Pengusaha Kok Gak Mau Bantu Negara?

JAKARTA, BANPOS – Senayan menyoroti harga minyak goreng (migor) swasta yang masih mahal. Para pengusaha swasta oligarki enggan menyamakan harga migornya seperti produk Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Anggota Komisi VI DPR Andre Rosiade mengatakan, para pengusaha kelapa sawit sudah mendapatkan hak guna usaha (HGU) dan memperoleh fasilitas di tanah Indonesia. “Masa, mereka tidak mau bantu negara,” sergah Andre saat rapat dengat pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Namun demikian, Andre mengapresiasi kinerja Mendag yang sudah on the track karena sudah berhasil menurunkan harga migor. “Perlahan tapi pasti migor Rp 14 ribu/liter sudah bisa diwujudkan,” puji politikus Gerindra ini.

Anggota Komisi VI DPR Mufti Anam mengingat beberapa janji Zulhas saat pertama kali menjabat sebagai Mendag menggantikan Muhammad Lutfi. Pertama, tidak mengizinkan kader PAN bermain proyek di Kementerian Perdagangan (Kemendag). Ironinya, mendag malah mengkampanyekan anaknya hingga presiden sampai turun tangan.

“Beliau menyampaikan jangan sampai ada politisasi dan kampanye yang mengatasnamakan minyak goreng. Poin ini belum terpenuhi,” sebut Mufti.

Kedua, Mendag janji akan mengendalikan harga migor. Harga migor memang sudah turun. Namun, keberhasilan tersebut karena harga Crude Palm Oil (CPO) dunia dan lelang di dalam negeri saat ini sedang turun.

“Pak menteri beruntung pas menjabat tiba-tiba harga CPO dunia trennya menurun dan di dalam negeri lelangnya juga turun,” ujar politikus PDIP ini.

Mufti menjelaskan, bila dilihat dengan penurunan CPO yang sebelumnya 1.800 dolar AS/ metrik ton ke harga 900 dolar AS /metrik ton, artinya turun 50 persen. Dengan turunnya harga minyak goreng yaitu di harga Rp 17.900 artinya turunnya hanya 10-15 persen. “Harapan kami terus diturunkan bisa mencapai harga Rp 14 ribu/liter,” harap dia.

Mutfi memaparkan, berdasarkan data di lelang PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN) pada 15 Agustus 2022, harga lelang CPO Rp 11.100/kg kalau dihitung ukuran liter, menjadi Rp 10.091. Bila ada penambahan biaya produksi untuk menjadi minyak goreng ditambah Rp 1.500 artinya harganya menjadi Rp 11.591/liter

Selanjutnya, jika ditambah biaya logistik dan pengiriman Rp 1.000 dan biaya keuntungan Rp 1.500, total harga minyak goreng menjadi Rp 13.591/liter. Artinya jika dijual seharga Rp 14.000/liter masih sangat mungkin dan masih sangat untung untuk pengusaha. “Tapi kenyataannya saat ini harganya Rp 17.900 /liter,” kata dia.

Selain itu, janji Zulhas lainnya adalah akan mengembangkan kemasan sederhana untuk didistribusikan kepada masyarakat. Namun, realitanya hingga hari ini, distribusi migor kemasan sederhana itu belum merata didapat masyarakat Indonesia.

“Kami ingin tahu itu didistribusikannya ke mana saja dan volumenya berapa. Di dapil kami Probolinggo, masih kesusahan mencari itu,” sebut Mutfi.

Kemudia, lanjut dia, Zulhas juga pernah berjanji akan menyelesaikan seluruh persoalan di sektor perdagangan yang belum kelar. Salah satunya soal robot trading. Bappebti menjanjikan akan menuntaskan persoalan ini selama tiga bulan, namun sudah tiga bulan berjalan regulasi robot trading belum juga dikeluarkan.

Masyarakat, kata Mufti, sudah menanti adanya regulasi untuk mengatur robot trading. “Banyak dana masyarakat hingga ratusan triliun yang disalahgunakan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab,” pungkasnya. (RMID)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *