalam masa transisi menuju Pilkada serentak secara nasional yang sama dengan kepala daerah definitif,” tuturnya.
Sebab menurutnya, dengan kewenangan penuh yang dimiliki Pj Kepala Daerah yang ditunjuk, maka akselerasi perkembangan pembangunan daerah tetap dapat diwujudkan tanpa ada perbedaan antara daerah yang dipimpin oleh Pj Kepala Daerah maupun yang definitif.
“Hal ini dapat memicu terjadinya praktik-praktik maladministrasi karena Penjabat Gubernur Banten melakukan tindakan atau kebijakan diluar kewenangannya yang berdampak pada kerugian bagi masyarakat Banten,” tandasnya. (DZH)
Tinggalkan Balasan