Regulasi Tanpa Aturan

 

WALIKOTA Serang, Syafrudin, sudah lama menyampaikan bahwa ada dugaan kebocoran PAD dari sektor parkir. Sebetulnya bukan hanya Syafrudin saja yang menyampaikan hal itu, Anggota DPRD Kota Serang, Jumhadi, juga pernah menduga adanya kebocoran PAD parkir.

Menyambut dugaan dari Syafrudin dan Jumhadi, Klub Jurnalis Investigasi (KJI) yang didalamnya terdiri dari sejumlah media lokal dan nasional, melakukan penelusuran terkait dengan dugaan kebocoran PAD, yang dilontarkan oleh keduanya pada tahun 2020 lalu.

Tim KJI melakukan penelusuran terkait dengan dugaan kebocoran PAD parkir tersebut. Dari informasi yang berhasil dihimpun, PAD parkir Kota Serang diduga bocor akibat tidak adanya aturan yang mengikat, terkait dengan pelaksanaan penarikan retribusi parkir oleh petugas-petugas yang telah mendapatkan surat perintah tugas (SPT), selanjutnya disebut sebagai juru parkir atau jukir.

Hal itu dapat dilihat dari banyaknya jukir yang ditebar oleh Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Serang, ke berbagai titik di Kota Serang. Setidaknya, terdapat 500 jukir yang ditebar oleh Dishub Kota Serang, untuk melakukan penarikan retribusi pada 74 kantong parkir TJU.

Dalam melaksanakan tugasnya, para jukir hanya berbekal rompi berwarna biru bertuliskan Dishub. Meski ditemukan pula jukir yang mendapatkan SPT dari Dishub Kota Serang, yang dalam bertugas menggunakan rompi berwarna hijau ataupun oranye. Jarang dari mereka yang membawa karcis parkir resmi dari Dishub Kota Serang, sebagai bukti penarikan retribusi parkir.

Salah satu jukir resmi Dishub Kota Serang di Jalan Diponegoro, sebut saja Deri, mengatakan bahwa dirinya sebagai jukir, memiliki tugas untuk menarik retribusi parkir dari para pengendara yang memarkirkan kendaraannya. Namun untuk penyetoran, tidak langsung ke Kas Daerah, melainkan melalui Koordinator Parkir.

Besarannya pun berbeda-beda, tergantung permintaan dari koordinator parkir. Mulai dari Rp35 ribu, sampai dengan Rp200 ribu. Koordinator parkir menurutnya, meminta setoran dari para jukir dengan melihat kondisi parkir di sana.
“Kalau untuk masalah yang setor ke Dishub saya enggak tahu ya, itu kan yang megang koordinator langsung. Kalau saya sih sistemnya langsung saya kasih ke koordinatornya, dapat berapa nanti saya digaji (oleh koordinator) ibaratnya,” ujar dia.

Ia mengatakan, dirinya memang jarang memegang karcis parkir yang disediakan oleh Dishub Kota Serang. Alasannya, karcis tersebut biasanya hanya digunakan oleh pengendara mobil angkutan barang, guna membuat laporan perjalanan tugas.

“Karcis parkir ada yang megang, ada yang enggak. Karena masalahnya biasanya karcis parkir itu hanya diperuntukkan untuk mobil-mobil, mobil barang untuk laporan ke kantor-kantor,” ungkapnya.

Di sisi lain, ia juga mengakui bahwa dirinya tidak diberitahu oleh Dishub terkait dengan aturan tarif parkir, baik kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat. Dia hanya mengetahui bahwa tarif untuk parkir sebesar Rp2 ribu.

“Kalau tarif normal Rp2 ribu, cuma saya gak pernah matok, mau dikasih berapa aja enggak apa-apa. Di SK tu enggak tertera sih, (dari Dishub) enggak ditentuin (tarifnya),” ucap dia.

Berdasarkan Perda Kota Serang nomor 13 tahun 2011 tentang Retribusi Daerah, diketahui bahwa Pemkot Serang menetapkan besaran retribusi parkir untuk kendaraan roda dua sebesar Rp1 ribu, dan kendaraan roda empat sebesar Rp2 ribu.

Selain ketidakpastian penarikan besaran retribusi parkir TJU oleh jukir, penentuan bagi hasil bagi para jukir dan koordinator parkir pun tidak pasti. Pasalnya, tidak ada aturan yang jelas mengenai pembagian hasil parkir. Ada yang menyebut pembagian untuk jukir hanya jika telah memenuhi target, ada yang menyebut jika pembagian sesuai dengan persentase pendapatan parkir.

Kepala Dishub Kota Serang, Heri Hadi, mengatakan bahwa untuk pembagian hasil parkir, para jukir dan koordinator parkir akan mendapatkan bagian apabila target yang telah ditetapkan oleh pihaknya telah tercapai.

“Juru parkir itu tidak digaji oleh kami, hanya dibekali target oleh kami, target perbulan. Jadi ada yang Rp1 juta, ada yang Rp2 juta, sesuai dengan potensinya lah. Target total kita berapa. Misalkan dalam satu hari itu ditarget seratus, nah selebihnya ya anggap sebagai jasa mereka, ambil itu,” ujar Heri.

Namun hal berbeda disampaikan oleh Kepala UPTD Pengelolaan Prasarana Perhubungan Parkir pada Dishub Kota Serang, Umar Hamdan. Ia mengatakan bahwa pembagian hasil parkir TJU sebesar 60:40, dengan rincian 60 persen untuk jukir dan koordinator parkir, dan 40 persen untuk masuk ke Kas Daerah. Namun menurutnya, hal itu tidak ‘saklek’ ditetapkan melalui aturan, karena koordinator parkir bisa semaunya dalam menyetorkan hasil parkir.

“Mungkin saja jukir dan koordinator di lapangan, bisa saja dia 70 (persen) mungkin. Karena kasihan masyarakat yang kerja, bangun pagi, gak dikasih apa-apa, untuk pemasukan PAD. (Untuk aturan bagi hasil hanya) sistem target yang ditetapkan dari Dishub. Karena pada dasarnya jukir tidak digaji,” katanya. (MUF/DZH/PBN)

 

Tulisan ini merupakan hasil liputan kolaborasi yang dilakukan oleh sejumlah media lokal dan nasional yang tergabung dalam Klub Jurnalis Investigasi Banten (KJI Banten) diantaranya Kompas.com, Detik.com, BantenNews.co.id, IDN Times, Banten Pos, Banten Raya, Kabar Banten dan Tribun Banten. Kemudian Banten Pos melakukan pendalaman untuk mendapatkan informasi secara lengkap kepada pihak-pihak terkait.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *