Sebagai kelompok rentan dan harus dilindungi, kondisi bayi di Banten ternyata sangat memprihatinkan. Bayi yang masih belum dapat melindungi dirinya sendiri ini ternyata harus berhadapan dengan rendahnya pemahaman dan kesadaran dari orang tua maupun lingkungan sekitar. Mulai dari tidak terpenuhi gizi, dibuangnya bayi yang tidak berdosa oleh orang tuanya, hingga tewas. Terhitung, Puluhan bayi sepanjang tahun 2022 dibuang di wilayah Provinsi Banten. Diduga bayi tak berdosa tersebut ditelantarkan oleh pasangan diluar nikah.
Kabupaten Serang menjadi lokasi yang paling sering digunakan para orang tua biadab itu untuk membuang bayi tersebut. Dalam pekan ini saja, tercatat sudah ada dua kejadian pembuangan bayi di Kabupaten Serang.
Dalam catatan Komnas Perlindungan Anak (KPA) Provinsi Banten, sepanjang tahun 2022 ada 20 kasus bayi dibuang di wilayah Provinsi Banten, 11 di antaranya meninggal dunia sementara 9 lainnya masih hidup. Dari 20 kasus tersebut, 1 bayi ditemukan di Kota Serang, 7 bayi di Kabupaten Serang, 6 bayi di Kota Tangerang, 3 bayi di Kota Tangsel, 1 bayi di Pandeglang, dan 2 di Lebak.
“Untuk kasus bayi meninggal terjadi di Kota Serang, Kota Tangerang, dan Kabupaten Tangerang,” ujar Ketua KPA Provinsi Banten Hendry Gunawan, kepada wartawan,Kamis (8/12).
Dari data yang dicatat oleh KPA Provinsi Banten, 7 bayi berjenis kelamin laki-laki, 10 bayi berjenis kelamin perempuan, dan 3 sisanya tidak bisa lagi teridentifikasi jenis kelaminnya karena sebagian tubuh sudah rusak, baru ditemukan setelah dua hari berada di saluran irigasi dan satu lagi dalam tumpukan sampah.
“Dari beberapa kasus yang didampingi langsung oleh Komnas Perlindungan Anak Provinsi Banten, ini terjadi lantaran orang tua atau ibu si bayi yang masih berusia anak-anak dan remaja malu atas kelahiran bayi tersebut. Kelahiran yang tidak direncanakan disebabkan oleh hubungan di luar nikah, akibat pergaulan bebas dan luput dari pengawasan orang tua,” ungkap Hendry.
Orang tua tentu punya peran penting dan utama dalam memutus mata rantai kekerasan yang terjadi, anak-anak perlu diberikan tanggung jawab dan kepercayaan dalam memutuskan pertemanan dan pergaulan sosial, namun perlu juga dicontohkan langsung oleh orang tua dari sisi positif.
“Karena circle pertemanan berpengaruh besar terhadap perkembangan sosial-emosional remaja,” terang Hendry.
Ia menegaskan, kejadian-kejadian yang memprihatinkan ini perlu menjadi perhatian dari semua stakeholder. Menurutnya, dalam pasal 72 Undang-undang Perlindungan Anak ayat 1 disebutkan bahwa Masyarakat berperan serta dalam Perlindungan Anak, baik secara perorangan maupun kelompok.
“Jadi sudah saatnya masyarakat saling bahu-membahu, bekerja sama untuk bisa bergerak menyuarakan perlindungan anak. Saat orang dewasa hadir mendampingi anak-anak dalam pergaulan secara positif, bisa dipastikan anak-anak akan mengarah ke pergaulan yang positif. Saat ada kesalahan, orang dewasa bisa ikut menegur dan mengingatkan, tidak kemudian acuh tak acuh saat ada permasalahan anak di sekitar yang terjadi,” tegasnya.
Ia berharap, kejadian pembuangan bayi ini tidak lagi terjadi di masa yang akan datang dan perlu dicegah kejadian serupa dengan hadirnya orang tua, masyarakat, pemerintah, dan seluruh stakeholder yang ada untuk mendampingi anak-anak yang menjadi korban serta terus menyuarakan tentang pentingnya peran keluarga dan orang tua dalam tumbuh kembang anak.
Sementara itu, dua bayi yang ditelantarkan atau ditemukan di lokasi yang berbeda, di Kecamatan Kibin dan Cinangka pada sepekan ini tengah ditangani kasusnya oleh kepolisian, dua bayi yang ditemukan sejak awal dirawat oleh fasilitas kesehatan milik Pemkab Serang.
“Alhamdulillah, dua bayi yang ditemukan, baik di Kecamatan Cinangka maupun Kibin, saat ini dalam kondisi sehat. Sejak kejadian ditemukan, satu bayi dirawat oleh Puskesmas Cinangka, dan satu bayi lagi dirawat di Rumah Sakit Dr Dradjat Prawiranegara atau RSDP. Kami mendapat perintah dan atensi langsung dari Ibu Bupati untuk merawat kedua bayi dengan baik,” ungkap Kepala Dinas Sosial Kabupaten Serang Subur Priatno dalam keterangan tertulis, Rabu (7/12).
Menurut informasi yang dihimpun, bayi di Kecamatan Kibin ditemukan oleh warga Bernama Edi Susanto di sekitar lingkungan rumahnya Perum Bumi Nagara Lestari, Desa Nagara, Senin (5/12), sekira pukul 5.30 WIB. Bayi ditemukan tanpa sehelai pakaian pun berjenis kelamin perempuan.
Sementara bayi di Kecamatan Cinangka ditemukan pada Minggu (4/12), sekira pukul 21.30 WIB oleh warga bernama Suhada, di Kampung Tancang, Desa Bulakan. Bayi dibungkus tas dan ditemukan di depan warung berjenis kelamin laki-laki.
“Saat ini kedua bayi masih dalam perawatan bersama pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Serang, serta kasusnya masih dalam proses penyelidikan aparat kepolisian. Sementara masih dalam pengasuhan kami bersama pihak puskesmas di Puskesmas Cinangka, dan RSDP untuk bayi dari Kibin. Saat ini, kami masih menunggu hasil penyelidikan kepolisian,” ujar Subur.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Kesehatan Heni Wihani membenarkan kedua bayi masih dalam perawatan. “Untuk bayi di Cinangka, dirawat dengan baik oleh para bidan dengan penuh kasih sayang. Alhamdulillah dalam kondisi sehat. Untuk yang dari Kecamatan Kibin, pihak rumah sakit juga maksimal memberikan perawatan,” ujarnya.
Selain masalah pembuangan, bayi di Kota Serang justru dihadapkan dengan minimnya asupan gizi sehingga menderita gizi buruk. Sebelumnya diberitakan seorang balita Seorang balita di Kelurahan Kasunyatan, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, diduga mengalami gizi buruk. Pasalnya, di usia yang sudah menginjak 2,5 tahun itu, berat badan Juliyadi jauh berbeda dengan berat rata-rata balita seusianya.
Berdasarkan pantauan BANPOS, balita yang tinggal di Kampung Kebon Kelapa II RT 02 RW 01 itu memiliki perawakan lebih kecil dari balita seusianya. Tangan dan kaki Juliyadi tampak seperti bayi yang masih berusia di bawah satu tahun dengan mata yang sayu.
Setelah diberitakan, permasalahan ini mendapatkan atensi dari sejumlah pihak. Hal itu juga berdampak pada penilaian kinerja Kader Kesehatan yang tengah melakukan penanganan terhadap balita bernama Juliyadi.
Disebutkan usai meluasnya informasi gizi buruk yang dialami oleh Juliyadi, terdapat warga yang juga tinggal di Kelurahan yang sama, menyebut kader kesehatan di Kampung Kebon Kelapa II RT 02 RW 01 itu lalai. Tak hanya itu, kinerja yang dilakukan oleh para Kader Kesehatan itupun dikomentari berbagai hal, hingga akhirnya Ketua LPA Kota Serang, Aulia Esa Rahman, turut angkat bicara.
Menurut Esa, dirinya juga mendapatkan informasi melalui pesan singkat berupa link pemberitaan yang terkesan menyalahkan kader dan pemerintah setempat. Ia kemudian melakukan koordinasi dengan Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) dan Kader kesehatan setempat untuk mengidentifikasi keadaan dan kronologis kondisi balita usia 2,5 tahun itu.
“Berbekal dua informasi awal, baik dari pemberitaan maupun dari lapangan, saya bertemu dengan Kader Kesehatan yang didampingi Ketua RT serta bertemu anak yang mengalami gizi buruk tersebut,” ungkapnya, Kamis (8/12).
Menurutnya, kondisi yang dialami Juliyadi merupakan kondisi yang terjadi secara berkelanjutan di keluarganya, karena sudah ada kejadian serupa yang dialami sang kakak dan juga pamannya saat balita. Pengalaman tersebut, kata dia, dapat terjadi sebagai dampak dari dokumen kependudukan yang tidak dimiliki dan sejumlah keterbatasan.
“Kondisi ini terjadi salah satunya karena dampak tidak adanya Adminduk dan keterbatasan pengetahuan akan pentingnya kesehatan anak. Kemudian keterbatasan ekonomi keluarga, serta keterbatasan informasi akan layanan pemerintah yang dapat diakses masyarakat, terutama terkait layanan kesehatan dimana masih ada ketakutan mengenai biaya yang harus ditanggung,” jelasnya.
Dari informasi yang didapat olehnya, patut disyukuri bahwa Juliyadi memang sudah mendapatkan intervensi pemerintah melalui program pengentasan gizi buruk dari Kelurahan Kasunyatan, Puskesmas Kasemen, serta pihak lain yang difasilitasi pelaksanaannya melalui Kader Kesehatan. Selain itu, dokumen kependudukan sedang dalam proses penerbitan melalui kantor kelurahan, guna memudahkan persyaratan bagi Juliyadi apabila akan mengakses layanan umum yang dibutuhkan.
Esa menilai, upaya tersebut membutuhkan waktu yang tidak sebentar dan perubahan yang dialami Juliyadi belum konsisten ke arah yang lebih baik. Hal tersebut perlu dievaluasi bersama mengenai kedisiplinan dan ketekunan pengasuh, dalam hal ini adalah sang nenek, untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, serta memperhatikan kesehatan Juliyadi.
“Mengingat anak dan balita di keluarga tersebut yang membutuhkan nutrisi tidak hanya Juliyadi dengan berbagai keterbatasan yang dimiliki keluarganya. Sehingga, solusi yang dihasilkan dapat berdampak bagi Juliyadi sendiri maupun menumbuhkan keberdayaan keluarga untuk menjamin pemenuhan hak dasar setiap anak di keluarga tersebut,” terangnya.
Saat berkunjung ke rumah Rasmah, nenek Juliyadi, Esa juga menyampaikan edukasi pentingnya kesehatan anak dan juga menghilangkan ketakutan apabila akan mengakses layanan kesehatan yang ada. Apabila ada hambatan, kata dia, dapat berkonsultasi ke Ketua RT dan Kader Kesehatan yang telah gigih mendampingi sasarannya.
“Kami berharap dimanapun kita berada, jika menemukan kejadian seperti ini jadilah pelopor dan pelapor. Pelopor pemenuhan dan perlindungan hak anak sesuai kemampuan dan sumber daya yang dimiliki, serta pelapor jika ada potensi pelanggaran terhadap pemenuhan dan perlindungan hak anak, semuanya harus kita lakukan demi menyiapkan generasi penerus yang berkualitas,” tandasnya.
Sementara itu, Kader Kesehatan yang tengah melakukan penanganan terhadap Juliyadi, Ipah, mengungkapkan bahwa pihaknya telah berupaya semaksimal mungkin untuk memberikan penanganan terhadap balita tersebut, meski belum tercatat dalam Adminduk hingga usianya sudah 2,5 tahun. Akan tetapi, pihak keluarga disebut kurang mendukung dengan kemudahan akses yang diberikan, sehingga terdapat siaran berita yang kurang baik yang berdampak terhadap kader di lingkungan tersebut terkesan cuek.
“Kami sebagai kader berupaya terus untuk membantu, meskipun Juliyadi belum tercatat di Kartu Keluarga, kami upayakan dengan apa yang bisa dilakukan dan dimasukkan ke program gizi baik. Tapi keluarga jarang sekali membawa ke Posyandu ataupun ke Puskesmas dengan alasan sakit dan sebagainya, sebagai kader kami disebut lalai karena informasi gizi buruk tersebut. Insyaallah kami sudah melakukan yang terbaik, tinggal bagaimana keluarga mendukung kesembuhan Juliyadi,” katanya.(MUF/RUS/PBN)
Tinggalkan Balasan