Ungkit Soal HAM Di Qatar, Presiden FIFA Sebut Negara Barat Munafik

QATAR, BANPOS – Presiden FIFA Gianni Infantino menuding Barat telah bersikap munafik dalam laporannya tentang catatan hak asasi manusia (HAM) Qatar, menjelang Piala Dunia yang akan kick off pada Minggu (20/11) besok.

Tuan rumah Qatar memulai turnamen melawan Ekuador di Stadion Al Bayt, pada Minggu (20/11) pukul 4 sore waktu setempat.

Dalam konferensi pers di Doha, Infantino berbicara selama hampir satu jam. Dia membela Qatar dan turnamen dengan penuh semangat.

Asal tahu saja, event Piala Dunia 2022 dibayangi oleh aneka isu HAM di Qatar. Termasuk, kematian pekerja migran dan perlakuan terhadap kaum LGBT.

Alih-alih fokus pada masalah pekerja migran di Qatar, kata Infantino, negara-negara Eropa mestinya meminta maaf atas tindakan bangsanya, yang tercatat dalam sejarah.

“Hari ini saya memiliki perasaan yang kuat. Hari ini saya merasa sebagai warga Qatar, saya merasa jadi orang Arab, saya merasa orang Afrika, saya merasa jadi kaum gay, saya merasa cacat, saya merasa pekerja migran,” ujar Infantino dalam konferensi pers, seperti dikutip BBC, Sabtu (19/11).

Pada Februari 2021, Guardian menyebut, 6.500 pekerja migran dari India, Pakistan, Nepal, Bangladesh, dan Sri Lanka telah meninggal di Qatar, sejak negara tersebut memenangkan tawaran Piala Dunia.

Angka ini dipublikasikan, berdasarkan angka yang diberikan oleh kedutaan negara asal imigran tersebut, di Qatar.

Namun, pemerintah Qatar mengatakan jumlah itu menyesatkan. Karena tidak semua kematian yang tercatat adalah orang yang bekerja di proyek terkait Piala Dunia.

Dalam catatan pemerintah Qatar, hanya ada 37 kematian pekerja dalam periode konstruksi stadion Piala Dunia antara tahun 2014 dan 2020. Dan cuma tiga kasus kematian, yang terkait pekerjaan.

Namun, Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) menilai, angka yang dilansir Qatar terlalu rendah.

“Kami banyak menerima pelajaran dari orang Eropa dan dunia Barat. Apalagi, saya juga orang Eropa. Atas apa yang telah kami lakukan selama 3.000 tahun di seluruh dunia, kami harus meminta maaf selama 3.000 tahun ke depan, sebelum memberikan pelajaran moral,” papar pria kelahiran Swiss ini.

Menurutnya, jika Eropa benar-benar peduli dengan nasib orang-orang itu, mereka dapat membuat jalur hukum, seperti yang dilakukan Qatar.

Pekerja migran mestinya juga bisa datang ke Eropa untuk bekerja. Beri mereka masa depan, harapan.

“Saya kesulitan memahami kritik. Kita harus berinvestasi dalam membantu orang-orang ini. Dalam pendidikan, dan memberi mereka masa depan yang lebih baik, serta lebih banyak harapan. Kita semua harus mendidik diri kita sendirim Banyak hal yang tidak sempurna. Reformasi dan perubahan membutuhkan waktu,” tutur Infantino yang belum lama ini ke Jakarta, atas undangan Presiden Jokowi, untuk mentransformasi PSSI.

Baginya, pelajaran moral sepihak ini hanyalah kemunafikan. Dia bertanya-tanya, mengapa tidak ada yang mengakui kemajuan yang dibuat Qatar, sejak 2016.

Infantino meyakini, menerima kritik atas keputusan yang dibuat 12 tahun lalu, bukan persoalan gampang. Namun, Qatar siap menjadi Piala Dunia tahun ini, sebagai yang terbaik yang pernah ada.

“Saya tidak harus membela Qatar. Mereka bisa membela diri. Saya membela sepak bola. Qatar telah membuat kemajuan. Saya pun merasakan banyak hal lainnya,” tegas Infantino.

“Tentu saja saya bukan orang Qatar, Arab, Afrika, gay, cacat, atau pekerja migran. Tapi saya merasa seperti mereka. Marena saya tahu apa artinya didiskriminasi, dan diintimidasi sebagai orang asing di negara asing,” imbuhnya.

Saat ini, Qatar berada di bawah tekanan untuk membangun pusat pekerja migran.

Terkait hal tersebut, Infantino mengumumkan “kantor khusus dan permanen” di Doha, menyusul diskusi dengan pemerintah Qatar dan ILO.

Dia juga menegaskan, setiap pekerja yang mengalami kecelakaan akan menerima kompensasi secara hukum.

“Tergantung besarannya. Jumlahnya bisa mencapai beberapa tahun gajinya,” tandas Infantino.(RM.ID)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *