SERANG, BANPOS – Komisi V pada DPRD Provinsi Banten menilai ada masalah dalam manajemen kepegawaian guru dan tenaga kependidikan. Pasalnya, persoalan masa pensiun yang tengah ramai saat ini, lantaran kurangnya komunikasi yang baik terkait dengan masa pengabdian pegawai honorer.
Ketua Komisi V pada DPRD Provinsi Banten, Yeremia Mendrofa, mengatakan bahwa pihaknya telah memanggil Dindikbud Provinsi Banten beserta Kepala Sekolah, berkaitan dengan pemecatan lisan dan mendadak sejumlah guru dan tenaga kependidikan honorer.
Hasil dari pemanggilan tersebut, diketahui bahwa pemecatan atau yang disebut sebagai pemberhentian itu hanya menyasar mereka yang telah mencapai masa pensiun saja. Masa pensiun tersebut mengacu pada aturan ASN, bagi guru yang merupakan jabatan fungsional di usia 60 tahun, dan tenaga kependidikan di usia 58 tahun.
“Itulah yang sebetulnya dikatakan masuk ke dalam usia pensiun. Walaupun honorer ini belum ada aturan secara rigid berkaitan dengan honorer, tapi ini ada aturan umum kepegawaian, khususnya kepada ASN,” ujarnya, Rabu (15/3).
Ia mengatakan, pemberhentian bagi para guru dan tenaga kependidikan yang telah memasuki masa pensiun, merupakan hal yang sesuai dengan aturan jika mengacu pada Undang-undang Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN.
“Tentu ini supaya tidak menjadi temuan dalam penggunaan anggaran, maka nanti itu akan ada revisi-revisi SK sesuai dengan mereka yang masuk masa usia pensiun. Itu sesungguhnya yang terjadi dari penjelasan Dindik,” ucapnya.
Anggota Komisi V, Furtasan Ali Yusuf, mengatakan bahwa tidak ada ‘win-win solution’ dalam persoalan tersebut. Menurutnya, hal itu karena mereka yang diberhentikan memang sudah habis masa pengabdiannya.
“Ya kan kalau masa baktinya habis, itu sudah sunnatullah, hukum alam. Masa pengabdiannya habis itu dilihat dari sisi usia, 60 tahun untuk guru dan 58 untuk tenaga kependidikan,” ujarnya.
Menurutnya, bisa saja para guru dan tenaga kependidikan honorer itu tetap dipekerjakan meski sudah masuk masa pensiun. Akan tetapi, akan timbul permasalahan baru yakni dari sisi aturan penggajian.
“Ya honorer itu kan penganggarannya dari Pemda, kalau usia kerja sampai 70 tahun juga bisa, cuma kalau enggak digaji kan bagaimana? Karena ini berkaitan dengan masalah pengawasan, anggaran. Jadi saya memahami setelah mendengar itu,” ucapnya.
Kendati demikian, Furtasan mengakui bahwa terdapat masalah kaitannya dengan manajemen kepegawaian di lingkungan Dindikbud Provinsi Banten. Pasalnya, persoalan habis masa pensiun bisa bergejolak, akibat kurangnya komunikasi yang baik.
Itu soal manajemen kepegawaian. Jadi saya sarankan, ada lah pemberitahuan minimal setahun sebelumnya terkait dengan masa pensiun. Tapi dijawab bahwa itu seharusnya sudah pada paham. Kalau orang mau pensiun tuh harusnya sudah paham kapan mereka pensiun, bulannya, tanggalnya, harinya, jamnya. Mereka (Dindikbud dan Sekolah) menganggapnya secara umum seperti itu,” ungkapnya.
Selain itu, atas pemberhentian ratusan guru dan tenaga kependidikan, terjadi kekosongan di sejumlah sekolah. Hal itu membuat PTM berpotensi terganggu, meskipun masih bisa diakali dengan penyesuaian jam mengajar.
“Disitulah sekolah kebingungan. Pada akhirnya memanfaatkan guru-guru yang jamnya masih kurang. Sehingga ini ada kontradiktif dengan guru-guru PNS yang kewajiban kerjanya 24 jam. Tapi ini lama-lama kan enggak bagus, itu sih kondisinya,” tandasnya.(DZH/ENK)
Tinggalkan Balasan