Kominfo Gaet Masyarakat Dan Akademisi Palu Sosialisasikan RUU KUHP

PALU, BANPOS – Perwujudan negara hukum yang berlandaskan Pancasila memerlukan sistem hukum nasional yang harmonis, sinergis, komprehensif, dan dinamis melalui upaya pembangunan hukum. Salah satu proses yang sedang dilakukan oleh Pemerintah adalah revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP).

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Informasi dan Komunikasi Politik Hukum dan Keamanan Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Kominfo, Bambang Gunawan, pada sambutannya di acara Sosialisasi RUU KUHP, di Palu, Selasa (15/11).

“Upaya pemerintah merevisi dan menyusun sistem rekodifikasi hukum pidana nasional yang bertujuan untuk menggantikan KUHP lama sebagai produk hukum pemerintahan zaman kolonial Hindia Belanda perlu segera dilakukan, sehingga sesuai dengan dinamika masyarakat,” jelasnya.

RUU KUHP sendiri telah dimulai rancangannya sejak tahun 1970 oleh Pemerintah. Penyusunan RUU KUHP juga telah melalui berbagai diskusi dan sosialisasi yang melibatkan berbagai pihak termasuk masyarakat.

Beberapa kegiatan sosialisasi RUU KUHP diungkapkan Bambang antara lain Kick Off Dialog Publik RKUHP, dan dialog publik di 11 kota di Indonesia, yang diselenggarakan untuk menyebarkan informasi perkembangan terkini draft RUU KUHP, sekaligus membuka ruang dialog, serta menghimpun masukan dari seluruh elemen masyarakat.

“Sosialisasi akan kembali dilanjutkan untuk menyampaikan narasi-narasi terkait RUU KUHP, yang mudah dicerna oleh masyarakat,” kata Bambang.

Ia berharap, acara Sosialisasi RUU KUHP ini dapat menjadi sarana sosialisasi pembahasan terkait penyesuaian RUU KUHP kepada elemen-elemen publik secara luas. “Semoga acara ini membawa manfaat yang besar dan positif bagi kita, masyarakat, dan negara. Mari kita dukung KUHP buatan Bangsa Indonesia,” tutupnya.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Tadulako, Sulbadana melihat, dari perjalanan dalam upaya untuk mewujudkan KUHP yang sesuai dengan jiwa Bangsa Indonesia yang berlandaskan Pancasila memakan waktu yang tidak sebentar, yaitu hampir 60 tahun lamanya.

Menurutnya, penyusunan peraturan perundang-undangan bukanlah sesuatu hal yang mudah. Namun, ia khawatir jika terlalu lama dalam satu perdebatan untuk menghasilkan suatu perundang-undangan yang baik, bahkan hingga lebih dari 50 tahun, akan memberi kesan yang tidak baik terhadap kemampuan intelektualitas para ahli hukum, khususnya ahli hukum pidana.

Guru Besar Universitas Negeri Semarang, R. Benny Riyanto mengatakan, KUHP yang berlaku di Indonesia saat ini adalah warisan kolonial Belanda yaitu Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie (WvS) yang sudah dinaturalisasi menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

“Walaupun sudah dinaturalisasi, karena itu merupakan produk kolonial Belanda, pasti belum mendasarkan pada nilai-nilai budaya bangsa, apalagi terkait dengan perlindungan dasar falsafah negara kita Pancasila,” ungkapnya.

Lektor Kepala Bagian Hukum Acara, Fakultas Hukum Universitas Tadulako, Abdul Wahid mengatakan, RKUHP tidak menghilangkan atau mengurangi berlakunya hukum adat yang tidak tertulis di dalam Undang-Undang atau hukum yang hidup di dalam masyarakat (living law), sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat 2 RKUHP.

Menurutnya, untuk memberikan dasar hukum mengenai berlakunya hukum pidana adat, perlu ditegaskan dan dikompilasi oleh pemerintah yang memuat mengenai hukum yang dikualifikasi sebagai tindak pidana adat, yang berasal dari Peraturan Daerah masing-masing tempat berlakunya hukum adat tersebut.

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro, Pujiyono mengatakan, hingga saat ini, sudah ada lima tindak pidana yang sudah dikeluarkan dari RKUHP, dari 14 isu krusial yang menjadi alasan tertundanya Sidang Paripurna pada 2019 lalu. Pujiyono juga mengatakan bahwa pada saat dulu RKUHP dibuat memiliki misi tunggal yaitu dekolonisasi, tetapi kemudian berkembang menjadi demokratisasi, konsolidasi, adaptasi, dan harmonisasi.

“Ketika berbicara pembaharuan KUHP, pada hakikatnya bukan pembaharuan norma, tetapi pembaharuan sistem nilai, atau pembaharuan ide dasar. Karena KUHP yang kita miliki saat ini sebetulnya berdasarkan pada ide dasar individualis liberal yang bertentangan dengan konsep ide dasar kita yaitu monodualistik,” jelasnya.(RM.ID)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *