KOREA, BANPOS – Konflik di semenanjung Korea semakin memanas. Kemarin, Korea Utara (Korut) dan Korea Selatan (Korsel) mulai saling menembakkan rudal. Ancaman perang di dua negara bertetangga itu pun makin meningkat. Dalam kondisi ini, kita harus bagaimana?
Ketegangan di semenanjung Korea semakin meningkat sejak Oktober lalu. Saat itu, kedua negara saling unjuk kekuatan. Korut misalnya, makin sering melakukan uji coba rudal dan menerbangkan pesawat tempur ke area perbatasan. Korsel pun membalas dengan mengerahkan jet tempur ke area perbatasan.
Aksi saling berbalas unjuk kekuatan ini makin hari makin meningkat. Kemarin, untuk pertama kalinya, Korut menembakkan rudal balistiknya ke dekat lepas pantai Korsel. Otoritas Korsel melaporkan, rudal itu mendarat hanya kurang dari 60 kilometer di Garis Batas Utara (NLL) teritorial Korsel, sebuah perbatasan maritim antar-Korea yang selama ini dipersengketakan.
Kepala Staf Gabungan Korsel (JCS) menyatakan, Korut awalnya meluncurkan tiga rudal dari pesisir Wonsan menuju perairan. Sesaat kemudian, Pyongyang menembakkan 10 rudal dari pantai timur dan barat Korut.
JCS melaporkan, satu rudal mendarat tepat 26 kilometer di Selatan Garis Batas Utara, satu di 57 kilometer dari Kota Sokcho Korsel, dan satu di 167 kilometer dari Pulau Ulleung.
Menanggapi serangan itu, Presiden Korsel Yoon Suk-yeol langsung memimpin pertemuan darurat Dewan Keamanan Nasional. Yoon geram betul dengan aksi Korut itu. Ia menyebut, peluncuran rudal itu sebagai pelanggaran de facto terhadap wilayah Korsel. Ia pun memerintahkan militer melakukan tindakan cepat untuk membalas provokasi tersebut. Ia pun meminta militer bersiap menghadapi provokasi tambahan dan tingkat tinggi dari Korut.
“Presiden Yoon Suk-yeol menekankan bahwa provokasi Korsel hari ini secara efektif merupakan pelanggaran wilayah kita oleh rudal yang melintasi NLL untuk pertama kalinya sejak pembagian (semenanjung Korea),” kata Kantor Yoon, dalam siaran pers usai pertemuan darurat, seperti dilansir Yonhap, Kantor Berita Korsel, kemarin.
Menanggapi rudal tersebut, Korsel pun mengeluarkan peringatan serangan udara dan imbauan evakuasi terhadap warga sekitar. Korsel juga meluncurkan tiga rudal balasan sebagai bentuk protes. Salah satunya adalah AGM-84H/K SLAM-ER, sebuah senjata presisi “stand-off” buatan AS yang dapat meluncur hingga 270 kilometer dengan 360 kilogram hulu ledak.
Direktur Operasi Kepala Staf Gabungan Korsel Kang Shin-chul mengatakan, serangan balasan itu lantaran peluncuran rudal Korsel sangat tidak biasa dan tidak dapat diterima, karena jatuh di dekat perairan teritorial Korsel untuk pertama kalinya sejak semenanjung itu dibagi.
Peluncuran rudal-rudal terbaru Korut ini terjadi saat Korsel dan AS melakukan latihan udara bersama yang melibatkan lebih dari 240 pesawat, termasuk jet siluman canggih, untuk meningkatkan pencegahan terhadap Korut. Latihan bernama “Vigilant Storm” (Badai Kewaspadaan) itu melibatkan ratusan jet tempur dari kedua pihak yang melakukan simulasi serangan udara 24 jam sehari.
Korut mengutuk latihan militer gabungan tersebut dengan menyebutnya latihan untuk invasi. Pyongyang menuntut agar AS dan Korsel menghentikan latihan militer besar-besaran itu.
Di Tanah Air, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengaku terus mengikuti perkembangan di semenanjung Korea. Kara dia, Kementerian Pertahanan (Kemhan) tengah menyiapkan sejumlah langkah sebagai bentuk kewaspadaan terhadap serangan rudal Korut.
“Ya, kita berharap tentunya tidak terjadi (perang). Kita sedang mengadakan langkah-langkah untuk waspada,” kata Prabowo, di sela pembukaan Indo Defence 2022 Expo & Forum, di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, kemarin.
Prabowo menegaskan, posisi politik Indonesia di kancah internasional tetap memegang teguh prinsip bebas aktif. Indonesia selalu menempatkan diri sebagai mediator dalam konflik internasional. Indonesia berperan sebagai juru damai dan tidak memihak pihak mana pun.
“Kita tidak berpihak. Kita non-blok. Kita bersahabat dengan semua negara,” ujar Ketua Umum Partai Gerindra ini.
Lalu apa yang harus dilakukan Indonesia? Anggota Komisi I DPR Dave Laksono mengatakan, Indonesia harus terus memantau perkembangan di semenanjung Korea sembari menyuarakan perdamaian. Politisi Golkar ini mengatakan, saat ini dunia memasuki berbagai macam permasalahan. Eskalasi ketegangan di semenanjung Korea bisa memperburuk situasi.
“Indonesia dapat memanfaatkan posisi kita di berbagai macam forum internasional untuk membantu meredakan situasi,” kata Dave, kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.(RM.ID)
Tinggalkan Balasan