PERMASALAHAN tata kelola atau manajemen honorer di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten kembali menyeruak. Kali ini, masalah terkait adanya isu pemecatan bagi ratusan honorer, muncul ke permukaan. Adanya pemecatan tersebut dianggap tidak manusiawi dan bahkan dinilai sebagai akal-akalan saja. Hal tersebut tidak dapat dielakkan karena diduga, pemecatan tersebut dilakukan secara lisan, dan hanya menyasar kepada honorer yang sudah lama mengabdi di Pemprov Banten.
Ketua Umum Honorer Banten Bersatu Provinsi Banten, Martin Al Kosim, mengaku heran dan menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Dindikbud Banten ini tidak manusiawi dan sewenang-wenang.
”Pemecatan secara lisan ini kurang terhormat dan tidak manusiawi. Seakan seperti penjahat saja. Padahal pengabdiannya sudah luar biasa kepada bangsa dan negara sudah jelas, walaupun istilahnya hanya honorer,” terang Martin kepada BANPOS, Kamis (9/3).
Ia menyampaikan bahwa ada kekosongan hukum terkait nasib honorer, dimana tidak adanya aturan untuk pensiun bagi honorer seperti ASN. Hal tersebut berpotensi menyebabkan tidak adanya kepastian nasib bagi para guru honorer itu.
”Makanya saya berharap seharusnya ada aturan hukum, entah itu Perda atau Pergub yang mengatur tentang pensiun honorer ini,” lanjut Taqwim.
Ia menyampaikan bahwa seharusnya ada pemberitahuan yang diberikan oleh Dindikbud Banten minimal 1 tahun sebelumnya untuk melengkapi administrasi dan yang lainnya. Namun ia menyatakan, kejadian ini menunjukkan bahwa tidak ada penghormatan kepada para guru honorer tersebut.
”Ini seperti ke kuli saja, hanya dengan ucapan lisan untuk berhenti. Saya berharap saat ini seharusnya para guru honorer tersebut dapat bekerja kembali sebelum ada aturan yang resmi dan mengikat. Ini seperti ada akal-akalan yang dilakukan kepada honorer,” terangnya.
Selain itu, ia juga mengkhawatirkan dengan pemecatan secara lisan tersebut akan mengakibatkan adanya penggunaan anggaran dalam APBD yang bocor.
”Saya bukannya suudzon, tapi kalau memang nanti dipecat pada bulan Maret, lalu April dan Mei, Juni hingga akhir tahun anggarannya akan dikemanakan? Sedangkan pemecatannya tidak secara resmi dan SK nya sampai akhir tahun. Sehingga bisa saja nanti ada oknum nakal yang bermain, karena banyak pihak yang tidak mengetahui bahwa adanya pemecatan tersebut,” tudingnya.
Selain itu, ia merasa ada upaya untuk menutup-nutupi informasi terkait pemecatan secara lisan tersebut. Hal ini setelah pihaknya mencoba untuk melakukan konfirmasi dan klarifikasi kepada kabupaten/kota, namun tidak ada yang memberikan informasi yang jelas.
”Kami baru tahu ada di Kabupaten Serang, sedangkan setelah ditanyakan kepada daerah lainnya seolah menutupi,” terangnya.
Ia juga menyatakan bahwa guru honorer tidak memiliki perlindungan jelas dengan adanya kejadian ini. Sebab jika dibandingkan dengan pekerja lainnya, jika ada perusahaan yang memecat secara lisan seperti ini, maka Dinas Tenaga Kerja dapat memberikan sanksi.
”Tapi kalau guru honorer nanti siapa yang akan memberikan sanksi?” ujarnya.
Dengan adanya hal-hal tersebut, ia mengaku akan mencoba untuk melakukan konsolidasi dengan berbagai pihak, dan jika permasalahan belum selesai, pihaknya akan mencoba untuk melakukan aksi massa setelah lebaran.
Di Kabupaten Lebak isu pemecatan secara lisan mulai berkembang. Kasi SMK KCD Lebak, Aris Kusworo mengatakan, informasi yang tepat ialah arahan dari bidang Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Provinsi Banten untuk mempensiunkan guru dan Tenaga Kependidikan yang telah berusia lebih dari 58 tahun.
“Daftarnya ada di bidang GTK, jadi guru yang sudah berusia 60 tahun keatas dan tendik yang sudah 58 tahun agar dimohon dipensiunkan,” katanya.
“Ke bidang GTK saja karena mereka info lebih validnya,” imbuhnya.
Sementara itu, Staff kepegawaian KCD Lebak, Dila mengatakan, saat ini honorer yang telah melewati usia diatas masihlah dikaryakan oleh pihak-pihak sekolah, mulai dari guru, staf Tata Usaha dan lainnya sesuai kebutuhan sekolah. Menurutnya, wacana dipensiunkannya honorer tersebut telah disampaikan sejak tahun lalu.
“Kalau dipecat sih sepertinya ga mungkin, karena anggaran untuk satu tahun kedepan sudah ditetapkan,” kata Dila.
Ia menjelaskan, Tenaga honor berbeda dengan PPPK yang dimana mereka tidak memiliki kontrak atau masa waktu kerja di masing-masing sekolah. Selama sekolah masih membutuhkannya, ia akan tetap dikaryakan.
“Kalau untuk honor ada peninjauan lah namanya, kalau PPPK kan kesepakatan hitam diatas putihnya 5 tahun,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Dindikbud Provinsi Banten, M. Taqwim menyatakan bahwa telah melakukan klarifikasi kepada perwakilannya di masing-masing daerah. Ia mengatakan bahwa yang terjadi bukan lah pemecatan.
”Beberapa saya tanya sekolah yang ada pensiunnya. Jadi bukan diberhentikan sih sebenarnya mah, karena merasa sudah memasuki masa purna bakti, itu saja sih sebenarnya mah. Jadi yang sudah lewat 60 tahun diberikan kesempatan purna bakti seperti itu sih, karena ASN juga 60 tahun sudah pensiun. Itu sebenarnya bukan diberhentikan tetapi sudah memasuki masa purna bakti,” ujar Taqwim kepada BANPOS melalui telepon.
Ia menyatakan, bagi honorer sebenarnya bukan Surat Keputusan (SK) yang diberikan, namun Surat Perintah Tugas (SPT) sebagai dasar mereka melakukan pekerjaannya tersebut. Sedangkan terkait isu yang beredar saat ini bahwa pemberhentian itu tidak sesuai dengan SPT, menurutnya dapat dilakukan dengan memperbaharui SPT yang telah dikeluarkan bagi honorer yang menginjak usia 60 tahun tersebut.
”Memang nanti kita akan ubah, kita update setiap ada perubahan jumlahnya. Jumlah ditambah atau dikurang, nanti di-update SPT-nya. Kalau SPT awal tahun mungkin mereka ada, tapi dalam perjalanannya di-update,” ujar Taqwim.
Ia juga berharap adanya tindakan ini harus dipahami. Selain itu, menurutnya permasalahan pengangkatan dan batas pensiun honorer memang tidak ada dalam aturan yang jelas. Pihaknya hanya berpedoman terhadap aturan-aturan ASN yang telah ada sebelumnya.
”Harusnya sih paham ya, karena untuk aturan honorer itu kan memang tidak ada dasar pengangkatan honorer, tidak ada sebenarnya. Jadi yang mengatur kenaikan pangkat honorer kemudian hak dan kewajiban juga belum ada kan. Cuma ada aturan ASN, jadi semuanya merujuk kepada aturan ASN. Jadi ASN pun ketika mau purna bakti, ya paham mereka 60 tahun sudah purna bakti, itu sudah dipikirkan ke sana. Dan memang dengan tidak adanya perpanjangan, berarti selesai. Karena mereka hakikatnya sebenarnya mah setahun sekali perpanjangan kontraknya itu,” tandasnya.
Sementara, Koordinator Presidium Koalisi Masyarakat Sipil Banten (KMSB), Uday Suhada menyatakan bahwa Dindikbud Banten harus dapat mengeluarkan kebijakan yang lebih menggunakan rasa kemanusiaan serta tidak sewenang-wenang.
”Tak elok lah memperlakukan mereka yang sudah mengabdi bahkan ada yang puluhan tahun, diberhentikan secara lisan. Apa Tak terpikirkan oleh mereka dampaknya. Sebab 171 orang itu punya keluarga,” ujar Direktur ALIPP ini.
Menurutnya, pada pemberhentian yang dilakukan secara lisan tersebut juga menunjukan bahwa manajemen Dindikbud Banten masih buruk. Sebab pada perencanaan penganggaran untuk 2023, sudah dialokasikan anggaran untuk membayar guru honorer dan berdasarkan SK atau SPT yang ada.
”Jika alasannya karena sudah memasuki masa pensiun, ya lakukanlah secara manusiawi. Tidak diberhentikan secara lisan begitu. SK itu dibuat mestinya sudah mempertimbangkan soal batas usia mereka. Ini menunjukkan bahwa manajerial SDM di lingkungan Pemprov Banten masih buruk,” jelasnya.
”Yang pasti, jangan sepelekan jasa mereka (guru honorer, red),” imbuhnya.
Sebelumnya juga, Ketua Umum Forum Pegawai Non-PNS Banten (FPNPB), Taufik Hidayat, mengatakan bahwa pemecatan massal itu terjadi di seluruh daerah di Provinsi Banten. Pihaknya telah melakukan koordinasi dengan masing-masing forum honorer di daerah, yang membenarkan informasi tersebut.“Benar adanya bahwa mereka saat ini telah dirumahkan dengan secara lisan, berarti tidak tertulis. Mereka dirumahkan secara mendadak. Informasi yang kemarin saya terima adalah karena mereka usianya sudah melebihi batas pensiun,” ujarnya saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Selasa (7/3).
Ia pun mengaku aneh dengan alasan pemecatan tersebut. Pasalnya, mereka yang dipecat telah diperpanjang penugasannya melalui SK yang dikeluarkan oleh Dindikbud Provinsi Banten, per tanggal 1 Januari 2023 hingga 31 Desember 2023.
“Pertama, kenapa tiba-tiba diberhentikan secara lisan di pertengahan jalan? Yang kedua, kita berbicara sisi kemanusiaan. Sisi kemanusiaan kita ini orang yang diberhentikan itu orang-orang yang sudah usianya lanjut, sudah di atas 60 tahun,” katanya.
Taufik mengatakan, pemecatan itu sangat tidak manusiawi karena dilakukan di tengah perjalanan kontrak kerja, dan dilakukan secara lisan. Padahal mereka menggantungkan nasib pada pekerjaan yang tengah mereka lakoni itu.
“Mereka secara pendapatan berharap dari bekerja di sekolah, penghasilan sampingan tidak ada, usaha sampingan tidak ada. Ini yang dipikirkan adalah bagaimana mereka menghidupi keluarganya. Selanjutnya, bila pun ada putusan kontrak kerja, minimal ada pemberitahuan dan sosialisasi agar ada persiapan mereka akan diberhentikan,” tuturnya.
Taufik menegaskan bahwa pemecatan secara lisan dan mendadak itu, tidak boleh dilakukan oleh Dindikbud Provinsi Banten dan pihak sekolah. Apalagi secara anggaran, mereka yang dipecat itu sudah masuk ke dalam anggaran APBD 2023.
“Ditambah lagi ini tidak sejalan dengan harapan dari pemerintah pusat, dari Kemenpan RB, untuk menunda penghapusan honorer. Tapi ini kenapa tiba-tiba dihapuskan yang ada, meskipun tadi faktor usia, ya kita pahami, cuma tadi caranya itu loh yang kurang manusiawi, tiba-tiba orang diberhentikan,” tegasnya.
Di sisi lain, pihaknya juga menduga bahwa pemecatan massal itu memang direncanakan oleh Dindikbud Provinsi Banten. Hal itu dikarenakan pemecatan honorer di sekolah-sekolah berlangsung serentak di seluruh daerah.
“Sudah direncanakan sepertinya, kayaknya serentak hampir semua daerah melakukan pemutusan kontrak kerja kepada guru-guru dan honorer yang memang sudah usia lanjut,” ungkapnya.
Menurut Taufik, pihaknya telah melakukan komunikasi dengan Komisi I pada DPRD Provinsi Banten. Dari hasil komunikasi tersebut, Komisi I berjanji akan menindaklanjuti pemecatan massal itu dengan memanggil BKD Provinsi Banten.
“Insyaallah hari Kamis (kemarin) rencana itu akan memanggil BKD. Nanti keputusannya seperti apa akan kita lihat tindak lanjutnya. Yang jelas kami menolak pemberhentian kawan-kawan honorer, apalagi kawan-kawan honorer yang sudah usia lanjut diberhentikan secara sepihak oleh Dinas Pendidikan, oleh Kepala sekolah yang di bawah naungan Dinas Pendidikan Provinsi Banten,” tandasnya.(CR-01/DZH/PBN)
Tinggalkan Balasan