JAKARTA, BANPOS – Duta Arsip Nasional Republik Indonesia Rieke Diah Pitaloka menyampaikan gagasan-gagasan besar yang selalu diperjuangkan Presiden Soekarno, di Konferensi Bandung-Belgrade-Havana In Global History and Perspective, di Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Jakarta, Senin (7/11).
Dalam acara bertajuk, “What Dreams, What Challenges, What Projects for a Global Future?” itu, Rieke menegaskan, Presiden Soekarno selalu mengedepankan misi perdamaian dan keadilan dalam perjalanan politiknya.
Karenanya, Konferensi Bandung-Belgrade-Havana In Global History and Perspective ini, memiliki keterkaitan dengan Konferensi Asia Afrika.
Dikatakan, Konferensi Bandung-Belgrade-Havana ini merupakan kesempatan berharga sekaligus kehormatan baginya berbicara di hadapan perwakilan dari Perancis, India, China, Kanada, Brazil, Uruguay, Kanada, Burkina Faso, dan Serbia.
“Salam hormat kepada para peserta sejarawan, budayawan, akademisi, para perwakilan pemimpin lembaga negara, kepala daerah, dan organisasi masyarakat, organisasi politik, dan rekan-rekan media. Salam persaudaraan untuk seluruh peserta yang hadir secara langsung maupun online, yang berasal dari 42 negara dari benua Asia, Afrika, Amerika, Australian dan Eropa,” papar Rieke mengawali pidatonya.
Lebih lanjut, ia mengatakan, konfrensi tersebut masih berhubungan dengan Konferensi Asia Afrika (KAA). Sejarah mencatat, lanjut dia, Konferensi Asia Afrika Tahun 1955 diikuti oleh 200 delegasi, yang berasal dari 29 negara, menghasilkan sebuah komunike akhir, yakni Dasa Sila Bandung, yang sangat inspiratif dan menjadi tonggak sejarah dunia.
Sepuluh tahun setelah konferensi tersebut berlangsung, terdapat 41 negara di Asia dan Afrika mendeklarasikan kemerdekaannya.
“Sekarang negara Asia Afrika telah merdeka. Tapi, ada satu hutang sejarah kemerdekaan yang harus diperjuangkan, yaitu kemerdekaan Palestina. Secara pribadi dalam kesempatan ini saya pun menyatakan sikap terus berjuang bagi kemerdekaan Palestina!” tegas dia.
Dalam kesempatan itu, ia juga mengaku mendapat petunjuk penting dalam arsip berusia 61 tahun. Tepatnya arsip Pidato Bung Karno pada saat kembali dari Beograd, 21 September 1961.
Dalam arsip tersebut Bung Karno mengatakan, Konferensi Beograd merupakan konferensi dari negara-negara yang menyatakan dirinya ‘Non-Blok’.
Negara-negara yang tidak terikat pada dua blok besar kekuasaan politik abad-20, yaitu Amerika dan Uni Soviet.
“Kita semuanya adalah committed. Committed pada apa? Committed kepada perjuangan mengejar perdamaian, committed pada perjuangan menghancurkan imperialis dan kolonialisme, committed kepada perjuangan untuk memberikan kehidupan yang bahagia kepada rakyat kita masing-masing,” tutur Rieke menirukan Pidato Bung Karno.
Namun, sambung dia, pola relasi internasional yang terjadi saat ini justru menjadikan dunia dalam situasi Volatile, Uncertain, Complex, dan Ambiguous (VUCA). Menurutnya, kenyataan itu disahihkan oleh Bank Dunia yang menyatakan dibutuhkannya “ethics in action” dalam ekonomi politik internasional, dan World Economic Forum menyatakan dunia berhadapan dengan polarisasi sosial.
“Bagi saya, situasi ini mengindikasikan tingginya tingkat ketimpangan pendapatan dan ketidakadilan sosial di panggung global. Situasi ini jugu menandakan lahirnya New Cold War, ‘Perang Dingin Baru’, yang bermuatan perang dagang, perang keuangan, perang Information Communication Technology (ICT War),” cetus Rieke.
Karenanya, lanjut dia, semangat Konferensi Asia Afrika 1955, semangat KTT Non-Blok di Beograd 1961, tetap relevan, aktual, dan vital. Ia pun memahami mengapa Bung Karno menggagas tentang Revolution of Mankind, Revolusi Kemanusiaan yang tidak terjebak pada istilah perang atau damai, dalam Konferensi di Beograd.
“Semangat Bandung-Beograd-Havana yang tersimpan dalam arsip bukan dongeng tentang cita-cita para pendahulu kita. Arsip tersebut adalah petunjuk perjalanan ke masa depan bagi bangsa-bangsa. Arsip itu merupakan petunjuk untuk membebaskan dunia dari ketertindasan, kebodohan, kemiskinan, ketimpangan, dan kehinaan,” tegas dia.(RM.ID)
Tinggalkan Balasan