JAKARTA, BANPOS – Wakil Ketua MPR Arsul Sani diwisuda sebagai doktor hukum (doctor of laws) dengan predikat sangat memuaskan (cum laude) dari Collegium Humanum – Warsaw Management University, Polandia.
Sebelumnya Arsul memulai program doktornya di Department of Law, Glasgow School for Business and Society, GCU, Scotland sebelum terpilih sebagai anggota DPR tahun 2014.
Dalam disertasinya yang berjudul, Reexamining the considerations of national security and human rights protection in counterterrorism legal policy: a case study on Indonesia post-Bali bombings, Arsul, antara lain, mengkritisi sejumlah studi sebelumnya tentang sejarah terorisme di Indonesia dan perbedaan proses hukum dalam kasus-kasus pidana yang memenuhi unsur tindak pidana terorisme.
Kritiknya tentang penulisan sejarah terorisme di Indonesia terkait dengan sejumlah studi yang menyebut awal terorisme dikaitkan dengan pemberontakan DI/TII di Jawa Barat.
Padahal perbuatan teror yang kemudian masuk dalam pengertian terorisme telah dimulai menjelang pemberontakan PKI Madiun oleh pengikut atau pendukung PKI yang kemudian melahirkan pemberontakan PKI Madiun tahun 1948.
Menurut Arsul, seharusnya sejarah terorisme di Indonesia dicatat dengan perbuatan teror oleh pengikut PKI, baru diikuti oleh pengikut DI/TII yg terjadi setelah pemberontakan PKI Madiun.
Bahasan kritis kedua yang menjadi obyek penelitian Arsul adalah sejumlah kasus hukum dimana terjadi perbedaan perlakuan dan proses hukum atas tindak pidana yang sama-sama memenuhi unsur terorisme. Dalam beberapa kasus di Aceh pasca perjanjian Helsinki, penegak hukum menerapkan UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Namun dalam kasus-kasus yang sama-sama memenuhi unsur terorisme di Papua, UU Terorisme ini tidak diterapkan, dan para pelakunya hanya dikenakan tindak pidana umum dalam KUHP.
Bahkan lebih jauh dalam desertasi-nya, Arsul mengkritisi keragu-raguan Pemerintah dan jajaran penegak hukum sampai sekarang untuk mempergunakan UU Terorisme terhadap kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua, padahal Pemerintah sendiri telah melabeli kelompok ini sebagai Kelompok Separatis Teroris (KST) sejak pertengahan tahun 2021.(RMID)
Tinggalkan Balasan