JAKARTA, BANTEN – Isu penculikan anak di Sinakma, Distrik Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan, berujung pada kerusuhan. Massa mengamuk hingga menyebabkan sepuluh orang tewas.
Anggota Komisi I DPR Christina Aryani meminta dilakukan investigasi mendalam terkait kerusuhan di Papua. Pasalnya, selain menewaskan 10 orang juga mengakibatkan setidaknya 18 orang luka-luka serta kerugian materil lainnya akibat pembakaran rumah dan kios.
“Kami turut berduka dan meminta dilakukan investigasi menyeluruh untuk mengusut tuntas insiden ini,” kata politikus Golkar ini dalam keterangannya, kemarin.
Christina menyayangkan insiden tersebut sampai memakan korban jiwa. Apalagi, kejadian itu berdasarkan temuan kepolisian timbul akibat beredarnya berita bohong.
“Sungguh disayangkan banyak nyawa melayang sia-sia akibat mempercayai hoaks,” keluhnya.
Dia menyakini, di balik kejadian memilukan tersebut ada peran aktor intelektual yang tidak menginginkan keberlangsungan kondisi damai di Tanah Papua. Karena itu, aparat keamanan perlu mengusut tuntas dan memproses hukum pelaku penyebar hoaks.
Dalam catatan Komisi I, kata dia, pola tersebut terus berulang dalam kejadian lain di Papua. Di mana adanya penyebaran hoaks atau berita palsu kemudian diikuti provokasi dan berujung pada kerusuhan.
Terkait kondisi keamanan saat ini, Christina mendukung upaya penguatan pasukan dalam mengantisipasi penanganan aksi massa. TNI diminta ikut membantu Polri di lapangan guna memastikan keamanan hingga kondisi Papua kembali kondusif.
Selain itu, Christina mengingatkan, beberapa waktu lalu Pemerintah menyampaikan bahwa Papua relatif tenang setelah penangkapan Lukas Enembe.
“Sayang, fakta di lapangan saat ini justru tidak mengkonfirmasi pernyataan tersebut,” kritik dia.
Sementara, Kapolda Papua Irjen Mathius D Fakhiri memerintahkan Propam Polda Papua turut mengusut atau mengevaluasi anggotanya saat penanganan kerusuhan di Wamena.
“Saya sudah berpesan kepada anggota untuk lebih soft lagi dan tenang menghadapi masyarakat mungkin lagi marah,” ujar Mathius dalam keterangannya, kemarin.
Mathius mengatakan, kerusuhan di Wamena ini tentunya menjadi evaluasi bagi Polda Papua. Kejadian seperti ini tidak boleh kembali terjadi. Selain itu, anggota polisi di lapangan mesti menyelesaikan persoalan dengan cara membaca situasi secara tepat.
Mathius mengatakan, harusnya pemimpin lapangan saat itu harus lebih pandai membaca situasi dengan tepat. Namun, dia juga paham bagaimana mudahnya terprovokasi saat di lapangan. “Tentunya ini bagian yang harus saya evaluasi,” katanya.
Seperti diketahui, kerusuhan yang melibatkan warga dengan aparat keamanan dipicu dari adanya isu penculikan anak di sekitar Kampung Sapalek, Wamena, Kabupaten Jayawijaya pada Kamis (23/2).
Saat itu ada sekelompok warga yang menghentikan seorang pengendara mobil dari Kampung Yomaima yang melintasi daerah tersebut.
Warga mencurigai pengendara mobil itu sebagai bagian dari komplotan penculikan anak yang isunya tersebar di tengah masyarakat. Tak lama kemudian, petugas kepolisian mendatangi lokasi tersebut untuk menghentikan aksi main hakim sendiri warga atas sopir mobil tersebut.
Akan tetapi, warga yang jumlahnya terus bertambah banyak tidak menerima imbauan personel kepolisian dan justru menyerang petugas menggunakan batu serta panah. Aparat yang diserang mendapat bantuan personel Brimob dan Kodim 1702/Jayawijaya. Mereka melepaskan tembakan peringatan untuk membubarkan aksi massa.
Tak hanya menyerang aparat keamanan, massa juga membakar sejumlah kios milik warga di sekitar lokasi kejadian. Akibatnya, 10 orang tewas dan 14 warga mengalami luka-luka. Termasuk di antaranya 13 rumah yang dibakar saat kerusuhan pecah.(RMID)
Tinggalkan Balasan