Kudu Lahirkan Sosok Pemimpin Beretika Pemilu 2024 Nggak Ada Alasan Ditunda

JAKARTA, BANPOS – Pemilihan umum (Pemilu) 2024 harus melahirkan pemimpin yang menjunjung tinggi etika dan paham hukum. Bukan sosok pragmatis politik, sehingga terperangkap konflik kepentingan pribadi.

Ketua Institut Harkat Negeri, Sudirman Said mengingatkan, masyarakat Indonesia tidak lagi bodoh. Karenanya, segelintir elite politik jangan terus mengucapkan ide tak etis di depan publik dengan mengatasnamakan dan menjunjung tinggi demokrasi. Misalnya, wacana penambahan masa jabatan presiden tak pernah jadi isu bahasan akar rumput.

“Misalnya Ketua MPR bicara soal tiga periode, dengan alasan untuk memancing ide. Apa boleh secara hukum? Boleh. Tapi apakah patut diucapkan oleh pemimpin lembaga tinggi negara? Seharusnya, tidak,” ujar Sudirman Said saat dis¬kusi publik Ngopi dari Sebrang Istana: Merangkum 2022, Menyambut 2023, di Hotel Akmani, Jakarta Pusat, kemarin.

Turut hadir dalam diskusi ini pengamat politik Prof. Siti Zuhro, pengamat ekonomi Ninasapti Triaswati, pengamat hukum/pegiat HAM Asfinawati, deputi BAZNAS, Arifin Purwakananta, dan artis Ronal Surapradja.

Menurut mantan Menteri ESDM ini, wacana perpanjangan masa jabatan dan tiga periode dapat memicu ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah. Sebaiknya, ide-ide liar seperti itu dihentikan mulai saat ini.

“Tahun depan itu, sudah dekat pemilu. Harus kita gunakan sebagai jalan mengembalikan kepatutan. Publik etik. Kita pu¬nya banyak orang cerdas untuk mengembalikan publik etik yang saat ini sudah tergerus,” ingat Sudirman.

Prof. Siti Zuhro sepakatdengan Sudirman Said. Kata dia, Pilpres 2024 kudu melahirkan pemimpin baru yang paham hukum dan bisa mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.

“Tahun 2023 sudah dipra¬kondisikan di 2022. Mengapa sejak 2019 sampai sekarang, rakyat merasa tak pasti memulu. Politik tidak stabil, mengapa nuansa kompetisi begini banget, tidak jelas dan terbelah,” heran Prof. Siti.

Dia juga menyayangkan wa¬cana penambahan dua tahun masa jabatan presiden kembali menggelinding. Padahal, sangat melukai rakyat. “Ini seakan mengadu domba. Cara-cara Orde Baru sepertinya ingin ditum¬buhkan lagi,” kecamnya.

Serupa, Ninasapti menguatkan pandangan dari sisi ekonomi. Menurutnya, tidak ada alasan untuk menunda pemilu. Tak ada hal yang genting dan mendesak. Dia memprediksi, perekonomian Indonesia 2023 tetap akan tumbuhdi atas 4 persen.

“Kalau melambat, iya. Kita di lingkungan akademis dan para ekonom sepakat, Indonesia tahun depan tidak akan resesi. Karena tidak minus. Asalkan, beberapa pekerjaan rumahnya diselesaikan,” ingat Ninasapti.

Menurutnya, resesi hanya bisa terjadi jika dipengaruhi oleh faktor eksternal. Seperti kemungkinan meletusnya perang dunia ketiga. Namun, dari sisi internal, perekonomian Indonesia masih bakal tumbuh.

Oleh karenanya, lanjutnya, Indonesia perlu pemimpin yang paham kondisi global. “Untuk faktor internal bisa diatasi jika pemerintah mau memotong ang¬garan yang tidak perlu. Kalau itu tidak dilakukan, maka utang bertambah,” pesan Ninasapti.

Sedangkan Asfinawati me¬nambahkan, berbagai undang-undang yang disahkan DPR harus segera direvisi. Pasalnya, tahun depan sudah memasuki tahun politik dan berpotensi mengekang partisipasi masyara¬kat.

“Misalnya KUHP, ini harus segera direvisi. Bicara hukum, harus ada partisipasi masyarakat yang bermakna. Para politisi bicaranya tidak bisa menyenang¬kan semua orang. Tapi kalau yang tidak menguntungkan pemerintah, direvisi terus,” sindirnya sambil berharap, presiden Indonesia berikutnya juga harus sosok yang dapat memimpin reformasi di tubuh Polri.

Sementara Arifin menambahkan, sebagai negara demokrasi terbesar keempat di dunia, rakyatIndonesia punya semangat saling membantu yang tinggi. Lembaga filantropi seperti BAZNAS berperan strategis untuk membantu pemu¬lihan ekonomi nasional. (RM.ID)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *