Senayan: Woles Aja, Jangan Terburu-buru

JAKARTA, BANPOS – Senayan menyoroti kebijakan penghapusan tenaga kerja honorer di instansi Pemerintah yang akan berlaku mulai 28 November 2023. Kebijakan tersebut dinilai belum tepat karena banyaknya masalah tenaga honorer yang belum terselesaikan.

Keputusan penghapusan tenaga honorer tersebut tertuang dalam surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenpanRB) Nomor B/185/M.SM.02.03/2022 tanggal 31 Mei 2022.

Ketua Komisi IX DPR Felly Estelita Runtuwene mengatakan, rapat gabungan (Komisi IX, Komisi I, Komisi XI) memperjuangkan agar keputusan tersebut bisa ditunda. Bahkan, seluruh pimpinan Komisi di DPR akan berkirim surat kepada Pimpinan DPR untuk bertemu dan membicarakan persoalan tersebut.

“Kami punya kekhawatiran yang sama. Sebanyak 575 anggota DPR memiliki tenaga honorer yang masing-masing mempunyai 7 staf, yaitu lima tenaga ahli dan dua staf ahli yang harus diperjuangkan,” ujar Felly dalam keterangannya, kemarin.

Felly menyebut, banyak tenaga honorer kesehatan yang sudah bekerja selama belasan tahun, bahkan puluhan tahun. Kondisi ini harus menjadi perhatian semua pihak dalam memenuhi hak-hak tenaga honorer, baik dalam kesejahteraan, kesehatan, maupun hal lainnya.

Politikus Partai NasDem itu berharap Pemda bisa menerapkan aturan yang tertera dalam Undang-Undang Kesehatan dan Ketenagakerjaan. Agar hak-hak para tenaga honorer kesehatan sebagai garda terdepan di bidang kesehatan bisa terpenuhi.

Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena menambahkan, penghapusan tenaga non-Aparatur Sipil Negara (ASN) di berbagai sektor akan menyebabkan pelayanan publik terganggu.

“Kebijakan ini akan berimplikasi sangat luas bagi proses pelayanan publik, menambah pengangguran, dan masalah lainnya,” ujarnya.

Penghapusan tenaga honorer itu memang amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Managemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Namun, kebijakan penghapusan itu mesti dirumuskan dengan tepat.

“Kami mendorong pembentukan Panitia Khusus (Pansus) lintas Komisi di DPR agar kebijakan bisa dilakukan dengan baik ketika akan diimplementasikan,” harap politikus Partai Golkar itu.

Melki juga meminta program seleksi tenaga honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dipercepat penyelesaiannya. Agar, tenaga honorer yang selama ini terkatung-katung nasibnya karena ketidakpastian langkah pemerintah bisa segera terselesaikan.

Selain itu, Melki meminta kerja sama Pemerintah Pusat dan Daerah untuk memaksimalkan pengangkatan tenaga kesehatan non-PNS menjadi PNS atau PPPK tahun 2022. Itu dilakukan melalui proses verifikasi dan validasi data, serta mengambil kebijakan afirmasi dalam proses seleksi PPPK. Pastikan ketersediaan anggaran untuk mengangkat PPPK baik yang bersumber dari APBN dan APBD.

“Kami berkomitmen agar persoalan tenaga honorer segera dituntaskan, sehingga mereka mendapatkan kepastian jaminan kesejahteraan dari negara,” tandas legislator dapil Nusa Tenggara Timur II tersebut

Terpisah, Deputi Bidang Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Kemenpan-RB Alex Denni meminta setiap instansi pemerintah melakukan pendataan tenaga non-ASN tersebut paling lambat 30 September 2022.

“Masing-masing instansi pemerintah agar mempercepat proses mapping, validasi data, dan menyiapkan road map penyelesaian tenaga non-ASN,” ujar Alex di Jakarta, kemarin.

Pendataan ini dilakukan agar ada kesamaan persepsi terhadap penyelesaian tenaga non-ASN. Pendataan ini juga bukan untuk mengangkat tenaga non-ASN menjadi ASN tanpa tes.

“Bagi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang tidak menyampaikan data pegawai non-ASN sesuai ketentuan, maka dianggap tidak memiliki tenaga non-ASN,” ujar Alex. (RMID)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *