JAKARTA, BANPOS – Pemerintah diminta mencari formulasi tepat untuk menghitung biaya yang dikeluarkan para jemaah haji untuk tahun pemberangkatan 2023. Agar, para jemaah tidak terbebani mengingat kemungkinan besar situasi perekonomian global makin sulit.
Anggota Komisi VIII DPR M Husni mengatakan, besaran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1443 H/2022 Masehi berdasarkan kurs rupiah terhadap dolar AS kurang lebih mencapai Rp 14.350. Sementara nilai rupiah saat ini terus menga¬lami pelemahan hingga sebesar Rp 15.700.
“Itu melonjaknya pesat sekali,” kata Husni dalam ra¬pat kerja Komisi VIII bersa¬ma Kementerian Agama, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Kesehatan di Gedung Parlemen, Jakarta, ke¬marin.
Husni bilang, BPIH yang ditetapkan saat itu sebesar Rp 81,7 juta lebih. Sementara biaya perjalanan ibadah haji (bipih) yang harus dikeluarkan para jemaah sebesar Rp 39,8 juta juta lebih. Dengan situasi perekonomian yang diprediksi makin sulit di tahun depan, biaya tersebut tentu sudah tidak rasional.
“Tahun 2023 itu diprediksi menjadi tahun krisis ekonomi dunia yang katanya ada 60 negara mengalami kebangkru¬tan. Tentunya harga minyak, makanan, jadi naik pesat sekali sehingga ke depan angka 39 juta yang dikeluarkan jemaah itu sudah tidak rasional lagi,” jelasnya.
Husni menuturkan, besaran angka BPIH yang ditetapkan tahun ini sebenarnya terbantu dari komponen nilai manfaat yang diperoleh akibat tidak ter¬laksananya ibadah haji selama dua tahun. Dana tersebut berasal dari rekening virtual account para jemaah haji yang jumlahnya sangat signifikan.
“Tapi kalau tahun 2023 lancar mungkin virtual account-nya sudah tidak ada. Sementara dana manfaat ini kan tidak mungkin mengambil lebih dari 50 persen karena berbahaya. Bisa-bisa nanti 40 tahun nanti kita tidak memberangkatkan jemaah lagi,” ujarnya.
Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily menyoroti saldo akhir biaya pelaksanaan ibadah haji tahun ini yang menca¬pai Rp 546 milar lebih. Sisa saldo ini terbilang sangat be¬sar. Apalagi, Pemerintah sibuk mencari kekurangan dana untuk menutupi biaya masyair yang cukup tinggi.
“Tapi setelah efisiensi ternyata cukup besar sisanya (saldo akhirnya, red),” katanya.
Politisi Golkar ini menilai, ada dua kemungkinan penyebab saldo akhir ini menjadi sangat besar. Pertama, keberhasilan Kementerian Agama dalam melakukan efisiensi. Atau kedua, perencanaan yang kurang baik sehingga saldonya cukup besar.
Karena itu, dia usul agar di¬lakukan pendalaman khusus terkait biaya haji ini pada ti¬tik mana saja kemudian terjadi efisiensi. Apalagi biasanya saldo akhir untuk penyelenggaraan ibadah haji dengan situasi nor¬mal yang memberangkatkan full kuota haji saja mencapai Rp 200-an miliar.
“Ini harus jadi pelajaran karena kita kan setiap tahun ada pembahasan anggaran walaupun uangnya tidak ke mana-mana tapi jangan sampai mengambil nilai manfaat (dana haji) yang cukup besar. Sementara proses perencanaannya tidak dilakukan dengan baik,” ujarnya.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas melaporkan keuangan pelaksanaan haji tahun 2022. Realisasi pengeluaran opera¬sional penyelenggaraan ibadah haji terdiri dari BPIH sebesar Rp 3,5 triliun atau 93 persen dari anggaran sebesar Rp 3,7 triliun. Sementara realisasi dari nilai manfaat dan efisiensi sebe¬sar Rp 5,07 triliun, atau 94,07 persen dari anggaran sebesar 5,3 triliun.
Realisasi dana tersebut untuk 92.669 jemaah haji. Adapun total penerimaan dana haji dari Januari sampai 31 agustus 2022 sebesar Rp 9,1 triliun. Penerimaan dana ini terdiri dari biaya Bipih sebe¬sar Rp 3,7 triliun, dan peneri-maan nilai manfaat sebesar Rp 6,9 triliun.
Adapun pengeluaran dana haji hingga 31 Agustus sebesar Rp 8,7 triliun. Pengeluaran tersebut berasal dari dana bipih Rp 3,5 triliun dan nilai manfaat Rp 5,07 triliun, dan lainnya mencapai Rp 105 miliar lebih.
“Jumlah saldo akhir sebesar Rp 546 miliar lebih,” jelasnya.(RM.ID)
Tinggalkan Balasan