Penyelesaian AKI/ AKB Membutuhkan Kolaborasi Pemerintah dan CSO

TANGERANG, BANPOS- Kolaborasi dengan masyarakat sipil, terutama dalam penanganan kesehatan ibu dan anak dirasa strategis untuk dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang. Hal ini disebabkan, permasalahan kesehatan Ibu dan anak harus diselesaikan bersama semua pihak.

Demikian yang terungkap dalam lokakarya tata kelola pemerintahan kolaboratif yang dilaksanakan oleh USAID MADANI pada Jumat (1/6) di kantor BAPPEDA Kabupaten Tangerang.

Kegiatan turut dihadiri oleh Forum Sehat Gemilang dan dimoderatori oleh Direktur Perekat Demokrasi, Khoerun Huda.

“Kegiatan ini awalnya akan dilakukan pada tahun pertama, namun karena pandemi, maka baru dapat dilaksanakan saat ini,” terangnya.

Mengawali diskusi, Khoerun Huda menyampaikan, sebagai bagian instrumen demokrasi, keberadaan organisasi masyarakat sipil memiliki peran strategis dalam mengawal pembangunan di daerah.

Kepala Bappeda Kabupaten Tangerang, Taufik Emil menyampaikan bahawa Pemerintah Kabupaten Tangerang sangat menaruh perhatian terhadap penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi (AKB). Untuk itu, penurunan AKI dan AKB masuk dalam misi 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Tangerang tahun 2019-2023.

“Visi misi Kabupaten Tangerang yang menjadi concern selama tahun 2023 mendatang dalam bidang kesehatan, salah satunya adalah menurunkan AKI dan AKB,” kata Taufik.

Terkait upaya penurunan AKI-AKB, Pemkab Tangerang meluncurkan program Standar Pelayanan Minimal (SPM). Pelayanan dasar dalam SPM terkait dengan penurunan AKI dan AKB, yaitu pelayanan kesehatan ibu hamil, pelayanan kesehatan ibu bersalin, pelayanan kesehatan bayi baru lahir.

Untuk mendukung itu, Pemkab membutuhkan sektor swasta, penduduk sipil, dan seluruh stakeholder yang berhubungan secara berkesinambungan dan kolaboratif.

Ketua Forum Peduli Kesehatan Ibu dan Anak (FOPKIA) Kabupaten Tangerang, Atif menyampaikan bahwa pihaknya sebagai perwakilan dari salah satu masyarakat sipil telah berupaya untuk turut serta menurunkan angka kematian ibu dan bayi dengan beberapa program kerja yang dilakukan olehnya.

Didukung oleh USAID MADANI, FOPKIA juga berusaha untuk meningkatkan kapasitas organisasi untuk memastikan bahwa kerja FOPKIA dapat lebih berdampak lagi kedepannya.

“Untuk penguatan legitimasi, kami membangun komunikasi dan hubungan dengan opd seperti dinkes, bappeda, dpmd, dp3a, kesbangpol, dan lain-lain. Selain itu juga membangun komunikasi dan hubungan dengan OMS di Kabupaten Tangerang. membangun komunikasi dan hubungan dengan swasta. konsolidasi.
penguatan berkelanjutan. kedepannya bisa merekrut yang muda-muda untuk membangun Kabupaten Tangerang,” jelasnya.

Sementara itu, Akademisi Tangerang, Endang Iryani menyampaikan bahwa antara pemerintah dengan akademisi dan masyarakat sipil sebenarnya memiliki keterkaitan indikator.

“Memiliki objek yang sama yaitu masyarakat, memiliki misi yang sama yaitu membangun masyarakat dan memiliki cita-cita yang sama yaitu masyarakat yang sejahtera,” papar Endang.

Terkait kolaborasi antara pemerintah dengan masyarakat sipil, Endang menyampaikan, beberapa pengalamannya dalam mendorong adanya peran serta masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan pembangunan.

“Yang kami gunakan dalam menyelesaikan permasalahan dengan menggunakan teori ABCD (Asset Based Community Development), saat itu dalam permasalahan malaria, dan ternyata bisa untuk digunakan,” terangnya.

Sementara itu, Field Coordinator USAID MADANI, Diana Sonhaji, dalam arahannya menuturkan, USAID Madani telah melakukan program peningkatan kapasitas, legitimasi dan keberlanjutan OMS di 32 kabupaten/kota. Untuk di Kabupaten Tangerang, isu tematik yang diampu adalah terkait kesehatan ibu dan bayi baru lahir (KIBBL). Diana Sonhaji berharap, lokakarya ini bisa memunculkan inisiatif kolaborasi dengan berbagai pihak.

Perwakilan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Tangerang, Indri menyampaikan, telah ada kolaborasi antara Dinkes dengan FOPKIA.

“Dengan FOPKIA sendiri kami sudah bekerjasama, yang mana ini dibuktikan pada perbup nomor 128 tahun 2015, disana disebutkan ada fopkia,” terang Indri.

Menurutnya, berdasarkan pengalaman kolaborasi tersebut, sangat terasa upaya untuk menyelesaikan beberapa permasalahan yang ada.

“Merujuk pada peraturan tersebut, peran FOPKIA dan MKIA sudah bisa kami rasakan ketika ada kendala di lapangan,” ungkapnya.(MUF/PBN)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *