SERANG, BANPOS – Komnas Perlindungan Anak (KPA) Provinsi Banten mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) menindak tegas MR, oknum pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) di Kota Serang yang merudapaksa tiga orang santriwatinya yang di bawah umur. Bahkan, KPA menjelaskan MR bisa dijatuhi hukuman lebih berat dari pidana awalnya, seperti dikebiri.
Hal itu disampaikan oleh Ketua KPA Provinsi Banten, Hendry Gunawan, usai mengunjungi Ponpes tempat rudapaksa terjadi yang berlokasi di Kecamatan Kasemen, dan salah seorang korban dari MR pada Senin (12/12) kemarin.
“KPA Provinsi Banten melakukan kunjungan ke panti asuhan/pesantren lokasi kejadian dan kunjungan ke tempat tinggal korban dengan didampingi Ketua RT setempat dalam upaya asesmen awal dan juga tindak lanjut pendampingan psikologis ke para korban,” ujarnya, Selasa (13/12).
Ia mengatakan, kunjungan ke Ponpes itu diterima baik oleh Keluarga Besar Ponpes itu. Menurut Hendry, tim KPA Provinsi Banten diajak berkeliling untuk melihat beberapa kobong atau ruang kamar santri yang ada di sana.
“Melanjutkan kunjungan, Komnas Perlindungan Anak Provinsi Banten juga mengunjungi salah satu korban di tempat tinggalnya. Dari Pertemuan awal dengan salah satu korban berinisial AP (15), korban cukup antusias dan banyak bercerita tentang kegiatannya sehari-hari baik di pesantren, di sekolah, dan cita-cita yang ingin diwujudkannya,” tutur Hendry.
Menurut dia, dari hasil pertemuan awal tersebut, maka disepakati akan diagendakan kembali pendampingan psikologis lanjutan untuk mengatasi trauma dari para korban rudapaksa oknum pimpinan Ponpes itu.
“Dari pendampingan awal yang telah dilakukan, KPA Provinsi Banten mendorong berbagai lapisan masyarakat untuk bisa terus sama-sama memantau berbagai kejadian yang dihadapi anak-anak dengan melihat, bertanya, dan bercerita bersama tentang bagaimana keseharian anak-anak, baik di sekolah, lingkungan bermain, dan juga circle pertemanan anak,” katanya.
Selain itu, pihaknya juga mendesak APH, untuk menuntut pelaku seberat-beratnya karena telah melanggar Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Selain itu, pelaku juga dapat dijerat dengan Pasal 81 ayat (2) Jo Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 dengan sanksi pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.
“Pelaku juga bisa dijatuhi sanksi pidana tambahan 1/3 dari ancaman pidana awal karena berprofesi sebagai pendidik (pimpinan pesantren) namun melakukan tindakan kejahatan kepada lebih dari satu orang korban. Pelaku juga dapat dijerat dengan pidana tambahan lain berupa tindakan kebiri kimia, pengumuman identitas pelaku, hingga dijatuhi tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik,” tandasnya.
Sebelumnya, seorang oknum pimpinan Ponpes di Kota Serang, MR (43), melakukan rudapaksa terhadap tiga orang santriwatinya yang masih di bawah umur. MR melancarkan aksinya di asrama Ponpesnya di Kecamatan Kasemen berkali-kali.
MR telah dicokok oleh Satreskrim Polresta Serang Kota, usai dilaporkan atas tindakan bejat tersebut. Kasat Reskrim Polresta Serang Kota, AKP David Adhi Kusuma, mengatakan terdapat tiga orang yang menjadi korban rudapaksa.
“Para korban merupakan santri di ponpes yang beralamat di Kampung Padek, Kelurahan Margaluyu, Kecamatan Kasemen, Kota Serang,” katanya, Senin (12/12).
Berdasarkan laporan, MR melakukan rudapaksa terhadap tiga orang santriwatinya di Ponpes dalam rentang waktu yang berbeda. Rudapaksa MR dilakukan terakhir kali pada 6 Desember 2022 kemarin, sekitar pukul 15.00 WIB.
Rudapaksa terakhir terjadi pada Selasa sore (6/12) sekitar pukul 15.00 WIB. David mengatakan, MR melancarkan aksinya saat para korban tengah tertidur di asrama pondok. Tindakan biadab itu dia lakukan berkali-kali, untuk korban yang berbeda.
Korban tidak mampu melawan, lantaran pada saat itu pelaku mengancam korban agar tidak memberitahu peristiwa tersebut kepada siapa pun.
“Pelaku mengancam korban. Jika, korban berteriak serta mengadu ke orang lain maka dia akan mengusir dan tidak mengajari mengaji lagi,” jelas dia.
David menjelaskan kejadian yang menimpa tiga santriwati mulanya diketahui oleh salah satu paman korban. Sang paman mendapat informasi tersebut dari keponakannya bahwa sudah tidak betah lagi di ponpes.
Korban mengaku ingin pulang. Dari situlah terendus adanya peristiwa rudapaksa tersebut. Pelaku dijerat Pasal 81 ayat 1, 2, dan 3 Jo serta Pasal 82 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.(DZH/PBN)
Tinggalkan Balasan