JAKARTA, BANPOS – Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyatakan siap mendukung Pemerintah untuk menyediakan jaringan internet di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T) dengan memaksimalkan dana Universal Service Obligation (USO).
Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Muhammad Arif mengatakan, filosofi Undang-Undang Telekomunikasi adalah memberikan penyediaan jaringan dan atau jasa telekomunikasi.
Dalam Undang-Undang Telekomunikasi pasal 16 ayat 1 dijelaskan, setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib memberikan kontribusi dalam pelayanan universal. Di ayat 2 dijelaskan kontribusi pelayanan universal tersebut berupa penyediaan sarana dan prasarana telekomunikasi dan atau kompensasi lain.
Selanjutnya di dalam PP 52 Tahun 2000 pasal 26, disebutkan bahwa Kewajiban Pelayanan Universal dapat berupa penyediaan jaringan dan atau jasa telekomunikasi, kontribusi dalam bentuk komponen biaya interkoneksi, atau kontribusi lainnya.
Menurutnya, selama ini Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) hanya fokus pada kewajiban pelayanan universal pada bentuk kompensasi lainnya yaitu berupa dana USO sebesar 1,25 persen dari pendapatan kotor operator.
“Pemerintah harus mengubah arah kebijakan berubah dan operator diminta menghidupkan layanan telekomunikasi di daerah USO. APJII siap membantu Pemerintah untuk mewujudkan kesetaraan akses digital di Indonesia,” kata Arif dalam keterangan tertulis, Selasa (17/1).
Menurutnya, Presiden Jokowi dapat mempertimbangkan skema pendanaan dan pembangunan jaringan telekomunikasi di daerah 3T. Ada baiknya, pembangunan jaringan telekomunikasi di daerah 3T dikembalikan pada filosofi UU 36 Tahun 1999.
Lebih baik operator ditugaskan membangun langsung di daerah 3T lalu diperhitungkan sebagai kontribusi pelayanan universal penyediaan jaringan dan atau jasa telekomunikasi karena masih banyak daerah di Indonesia yang membutuhkan layanan telekomunikasi.
“Oleh karena itu APJII meminta agar Pemerintahan Presiden Joko Widodo dapat meredefinisi ulang kriteria daerah dan skema pembangunannya tujuannya agar pembangunan dapat dilaksanakan seefektif mungkin,” ungkap Arif.
Berdasarkan data Kominfo masih ada 12.548 desa di Indonesia yang belum mendapatkan layanan Telekomunikasi. Dari jumlah tersebut, 9.113 desa berada di daerah terdepan, tertinggal dan terluar (3T). Sisanya 3.435 merupakan desa non 3T yang tidak komersial. Dengan masih banyaknya daerah yang belum mendapatkan akses ke internet. APJII mendesak Pemerintah melakukan terobosan dalam membangun jaringan telekomunikasi di daerah 3T.
Dalam memberikan layanan di daerah 3T, menurut Arif, pendekatan yang paling utama adalah jangkauan atau pemerataan akses internet terlebih dahulu. Setelah pemerataan terjadi, target bandwidth yang dapat direncanakan berada pada level basic dengan kisaran bandwidth 3 sampai 8 Mbps per user atau 12 sampai 25 Mbps per keluarga baru direalisasikan. Di internal APJII dikenal dengan istilah coverage over quality.
Selain itu agar pembangunan yang dilakukan BAKTI Kominfo dikemudian hari tepat sasaran dan transparan, Arif meminta agar ketika melakukan perencanaan dan pembangunan jaringan telekomunikasi, seluruh pemangku kepentingan dilibatkan. Arif melihat selama ini pembangunan dan transparansi progress capaian pembangunan BTS yang dilakukan BAKTI Kominfo tak dilakukan.
“Karena seluruh penyelenggara jasa telekomunikasi memberikan sumbangan USO, kedepannya APJII secara intens dapat dilibatkan dalam perencanaan dan pembangunannya bersama stakeholder yang lain. Memang BAKTI Kominfo memiliki dewan pengawas. Namun dengan adanya kasus korupsi ini kami mempertanyakan tugas dan fungsi mereka selama ini yang berasal dari Kominfo dan Kemenkeu. Kedepannya seluruh pemangku kepentingan dapat dapat dilibatkan secara aktif. Dan progres pembangunan diumumkan secara berkala kepada publik,” pungkas Arif.(RMID)
Tinggalkan Balasan