Panas Siswa ‘Lebih’ Bergejolak Kembali

SERANG, BANPOS – Polemik PPDB tingkat SMA/SMK terus berlanjut. Puluhan wali murid beserta petugas Kepolisian serta TNI ‘menggeruduk’ SMK Negeri 5 Kota Serang. Tindakan itu akibat adanya dugaan pungutan liar (Pungli) yang dilakukan oleh pihak sekolah, untuk melakukan pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB) bagi para ‘siswa lebih’ akibat PPDB lalu.

Persoalan yang terus berlarut itu dinilai mahasiswa sebagai kegagalan pelaksanaan PPDB oleh Dindikbud Provinsi Banten. Selain tidak tegas dalam aturan pelaksanaannya, ‘manuver’ yang dilakukan oleh pihak sekolah dan sejumlah pihak lainnya, dalam mengakali sistem PPDB terkesan diabaikan. Ditambah, Dindikbud Provinsi Banten terus menekan pihak sekolah untuk segera menyelesaikan pembangunan.

Berdasarkan pantauan, para wali murid beserta petugas gabungan itu mendatangi SMK Negeri 5 Kota Serang pada pukul 13.10 WIB. Selain bersama dengan petugas gabungan, para wali murid juga didampingi oleh tokoh masyarakat dan organisasi kepemudaan setempat.

Kedatangan mereka untuk memprotes terkait dengan penarikan uang sebesar Rp1,7 juta per ‘siswa lebih’. Untuk diketahui, sebetulnya para wali murid sudah bersepakat terkait dengan penarikan uang sebesar Rp1,7 juta tersebut. Namun, mereka berubah pikiran dan bersama tokoh masyarakat yang mendanai pembangunan RKB, Edi Santoso, memprotes kebijakan itu.

Salah satu wali murid, Yati, mengatakan bahwa yang dirinya ketahui, untuk penyelesaian pembangunan RKB itu akan ditalangi oleh Kepala SMK Negeri 5 Kota Serang, Amin Jasuta. Namun, hal itu tidak jadi lantaran Amin disebut hendak menggelar hajatan.

“Kemarirn kan katanya tuh dana penyelesaian itu ditalangi oleh pak Kepala Sekolah Rp70 juta. Tapi ternyata dia itu mau hajatan,” ujarnya kepada awak media, Rabu (2/11).

Menurutnya, Edi Santoso sebagai pihak ‘pemodal’ disebut telah angkat tangan untuk melakukan pembangunan RKB. Namun meski demikian, menurutnya Edi masih bertanggung jawab atas pembangunan RKB itu.

Setelah melakukan penggerudukan, Yati mengatakan bahwa pihak SMK Negeri 5 Kota Serang menyanggupi untuk mengembalikan uang tersebut kepada para wali murid. Yati mengaku, pihaknya mau memberikan uang itu karena ditakut-takuti bahwa anak mereka tidak diakui.

“Kan kami dikenakan biaya Rp1,7 juta. Terus katanya besok mau dikembalikan lagi. Saya sudah bayar Rp1 juta. Ya gimana yah, kasian juga kalau posisi anak gak diakui katanya kan. Makanya kalau tidak ada yang tanggungjawab, miris juga yah saya. Makanya ya sudah kami bayar saja,” ucapnya.

Kepala SMK Negeri 5 Kota Serang, Amin Jasuta, mengatakan bahwa pembangunan RKB yang saat ini dilakukan memang berasal dari duit pribadi dirinya dengan Edi Santoso. Padahal sebelumnya, disepakati jika pembangunan itu dilakukan menggunakan dana CSR impor sampah dari Tangerang Selatan.

Namun sayangnya, sampai saat ini impor sampah dari Tangerang Selatan tidak kunjung jelas apakah akan dilanjut ataupun tidak, mengingat masyarakat Cilowong terus menerus melakukan penolakan terhadap kebijakan itu.

“Sebenarnya dulu direncanakan dari dana CSR sampah, tapi sampai saat ini belum keluar. Sementara pak Edi itu kan orang yang ditokohkan oleh masyarakat, jadi sambil menunggu dana CSR, menggunakan dana pribadi. Tapi enggak tahu nih sampai sekarang belum (jelas),” ujarnya.

Menurutnya, pembangunan RKB swadaya ini rencananya akan menelan anggaran sebesar Rp150 juta. Hingga saat ini, masih kekurangan anggaran sebesar Rp70 juta. Adapun uang pribadi dirinya yang telah terpakai untuk membangun RKB sebesar Rp30 juta.

