JAKARTA, BANPOS-Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan, saat ini Pemerintah telah merampungkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dirinya berharap, RUU tersebut segera diundangkan.
“Sudah 59 tahun kita terus membahas dan merancang RKUHP ini melalui tim yang silih berganti, dan mendapat arahan politik hukum dari tujuh presiden. Sehingga rancangan ini dapat dikatakan sudah siap untuk segera diberlakukan,” katanya saat acara Kick Off: Diskusi Publik RKUHP di Jakarta, Selasa (23/8).
Mahfud juga menyampaikan pesan Presiden Joko Widodo melalui Sidang Internal Kabinet pada 2 Agustus 2022 lalu yang meminta agar menyosialisasikan lagi RKUHP ini ke seluruh lapisan masyarakat. Hal ini agar memberikan pemahaman yang menyeluruh kepada masyarakat.
Presiden juga meminta agar kementerian dan lembaga terkait juga terus berdiskusi dengan para akademisi, ormas-ormas, Civil Society Organization (CSO), dan lainnya, dari pusat sampai ke daerah-daerah.
RKUHP, kata Mahfud, memberi tempat penting atas konsep restorative justice yang dewasa ini mulai menjadi kebutuhan dan kesadaran hukum masyarakat Indonesia.
RKUHP ini juga mengatur mengenai hukum adat sebagai living law yang telah lama diakui dan menjadi kesadaran hukum pada masyarakat hukum adat, dengan tetap mendasarkan pada prinsip Pancasila, UUD 1945, dan NKRI dengan segala kebhinekaannya.
Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate mengatakan, perwujudan negara hukum yang berlandaskan Pancasila memerlukan instrumen hukum nasional yang harmonis, sinergis, dan komprehensif. Salah satu proses pembentukan instrumen hukum yang sedang dilaksanakan pemerintah saat ini bersama dengan DPR, adalah RKUHP.
Menurutnya, revisi KUHP mengusung misi pembaruan perubahan hukum, yaitu dekolonialisasi atau upaya menghilangkan nuansa kolonial dalam substansi KUHP yang lama.
Kemudian mewujudkan keadilan korektif, rehabilitatif, dan restoratif, serta demokratisasi, konsolidasi, dan harmonisasi.
Acara ini bertujuan untuk mengawali sekaligus mengajak rekan-rekan dan seluruh komponen media, serta partisipasi publik secara luas untuk bersama bergerak menyosialisasikan isu-isu yang terdapat dalam RKUHP kepada masyarakat. Tujuannya masyarakat memahami, mengetahui, dan turut mengambil bagian di dalamnya.
“Media sudah seharusnya menjadi ruang dan sarana untuk menyosialisasikan RKUHP yang mampu memantik berbagai diskusi konstruktif yang bermanfaat untuk menyempurnakan substansi RUU ini. Jangan sampai justru digunakan sebagai sarana adu domba dan hal-hal yang kontraproduktif lainnya,” jelasnya.
Ia juga berharap melalui dialog ini menjadi momentum awal dari kolaborasi dan sinergi dari seluruh pihak, tidak hanya pemerintah dan parlemen, tetapi juga LSM, aparat penegak hukum, pemuka agama, ormas, tokoh-tokoh ilmiawan dan akademisi, serta seluruh komponen bangsa.
“Mari kita bersama-sama manfaatkan forum ini untuk berdiskusi dan menyampaikan aspirasi-aspirasi kita, tentu yang konstruktif, guna menciptakan RKUHP sebagai suatu karya yang monumental yang merupakan hasil pemikiran seluruh elemen dan komponen bangsa kita sebagai landasan kehidupan masyarakat menuju Indonesia adil, makmur, dan sejahtera,” tuturnya.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengungkapkan terdapat 14 isu krusial pada RKUHP yang mengakibatkan ditundanya pengesahan pada 2019 lalu. Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, perlu partisipasi publik yang dilakukan secara bermakna atau meaningful participation.
Hal ini sebagai manifestasi pemenuhan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang bersifat terbuka dan objektif. Pemenuhan partisipasi dan keterlibatan publik secara sungguh-sungguh dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, wajib memiliki tiga syarat penting.
Yakni hak untuk didengarkan pendapatnya, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya, dan hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan.
“Tidak mudah bagi negara yang sangat multikultur dan multietnis untuk membuat kualifikasi hukum pidana yang bisa mengakomodasi berbagai kepentingan. Jangka waktu yang panjang ini juga mengakibatkan bergantinya akademisi maupun praktisi yang duduk dalam tim RKUHP,” jelasnya.
Pemerintah juga harus tetap berkomunikasi dan berkoordinasi dengan kementerian, lembaga, ormas, organisasi profesi, praktisi, akademisi, dan pakar sesuai dengan bidang keahliannya, untuk terus menyempurnakan RKUHP. Langkah ini supaya tetap sesuai dengan kaidah hukum, asas hukum pidana, prinsip dan tujuan pembaruan hukum pidana.
“Oleh karena itu, kerja sama dan komunikasi yang baik antara pemerintah, DPR RI, dan seluruh elemen masyarakat harus terjalin kuat untuk mewujudkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional yang baru,” ujarnya.
Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej, turut menjabarkan tentang keunggulan RKUHP sebagai hukum pidana dan sistem pemidanaan modern. Dari bertitik tolak dari asas keseimbangan hingga mengatur pertanggungjawaban mutlak.
Ia berpendapat, keunggulan-keunggulan RKUHP ini merupakan bentuk konkret dari dekolonisasi. Karena menurutnya, ketika Wetboek van Strafrecht (buku hukum kriminal) dibuat, imperialisme barat masih menguasai daerah-daerah jajahan.
Di mana pidana yang diutamakan di situ adalah pidana penjara yang saat ini sudah berbeda dengan paradigma baru hukum pidana di dunia.
“Jadi paradigma baru hukum pidana yang berlaku universal tidak lagi pada keadilan retributif, menggunakan hukum pidana sebagai sarana balas dendam, tetapi menggunakan keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif,” jelasnya.
Ia juga memberikan jawaban mengenai 14 isu krusial di dalam RKUHP yang menjadi sorotan publik pada 2019 lalu. Keempat Belas isu tersebut antara lain living law (hukum adat), pidana mati, penghinaan presiden, menyatakan diri memiliki kekuatan gaib, penghapusan pasal tentang dokter/dokter gigi yang menjalankan pekerjaan tanpa izin.
Kemudian membiarkan unggas yang merusak kebun/tanah yang telah ditaburi benih, gangguan dan penyesatan proses peradilan, penghapusan tindak pidana advokat curang, penodaan agama, penganiayaan hewan, mempertunjukkan alat pencegah kehamilan kepada anak, penggelandangan sebagai tindak pidana, aborsi, dan tindak pidana perzinaan, kohabitasi, dan perkosaan.
Kick Off: Diskusi Publik RKUHP kemudian dilanjutkan dengan diskusi dan dialog antara berbagai elemen masyarakat dengan Tim Khusus RKUHP yang dibagi menjadi beberapa sesi. (RMID)
Tinggalkan Balasan