Cilegon Darurat Pelecehan Seksual 

CILEGON, BANPOS-Cilegon dapat dinyatakan darurat pelecehan seksual, hal ini terlihat dari nyaris setiap bulannya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Cilegon menerima dua berkas kasus pelecehan seksual. Terhitung sejak Januari hingga Juli 2022 telah terdapat sebanyak 12 kasus.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Cilegon Ineke Indraswati mengatakan kasus pelecehan seksual didominasi pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur.

“12 kasus pelecehan seksual itu terjadi sejak periode Januari hingga Juli 2022. Rata-rata kasus kekerasan itu melibatkan anak sebagai pelaku maupun korban dan korban pelecehan seksual tidak hanya perempuan saja namun ada pula dari kalangan laki-laki yang usianya mulai dari 5 hingga 15 tahun,” kata Ineke kepada awak media saat ditemui di kantornya.

Ineke mengaku prihatin terhadap kasus pelecehan seksual yang banyak menimpa anak di bawah umur di Cilegon. Maka dari itu, Ineke mengaku serius akan meningkatkan upaya pencegahan dengan beberapa pihak terkait seperti Dinas Pendidikan dan DP3AP2KB Kota Cilegon. Serta  akan meningkatkan kembali sosialisasi terkait proses hukum kasus pelecehan seksual tersebut.

“Kami (Kejari Cilegon) telah melakukan koordinasi dengan beberapa pihak. Seperti Dinas Pendidikan dan DP3AP2KB Cilegon sebagai upaya pencegahannya. Selain itu juga kami akan meningkatkan sosialisasi terkait proses hukum kasus pelecehan seksual tersebut,” ucap Ineke.

Selain itu, pihaknya tak tanggung-tanggung mengajukan hukuman maksimal terhadap pelaku pelecehan seksual terhadap anak. Ada diantara kasus yang ditangani Kejari Cilegon, pelaku harus menjalani hukuman penjara selama 14 tahun.

Di tempat yang sama, Kasi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Cilegon, Ikbal Hadjarati menambahkan, selain karena faktor minimnya pengawasan dari orang tua. Faktor perkembangan teknologi seperti gawai juga menjadi penyebab meningkatnya kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur di Cilegon.

“Banyak faktor yang membuat terjadinya kasus pelecehan seksual itu, selain faktor lingkungan dan minimnya pengawasan orang tua. Faktor gadget juga sangat berpengaruh karena selama masa pandemi terjadi anak lebih banyak melihat media sosial di gadget tersebut,” ujarnya.

Maka dari itu, Ikbal mengaku akan gencar memberikan pemahaman hukum terhadap anak di bawah umur melalui sosialisasi ke sekolah-sekolah yang ada di Cilegon. Dengan demikian, diharapkan anak-anak akan berani membuat laporan apabila mendapatkan perbuatan yang tidak menyenangkan dari orang-orang yang tinggal disekitarnya.

“Makanya perlu sosialisasi hukum kepada anak-anak. Agar mereka tau kalau kalau korban pelecehan seksual itu dilindungi oleh hukum dan jangan takut untuk membuat laporan apabila menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh warga sekitar,” tandasnya.

Terpisah, Kepala UPTD PPA Cilegon Masita saat dikonfirmasi melalui telepon seluler hanya menjawab singkat, dirinya mengaku sedang ada praktik.

“Sampai bulan Oktober itu 37 kasus kekerasan seks anak, yang kami tangani. (Semua) 18 tahun kebawah,” singkatnya.(LUK/PBN)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *