JAKARTA, BANPOS – Pemerintah maju tak gentar dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, meski banyak protes dari berbagai kalangan.
Hal itu diungkapkan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia saat acara Economic Challenges: Ambisi Investasi Saat Resesi di Jakarta, kemarin.
Menurutnya, protes terhadap Perppu Cipta Kerja tetap diperbolehkan di negara demokrasi seperti Indonesia.
“Kami akan tetap maju dengan Perppu tersebut, demi menjaga kondisi ekonomi Indonesia di tengah gejolak ketidakpastian global,” tegas Bahlil.
Menurut dia, Perppu ini juga menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan, membawa ekonomi Indonesia lebih baik yang menjadi tujuan Pemerintah.
Mantan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) itu mengatakan, terbitan Perppu yang menggantikan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional, merupakan aksi berani Presiden Jokowi melakukan reformasi regulasi.
“Jujur saja, kita ini ahli buat Undang-Undang tapi paling tidak ahli dalam eksekusi Undang-Undang. Makanya, 79 Undang-Undang disimplifikasi yang namanya Undang-Undang Omnibus Law, Undang-Undang Cipta Kerja,” jelas Bahlil.
Meski Undang-Undang Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi, Bahlil mengatakan, capaian peningkatan investasi di Indonesia beberapa waktu terakhir pun tidak terlepas dari dampak UU Cipta Kerja yang sempat terimplementasi.
Diakui Bahlil, peningkatan investasi dari Rp700 triliun menjadi Rp817 triliun, sekarang Insya Allah bisa mencapai Rp1.200 triliun, merupakan dampak dari UU Cipta Kerja.
Seperti diketahui, Pemerintah menargetkan realisasi investasi tahun 2022 mencapai Rp1.200 triliun. Adapun pada 2023, target realisasi investasi naik lagi mencapai Rp1.400 triliun.
Sebelumnya, pengamat ekonomi Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal menyatakan, penerbitan Perppu Cipta Kerja merupakan langkah tepat untuk menjaga momentum investasi yang tengah tumbuh positif.
Pasalnya, Pemerintah perlu mempertahankan tren positif tersebut dengan dukungan kepastian hukum.
“Salah satunya, payung hukum agar investasi ini bisa lebih sustainable di Indonesia adalah melalui Perppu,” kata Fithra.
Dia menuturkan, dari perspektif ekonomi, penerbitan Perppu tepat dilakukan saat ini karena Indonesia tidak boleh menunda kesempatan yang ada.
Dia khawatir, setelah UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional, ada celah mengenai kepastian hukum bagi para investor. Terlebih, Mahkamah Konstitusi memerintahkan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak putusan tersebut dikeluarkan pada 2021.
“Ibaratnya, lebih baik terima itu sekarang ketimbang menunda-nunda. Ketika kita menunda, maka ada opportunity cost. Bisa jadi ada investment diversion (pengalihan investasi) ke tempat lain. Ini harus dihindari,” jelasnya.[NOV/PBN/RMID]
Tinggalkan Balasan