JAKARTA, BANPOS – Senayan menyambut baik wacana Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mengizinkan kampanye Pemilu 2024 masuk lingkungan kampus. Syaratnya, kampanye cerdas bukan black campaign.
Anggota Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda menilai, adanya kampanye di kampus merupakan bagian dari pendidikan politik kepada generasi muda. Tapi konten atau isi kampanye harus dipastikan tidak boleh melakukan negatif apalagi black campaign.
Rifqi menyebut, langkah KPU membolehkan kampanye di lingkungan kampus bisa menjadi terobosan baru dalam rangka membangun budaya politik, bahkan peradaban politik di Indonesia.
“Nyatanya, kampus selama ini adalah wilayah yang menjadi bagian dinamika demokrasi kita,” ujar politikus PDIP ini.
Rifqi bilang, kampanye di kampus bisa membangun link demokrasi antara kampus dengan parpol atau peserta pemilu. Kampanye bisa dilakukan dialogis.
“Peraturan KPU (PKPU) telah mengatur secara rinci bagaimana kegiatan kampanye yang dilakukan di kampus,” ujar Rifqi.
Anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus menambahkan, wacana kampanye di lingkungan kampus jangan sampai memicu konflik antara parpol dan kampus. Pelaksanaannya mesti diatur. Termasuk, adanya kesetaraan dengan memberikan ruang dan kesempatan yang sama bagi semua peserta pemilu.
“Jangan sampai menimbulkan dinamika dan memicu konflik antara kampus dengan partai, atau sesama partai. Apalagi menimbulkan keruwetan,” ujar Guspardi dalam keterangannya, kemarin.
Guspardi menuturkan, berkampanye di kampus bisa menjadi media edukasi. Sekaligus dapat menjadi ajang adu gagasan dalam menyampaikan visi dan misi di hadapan para civitas akademika.
Selain itu, kampus dapat dijadikan sarana untuk menguji kemampuan setiap kontestan di arena intelektual, baik sebagai calon eksekutif maupun anggota legislatif.
Legislator asal Sumatera Barat (Sumbar) itu menilai, kampus sebagai sarana kampanye justru akan memiliki dampak bagus. Yakni, edukasi politik harus senantiasa dilakukan secara berkesinambungan termasuk di lingkungan kampus. Hal ini akan memantik kesadaran generasi bangsa untuk melek politik dan berpartisipasi dalam demokrasi.
Selain itu, pelaksanaan kampanye di lingkungan kampus harus bersih dari intervensi, khususnya dari pihak kampus maupun pemerintah.
“Rektor itu diangkat oleh menteri, sementara menteri adalah pembantu Presiden. Nanti Presiden melakukan intervensi,” tegas dia.
Akibatnya, kata Guspardi, hanya partai tertentu yang bisa berkampanye di kampus. Hal itu tentu menimbulkan ketidakadilan bagi peserta pemilu lain.
Sebelumnya, Ketua KPU Hasyim Asy’ari menegaskan, kegiatan kampanye di lingkungan kampus diperbolehkan. Yang dilarang adalah penggunaan fasilitas Pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
Hal itu tertuang dalam Pasal 280 ayat 1 huruf H Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu melarang.
“Yang dilarang itu menggunakan fasilitas, bukan kampanyenya,” kata Hasyim di Jakarta, Sabtu, (23/7).
Hasyim menambahkan, penjelasan pasal tersebut menyebutkan fasilitas Pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan, dapat digunakan untuk kampanye politik jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu.(PBN/RMID)
Tinggalkan Balasan