Perda Transparansi dan Partisipasi Dibahas Kembali

LEBAK,BANPOS – Perda Transparansi dan Partisipasi Lebak yang sempat menjadi ikonik dari era keterbukaan informasi publik diharapkan dapat dimaksimalkan kembali implementasinya.

Vakumnya keberadaan Komisi Transparansi dan Partisipasi sebagai pelaksana perda dirasa tidak menghambat pelaksanaan substansi perda tersebut. Oleh sebab itu, diharapkan ada revitalisasi perda atau revisi perda yang lebih menjawab kondisi kekinian.

Demikian pembahasan yang muncul dalam lokakarya Tata Kelola Pemerintahan Kolaboratif yang dilaksanakan oleh PPSW Pasoendan Digdaya didukung oleh USAID MADANI di Ruang Rapat Terbatas Sekretariat Daerah Lebak, Selasa (27/9).

Kegiatan tersebut dihadiri oleh berbagai pihak baik OPD maupun OMS di Lebak.

Field Coordinator USAID MADANI Lebak, Solihin Abas mengatakan, salah satu konsen diskusi adalah terkait good government, yang salah satunya saat Lebak mencatat sejaran dengan adanya Perda Transparansi dan Partisipasi sebelum dibentuknya UU Keterbukaan Informasi Publik. Namun sayangnya, di sisi lain, saat ini secara pemeringkatan keterbukaan yang dilaksanakan oleh Komisi Informasi (KI) Banten, Lebak masih sangat tertinggal dari daerah lainnya.,

“Ya saat ini sedang mengalami kemerosotan, salah satunya ialah indeks keterbukaan, yang tadinya berada di posisi ke 7, sekarang ada di posisi 8,” kata Solihin kepada BANPOS.

Ia menjelaskan, tujuan diselenggarakannya kegiatan ini adalah untuk mendorong keterbukaan informasi dan partisipasi publik agar kembali meningkat.

“Jika memang kesulitan, kita akan mengajukan, entah pembuatan perda baru atau revisi perda yang sudah ada,” jelasnya.

Ia menerangkan, pihaknya akan terus mendorong keterbukaan informasi publik di setiap instansi yang berada di Kabupaten Lebak. Menurutnya, informasi publik adalah hak asasi setiap manusia.

“Kami berharap masyarakat tidak lagi buta untuk memanfaatkan dan meminta informasi publik yang dibutuhkan,” tandasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika, Statistik dan Persandian, Dodi Irawan mengatakan, Keterbukaan informasi publik ini sangat baik demi terwujudnya good governance. Menurutnya, walaupun indeks keterbukaan Lebak menurun, namun muncul gairah kembali dengan adanya lokakarya ini.

Ia menjelaskan, dalam rangka mengedukasi kepada PPID yang ada, di Lebak sudah ada anggaran untuk desa untuk PPID sejumlah Rp500rb/bulan. Ia juga menerangkan bahwa Pemda Lebak memiliki sosial media yang pro aktif dalam menyampaikan informasi, dan terdapat juga aplikasinya.

“Kita punya TerkerenHub yang secara aktif masih berjalan, selain itu kita juga selalu bergandengan dengan Pokja Wartawan Lebak dalam menyampaikan segala bentuk publikasi dari pemda,” terang Dodi.

Wakil Ketua Komisi I DPRD Lebak, Komeng Abdurahman mengatakan, Revitalisasi Perda Transparansi dan Partisipasi memang layak untuk dilakukan. Menurutnya, salah satu masa keemasan dari Pemerintahan Lebak adalah adanya Komisi Transparansi dan Partisipasi (KTP) tersebut.

“KTP ini didirikan karena ada latar belakang hukum yang diawali pada tahun 2004. Perda tersebut dijadikan landasan dan pengujian mekanisme pembentukan Komisi Informasi, dengan kehadiran KTP bisa memberikan kontribusi untuk mengakses dokumen publik dengan mudah,” kata Komeng.

Ia menerangkan, meskipun Perda tersebut telah dibekukan, dalam setiap badan publik masih memiliki PPID sebagai akses masyarakat untuk mendapatkan hak informasinya.

“Suatu kehormatan Kabupaten Lebak dijadikan ikon oleh Komisi Informasi dalam mengakses keterbukaan informasi publik,” terangnya.

Senada dengan Komeng, perwakilan dari Komisi Informasi (KI) Banten, Lutfi mengatakan, Kabupaten Lebak menjadi inspirasi di setiap rakornas KI, karena sudah ada perda KTP sebelum dibentuknya KI. Ia menjelaskan, keterbukaan informasi publik bisa terpenuhi ketika ada keterbukaan dinas, badan ataupun lembaga-lembaga. KI mendorong semua kab/kota harus memiliki website yang aktif dan selalu update.

“Informasi publik itu bukan hanya tentang berita-berita, tetapi dokumen tentang penyelenggaran negara yang seluruh anggarannya bersumber dari APBN dan APBD,” jelasnya.

“KI Banten mendorong kepada badan publik agar wajib memiliki PPID baik ditingkat kabupaten/kota ataupun provinsi,” tandasnya.(MG-01/PBN)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *