JAKARTA, BANPOS – Anggota Komisi IX DPR Suir Syam pesimistis target prevalensi stunting 14 persen bisa tercapai di tahun 2024. Mengingat, angka perokok di Indonesia masih tinggi. Sepanjang masyarakat dibebaskan untuk merokok, upaya memberantas gizi buruk sulit tercapai.
“Berapa banyak bapak-bapak yang merokok di rumah, istrinya hamil. Itu pasti anaknya cenderung akan mengalami stunting. Kemudian Indonesia Emas 2045 itu jangan-jangan menjadi Indonesia cemas karena stuntingnya bertambah besar karena rokok ini,” ungkap Syam saat memimpin audiensi Komisi IX dengan Komisi Nasional Pengendalian Tembakau di Senayan, kemarin.
Syam setuju dengan pembatasan peredaran rokok, yang salah satunya melalui mekanisme kenaikan cukai. Harga rokok saat ini masih cukup terjangkau oleh anak usia sekolah yang kini marak menjadi perokok pemula. Semua pihak mesti bekerja sama agar ada kesadaran anti rokok di negara ini.
Syam meminta Pemerintah mengambil kebijakan menurunkan jumlah perokok ini.
“Naikkan harga rokok dengan cara cukai rokok yang besar, mungkin 90 persen. Saya yakin anak-anak nggak akan bisa membeli (rokok). Sekarang rokok kita murah, jadi anak-anak sekolah bisa membelinya,” tambah politisi Partai Gerindra itu.
Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau Hasbullah Thabrany menyebut, anak-anak dari orang tua perokok rata-rata mengalami pertumbuhan berat badan lebih ringan 1,5 kg dan pertumbuhan tinggi badan lebih rendah 0,34 cm lebih rendah dari anak yang orang tuanya tidak merokok. Selain itu, kemungkinan stunting anak perokok lebih besar 5,5 persen.
Hasbullah juga mengaitkan kebiasaan merokok pada kelas menengah-bawah. Menurutnya, masih banyak orang yang memilih mengeluarkan uang untuk membeli rokok daripada membeli lauk pauk dan beras.
Hal itu selaras dengan data Komnas Pengendalian Tembakau yang memaparkan peningkatan pengeluaran rokok, yang dibarengi penurunan pengeluaran makanan sumber protein dan karbohidrat akan memiliki dampak jangka panjang terhadap kondisi stunting anak.
Hasbullah berharap, anggota dewan dapat mendesak Pemerintah menaikkan cukai rokok serta menggunakan dana cukai tersebut untuk substitusi tani tembakau dan cengkeh, serta mendidik alih profesi pekerja rokok.
Selain itu, para legislator diharapkan dapat mengawal penggunaan dana pajak rokok daerah di dapil masing-masing.
Dana pajak rokok daerah, lanjutnya, ada sekitar Rp 19-20 triliun. Itu dibagi rata ke seluruh pemda yang minimal 50 persen untuk kesehatan.
“Supaya mereka bisa menggunakan dana itu untuk penguatan kawasan tanpa rokok, melindungi anak-anak di dapil masing-masing agar jangan menjadi pecandu rokok yang akan menurunkan daya saing kita pada 100 tahun kemerdekaan,” ujar Hasbullah. (RMID)
Tinggalkan Balasan