JAKARTA, BANPOS – Masyarakat berpengetahuan atau masyarakat literat menjadi fondasi sosial untuk mendorong proses transformasi masyarakat menuju kehidupan yang sejahtera. Untuk itu, pembangunan kemampuan literasi masyarakat merupakan keharusan sehingga sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan memiliki daya saing dapat terwujud.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi X DPR, Agustina Wilujeng, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi X DPR dan Perpustakaan Nasional (Perpusnas), Kementerian PPN/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), serta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), di Ruang Rapat Komisi X DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/2).
RDP lintas kementerian/lembaga tersebut mengagendakan peningkatan literasi nasional terkait indeks literasi berdasarkan Perpusnas dan UNESCO. Secara umum, Perpusnas, Kementerian PPN/Bappenas, dan Kemendikbudristek sepakat bahwa penciptaan SDM berkualitas dan berdaya saing harus dilaksanakan secara holistik dan integratif dengan melibatkan segenap komponen bangsa.
Kepala Perpusnas, Muhammad Syarif Bando, menjelaskan bahwa indeks literasi negara di dunia tidak ditentukan UNESCO. “Karenanya, Perpusnas menyusun indeks literasi yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia, yaitu Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM),” ujarnya.
Dimensi indeks literasi masyarakat tersebut terdiri dari lima. Yakni kemampuan membaca, menulis, berhitung, dan berperilaku; perilaku mengakses sumber informasi dan bahan bacaan; perilaku memahami isi bacaan; perilaku mengemukakan ide atau gagasan; hingga perilaku menciptakan kreasi atau mengembangkan produk/jasa bermutu.
Untuk mendorong transformasi perpustakaan menuju kehidupan masyarakat sejahtera, Perpusnas menjalankan program prioritas nasional yakni Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS). Melalui program ini, perpustakaan bertransformasi menjadi tempat untuk masyarakat mendapatkan pendampingan dan pelatihan soft skills berbasis bahan bacaan ilmu terapan guna menghasilkan barang dan jasa.
“Perpustakaan harus bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Karena perpustakaan adalah bangku pendidikan terakhir yang dapat mereka datangi untuk mendapatkan ilmu dan memperbaiki perekonomian keluarga,” ujarnya.
Kepala Perpusnas menyebut, program TPBIS menjadi solusi untuk pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19. Ditegaskan bahwa para penerima manfaat program TPBIS memberikan respons positif setelah mendapatkan pendampingan di perpustakaan. Setelah memiliki keterampilan hidup, terbuka peluang untuk membuat usaha mikro dan home industry dalam mengatasi masalah ekonomi. “Dan testimoni mereka tentang keberhasilan itu bisa berdampak sangat luas,” urainya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, menyatakan bahwa literasi merupakan kemampuan untuk memahami, menafsirkan, menciptakan serta mengkomunikasikan informasi dalam berbagai bentuk. Dengan kata lain, literasi tidak hanya membaca dan menulis, namun juga mencakup daya nalar dan kreativitas.
“Literasi merupakan tema yang sangat penting dan menjadi salah satu fokus dalam rangka kebijakan Merdeka Belajar,” ungkapnya.
Plt. Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan, Kementerian PPN/Bappenas, Subandi, menjelaskan bahwa budaya literasi merupakan salah satu dimensi penyusunan indeks pembangunan kebudayaan yang diatur melalui tiga indikator yaitu kebiasaan membaca, mengakses informasi dan pengetahuan melalui internet, serta mengunjungi perpustakaan.
“Meningkatkan budaya literasi ini mencakup di dalamnya kualitas perpustakaan berbasis inklusi sosial. Jadi yang terakhir ini, sedang dikembangkan Perpusnas dan hasilnya menurut kami sangat bagus, jadi kontekstual. Perpustakaan bukan hanya tempat deposit buku, namun betul-betul dimanfaatkan oleh masyarakat dan bisa menjadi nilai ekonomi,” jelasnya.
Sementara itu, mayoritas anggota Komisi X DPR yang hadir, mendukung dan mengapresiasi Perpusnas atas upaya yang dilakukan dalam mengembangkan literasi masyarakat Indonesia, meskipun hasil yang dicapai belum maksimal karena keterbatasan anggaran.
Anggota Fraksi PDIP, Rano Karno, menekankan bahwa pembangunan manusia adalah prioritas utama. Untuk merealisasikannya, budaya literasi dan membaca masyarakat harus dibangun. “Saya tidak bisa mengatakan saya besar, tapi saya bisa menjadi begini karena membaca,” tegas pria yang akrab disapa Si Doel ini.
Legislator Golkar, Muhamad Nur Purnamasidi, menyampaikan melalui program TPBIS, Perpusnas telah menjawab kebutuhan masyarakat mengenai manfaat membaca. “Ketika saya membaca, apa manfaatnya? Pertanyaan itu dijawab oleh Perpusnas dengan menghadirkan TPBIS. Perpusnas sudah berkreasi sampai offside, saya mengapresiasi itu,” ucapnya.
Senada, legislator Fraksi NasDem, Ratih Megasari Singkarru, juga sangat mendukung program TPBIS. Baginya, literasi harus dapat menghasilkan hal yang produktif hingga memiliki nilai ekonomi.
Anggota Fraksi Gerindra, Djohar Arifin Husin, menilai bahwa dalam tingkatan literasi, pendidikan karakter harus didahulukan ketimbang ilmu pengetahuan. “Pendidikan karakter harus didahulukan untuk menyelamatkan bangsa, sehingga kelak SDM kita betul-betul berilmu dan berkarakter,” pungkasnya.(RMID)
Tinggalkan Balasan