“Jadi Rp70 juta itu diperkirakan uang saya akan dipakai jika seperti ini. Kalau yang benar sudah terpakainya mah Rp30 juta,” ucapnya.

Amin mengatakan bahwa sebelum dilakukan penarikan uang sebesar Rp1,7 juta, pihaknya sudah mengumpulkan para wali murid untuk mendiskusikan hal tersebut. Ia mengaku bahwa para wali murid bersepakat untuk membayar uang patungan.

“Ada pertemuan, yang bersama dengan komite. Kan komite diberikan deadline oleh Komisi V untuk selesai di awal November, karena memang masalah terus kan. Karena memang bingung dana, maka kami kumpulkan orang tua. Pak kumpul mah oke, tapi sekarang tidak lagi,” jelasnya.

Ia pun mengaku bahwa sebenarnya dirinya hanya ‘ketempuan’ saja atas berbagai polemik pembangunan RKB ini. Sebab seharusnya, dia tidak ikutan nombok pembangunan RKB, karena Edi Santoso yang menyanggupi pembangunan sebelum CSR turun.

Ia juga menyiratkan rasa tertekan akibat pembangunan RKB yang tidak kunjung selesai. Karena, dirinya terus menerus ditanya terkait penyelesaian pembangunan oleh pihak Dindikbud Provinsi Banten, maka dirinya pun mengambil langkah untuk meminta wali murid patungan.

“Daripada saya setiap saat dipanggil lagi dipanggil lagi sama orang dinas, ditanya ‘kapan selesai?’. Ya sebenarnya ini kan bukan saya (yang membangun), tapi karena ini sebagai tanggung jawab sekolah, dinas kan gak mungkin menegur ke masyarakat. Kalau saya sebenarnya orang tua itu mau untuk diajak (patungan),” ucapnya.

Sementara itu, Kabid Kajian Strategis dan Advokasi pada HMI MPO Ciwaru, M. Abdul Aziz, mengatakan bahwa kekisruhan terkait dengan pembangunan RKB di SMK Negeri 5 Kota Serang, merupakan bukti carut marutnya manajemen organisasi di Dindikbud Provinsi Banten.

“Jelas ini membuktikan bahwa Dindikbud Provinsi Banten tidak baik dalam melakukan manajemen pengelolaan organisasi,” ujarnya.

Menurut Aziz, ada beberapa catatan terkait dengan pembangunan RKB mandiri di SMK Negeri 5 Kota Serang. Pertama, pembangunan tersebut dapat dipastikan di luar perencanaan yang telah disusun dalam rencana kerja anggaran sekolah (RKAS).

“Sudah pasti tidak ada pada RKAS, karena ini dibangun dadakan karena banyaknya dorongan dari berbagai pihak kepada sekolah, mulai dari dewan sampai kelompok-kelompok masyarakat tertentu untuk menerima siswa lebih dari kuota,” tuturnya.

Kedua menurutnya, Dindikbud Provinsi Banten seperti ingin cuci tangan, namun tetap menginginkan hasil daripada persoalan PPDB tersebut. Pasalnya, dari yang pihaknya ketahui, Dindikbud merupakan pihak yang melarang pembangunan RKB.

“Tapi anehnya, berdasarkan pernyataan dari pak Amin Jasuta, sekarang mereka malah menekan-nekan supaya cepat selesai. Kalau memang seperti itu, seharusnya DIndikbud juga turun tangan dong membantu pembangunan, ini kan tidak,” ucapnya.

Terakhir menurutnya, jika memang pembangunan RKB diperbolehkan menggunakan dana dari masyarakat, maka seharusnya Dindikbud Provinsi Banten pasang badan untuk menjelaskan kepada masyarakat dan pihak-pihak lainnya, bahwa itu memang diperbolehkan.

“Tapi kalau memang tidak boleh, ya hentikan dong. Kami juga mendapatkan beberapa informasi jika persoalan pembangunan RKB dari dana masyarakat itu juga terjadi di beberapa sekolah lainnya, dan itu aman-aman saja tanpa ada masalah,” tegasnya.

Aziz mengatakan, persoalan yang terjadi di SMK Negeri 5 Kota Serang merupakan imbas dari buruknya pelaksanaan PPDB. Siswa lebih yang terjadi di sejumlah sekolah, akibat tidak tegasnya Dindikbud dalam mengelola PPDB.

“PPDB harus diperketat. Kami tahu bahwa kuota dikembalikan kepada masing-masing sekolah. Tapi kalau sekolah dipaksa untuk menerima lebih, apa gunanya PPDB dilaksanakan? Tabrak saja semua aturan kalau begitu,” tandasnya.(DZH/PBN)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *