Pemprov Diwarning DPRD, Soal Kerugian Negara Samsat Membengkak

SERANG, BANPOS –  Kejati telah menghitung ulang kerugian negara yang telah dilakukan oleh oknum pejabat dan pegawai di Samsat Kelapa Dua pada Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Banten. Pembajakan pajak yang semula diklaim sekitar Rp5,8 sampai Rp6 miliar  ternyata membengkak, menjadi Rp10 miliar.

Pj Gubernur Banten, Al Muktabar diminta untuk terus mengawasi pendapatan daerah yang dikumpulkan dari pajak masyarakat berupa pajak kendaraan bermotor (PKB).

Ketua DPRD Banten, Andra Soni  dihubungi melalui telpon genggamnya, Kamis (30/6) mengharapkan, agar pemprov bersikap tegas dan serius atas peristiwa hukum yang sedang ditangani Kejati Banten terkait Samsat Kelapa Dua di Kabupaten Tangerang.

“DPRD menghormati proses hukum yang sedang berjalan, dengan harapan pemprov pun segera menindaklanjuti agar kejadian serupa tidak terulang,” kata Andra.

Politisi Gerindra ini  meminta, Al Muktabar dan jajarannya yang berada dibidang pendapatan, agar melakukan pembenahan secara frontal dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan berlaku. Sehingga kedepan, tidak ada lagi oknum-oknum tak bertanggungajwab. Merugikan masyarakat, demi kepentingan pribadi atau kelompok.

“Dengan membenahi secara sungguh-sungguh sektor pendapatan ini,” harap Andra yang juga Sekretaris DPD Gerindra Banten ini.

Adapun mengenai penanganan hukum yang  sedang berjalan Andra meminta semua komponen agar menyerahkannya ke kejaksaan. “Ini merupakan peristiwa hukum yang sedang diungkap oleh pihak berwewenang ,dalam hal ini Kejati,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Direktur Eksekutif Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP), Uday Suhada, dihubungi melalui telpon genggamnya, Selasa (28/6) menegaskan ada remote control atau  pengendali. Hal ini terbukti terus membengkaknya  kerugia negara yang dibajak oleh oknum pegawai di Samsat.

 “Ini menunjukkan bahwa pengembalian uang sebesar Rp5,9 miliar itu tanpa dasar. Para tersangka saya yakini ada yang mengendalikan,” kata Uday.

 Oleh karena itu ALIPP meminta kepada aparat penegak hukum (APH), untuk seadil-adilnya memberikan hukuman kepada siapapun yang mencoba melakukan perlawanan hukum.

“Karena itu sebagaimana statement saya di awal ramainya kasus ini, Kejati tidak boleh ada keraguan untuk memanggil kembali para pihak yang diduga mengetahui masalah ini. Tak terkecuali kepala Samsat setempat (Bayu Adi Putranto), yang katanya menantu mantan Gubernur Banten WH (Wahidin Halim),” terangnya.

Atas membengkaknya  kerugian negara  pada kasus dugaan pembajakan pajak di Samsat Kelapa Dua pada Bapenda Banten, sudah semeatinya APH mencari tahu siapa yang menjadi pengendali dan bertangujgjawab aras kekurangan kerugian negara yang  nilainya Rp4 miliar. Dari sebelumnya dinyatakan Rp5,8 sampai Rp6 miliar tersebut.

Kepala Bapenda Banten Opar Sohari mengakui adanya pembajakan pajak di Samsat Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang. Opar mengkalim jika uang hasil pembobolan diangka Rp6,2 miliar. Dan oleh yang bersangkutan telah disetor ulang atau dikembalikan ke kasda.

Pembajakan pajak yang dilakukan oleh okum pejabat eselon IV atau setingkat Kepala Seksi (Kasi), berinisial Zlf ini dilakukan selama delapan bulan. Terhitung dari Agustus 2021 sampai Maret 2022.  Zlf dalam melakukan aksi kejahatannya, tidak sendiri, tapi dengan sejumlah pegawai pelaksana lainnya,   At merupakan staf PNS, dan Bd serta Bgj sebagai seorang TKS (Non PNS). 

Adapun peran Bd yang merupakan seorang TKS memegang kendali sistem IT di Samsat Kelapa Dua, yang diduga merupakan orang kepercayaan Zlf untuk melancarkan aksinya, karena Bd  memegang akun beserta pasword sistem administrasi di Samsat itu sendiri. 

Sedangjan modus pembajakan pajak yang dilakukqn oleh zlf  cs ini denga cara mengalihkan jenis pajak, bea balik nama (BBN)  1 ke BBN 2, dan pembayaran pajak kendaraan yang digelapkan itu tidak melalui kasir. Tetapi ada orang utusan dari mereka yang mengambil langsung uang pembayarannya ke dealer atau Wajib Pajak (WP) dengan membawa notice atau Surat Ketetapan Kewajiban Pembayaran (SKKP). 

Besaran pajak pada notice yang dikeluarkan itu sendiri sebesar 12,5 persen, karena untuk pembayaran pajak BBN 1. Setelah uang atau cek pembayaran itu diterima, para pelaku kemudian mengubah jenis pembayaran yang diinput pada sistem itu menjadi BBN 2 dengan besaran pajaknya hanya satu persen,  setelah itu kemudian membayarkannya ke bank. 

Notice itu sendiri digunakan untuk menetapkan besarnya biaya pokok pajak, administrasi BBNKN, SWDKLLJ (Jasa Raharja), Penerbitan STNK, dan Penerbitan TNKB/NRKB. (RUS/AZM)

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *