INDONESIA, BANPOS – Hingga September 2022, industri financial technology (fintech) berhasil mencatatkan agregat penyaluran pendanaan mencapai Rp 455 triliun yang disalurkan oleh 960.396 pemberi pinjaman atau lender kepada 90,21 juta penerima pinjaman.
“Ini adalah bukti nyata kontribusi fintech lending dalam memeratakan inklusi keuangan di Indonesia,” ucap Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama (AFPI) Adrian Gunadi dalam Konferensi Pers 4th Indonesia Fintech Summit (IFS) dan Bulan Fintech Nasional (BFN) 2022 secara virtual, Senin (7/11).
Berdasarkan laporan e-Conomy SEA 2022 dari Google, Temasek, Bain & Company, ekonomi digital Indonesia diperkirakan tumbuh hingga 130 miliar dolar AS (Rp) pada 2025, salah satunya dipengaruhi oleh adopsi layanan keuangan digital.
Dengan pergerakan yang menunjukkan peningkatan signifikan, layanan keuangan digital (fintech) dipercaya mampu mendorong akselerasi pemulihan ekonomi pasca pandemi. Untuk itu, dirinya sangat menyambut antusias IFS dan BFN. Adrian berharap, IFS dan BFN kali ini bisa menghasilkan gagasan-gagasan signifikan, khususnya untuk mengoptimalkan potensi industri fintech yang berasal dari kebutuhan riil masyarakat.
Ia mencontohkan, lahirnya industri fintech lending yang didorong tingginya credit gap di Indonesia, yakni mencapai Rp 1.650 triliun per 2018, khususnya di kalangan masyarakat unbanked dan underserved. Kehadiran fintech lending diharapkan bisa menjadi salah satu solusi dari masalah ini.
“Industri fintech lending terbukti dapat memberikan kemudahan layanan finansial di tengah masih banyaknya masyarakat Indonesia masih masuk ke dalam kategori unbanked,” kata Adrian.
Kepala Grup Inovasi Keuangan Digital Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Triyono menyampaikan, penguatan sektor keuangan digital ini dapat dilihat dari segi sisi supply dan demand.
Di sisi supply, saat ini OJK berkolaborasi dengan seluruh elemen ekosistem keuangan digital tengah mempersiapkan infrastruktur seperti e-KYC, tanda tangan elektronik, dan digital ID serta perangkat keamanan siber yang diyakini mampu meningkatkan tata kelola dan tingkat keamanan dalam bertransaksi melalui layanan dan produk keuangan digital.
Di sisi demand, masyarakat juga harus disiapkan dengan literasi keuangan digital yang memadai sehingga paham akan risiko-risiko dalam bertransaksi melalui produk dan layanan keuangan digital. “Saya kira peran asosiasi juga cukup sentral di kedua sisi,” tegasnya.(RM.ID)
Tinggalkan Balasan