Arogansi Penyintas Konflik Sekda Banten

MASA jabatan Al Muktabar sebagai Penjabat Gubernur Banten dalam dua bulan ke depan akan genap setahun. Sejumlah catatan menghiasi perjalanan rezim transisi yang dipimpin oleh pria yang sebetulnya merupakan Sekretaris Daerah definitif Provinsi Banten itu. Deskripsi kata yang paling nyaring disebut untuk menggambarkan kepemimpinan Al Muktabar adalah: Arogan.

Sebelumnya, BANPOS telah berupaya untuk mengonfirmasi Al Muktabar terkait dengan tulisan berikut. Sayangnya, BANPOS tidak berhasil mendapatkan tanggapan dari Al Muktabar, lantaran dirinya tengah berada di luar kota. Upaya konfirmasi BANPOS melalui pesan WhatsApp dan sambungan telepon pun tidak mendapatkan respon.

Sejumlah pihak menilai Al Muktabar arogan dalam memimpin Pemprov Banten, lantaran ia lebih sering bertindak semaunya, dan enggan mendengarkan masukan-masukan dari berbagai pihak. Gaya kepemimpinan ‘semau gue’ yang ditunjukkan oleh Al, juga diperlihatkan dengan ‘One Man Show’-nya Al Muktabar dalam memimpin Pemprov Banten. Hal itu disebut wajar, mengingat Al Muktabar merupakan ‘penyintas’ polemik jabatan Sekda, dan berhasil mendapat berkah langsung dari Istana untuk menjadi penjaga sementara singgasana Banten.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arogan memiliki makna secara psikologi sebagai mempunyai perasaan superioritas yang dimanifestasikan dalam sikap suka memaksa atau pongah. Sebagai sebuah contoh, Koordinator Presidium Koalisi Masyarakat Sipil Banten (KMSB), Uday Suhada, menyodorkan persoalan pengabaian jabatan Eselon II yang kosong di lingkungan Pemprov Banten.

Uday mengatakan, Al Muktabar sebetulnya pintar, namun arogan dalam memimpin. Dilantik sebagai Penjabat Gubernur pada 12 Mei 2022, Uday menuturkan bahwa seharusnya Al Muktabar sudah mengetahui, jabatan Eselon II mana saja yang akan kosong dalam waktu dekat.

“Kemudian ambil langkah yang normal, yakni seleksi terbuka melalui mekanisme open bidding. Dari awal saya rewel urusan Reformasi Birokrasi ini. Tapi ternyata Al ‘one man show’. Jangankan melakukan reformasi, yang terjadi justru makin amburadul. Jadi komitmen Al terhadap reformasi birokrasi hanyalah ‘lips service’ belaka,” tuturnya.

Ia mengatakan, Al terlalu merasa superior dalam pengambilan kebijakan, sehingga banyak masukan-masukan yang disampaikan kepadanya, yang pada akhirnya tidak didengar. Hal itulah yang saat ini menjadikan Pemprov Banten sebagai gudangnya Pelaksana Tugas, rangkap jabatan, dan penuh tekanan.

“Belum lagi penunjukan seratus lebih pejabat Kepala biro, Kabag di semua OPD di-Plt-kan. Ini sangat berpengaruh secara serius terhadap kinerja para pejabat di tiap OPD. Apalagi dirangkap jabatan. Jangankan untuk memberikan pelayanan prima, yang ada mereka bekerja di bawah tekanan dan dalam keresahan. Ini nyata, sebab begitu banyak para Plt yang mengeluhkan kepada saya,” katanya.

Uday menuturkan, tidak berlebihan jika ia menyebut Al sebagai One Man Show dalam memimpin Provinsi Banten. Sebab, jangankan untuk hal-hal yang sifatnya kompleks, untuk yang sederhana seperti penunjukkan orang kepercayaan untuk menjadi jembatan kepentingan antar pihak saja, ia tidak ada.

“Istilah yang saya sebut ‘Al One man show’, siapa yang bisa membantah? Tunjukkan pada saya, siapa yang dipercaya Al untuk menjadi semacam LO (Liaison Officer) yang akan menjadi jembatan kepentingan internal birokrasi maupun dengan stakeholders lainnya di provinsi ini,” ungkap Direktur Eksekutif Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP) itu.

Situasi tersebut kata Uday, sudah berjalan hampir setahun. Meskipun buruk, namun tidak ada upaya apapun yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat sebagai pemberi mandat Penjabat Gubernur, untuk melakukan perbaikan.

“Anehnya situasi buruk ini didiamkan oleh pihak Kemendagri. Masa iya harus dengan cara people power untuk merubahnya? Ingat loh, yang dipertaruhkan ini belasan juta jiwa rakyat Banten,” tegasnya.

Senada disampaikan oleh pengamat politik, Ikhsan Ahmad. Ia menyebut bahwa Al Muktabar merupakan seorang pemimpin yang cerdas dan cekatan dalam berwacana, namun memiliki resistensi dan kelemahan mendasar dalam menentukan dan mengimplementasikan kebijakan.

“Al Muktabar lemah dalam menempatkan kepentingan strategis yang berpihak pada keberlanjutan kebijakan ke depan dan kepentingan masyarakat,” ujar Ikhsan.

Ikhsan mengatakan, Al Muktabar terkesan arogan lantaran dirinya terbelenggu dengan kelompok-kelompok tertentu. Sehingga, dalam setiap pengambilan keputusan, akan dilakukan dengan pendekatan kehati-hatian.

“Pendekatan kehati-hatian atas dasar pertimbangan kelompok politik tertentu menjadi semakin nampak dan tidak menjadikan arti apapun pendekatan prosedural dan normatif yang dianggap lurus, malah sebaliknya menjadi lamban,” tuturnya.

Sikap arogan dari Al pun seperti halnya yang disampaikan oleh Uday, ditunjukkan dengan One Man Show seolah-olah semua hal bisa dilakukan oleh diri Al Muktabar sendiri. Sikap itu menjadi pertunjukkan kelemahan pembentukkan tatanan birokrasi, menuju tahun politik yang sejatinya akan menghasilkan pemimpin definitif.

“Sikap over leadership yang kompleks, yakni merasa Banten dapat diurus seorang sendiri. Kepemimpinan seperti ini secara mendasar menunjukkan kelemahan pada upaya pembentukkan tatanan birokrasi yang dibutuhkan menuju tahun politik 2024, bahkan akan terus mengalami defisit kepercayaan elemen-elemen kritis yang berperan dalam memberikan input kepada pemerintah,” katanya.

Karut marut rezim transisi Al Muktabar pun diperparah dengan buruknya para pembisik utama sang Penjabat Gubernur, dalam melihat kelemahan. Selain itu, mereka pun dinilai gagap untuk bisa kritis terhadap Penjabat Gubernur Banten.

“Di sisi lain, OPD-OPD yang ada tampaknya juga gagal dalam membangun sinergi positif dengan atasannya (Penjabat Gubernur), karena beberapa faktor. Diantaranya, sikap pragmatisme OPD dan ketidakmampuan Penjabat dan mengonsolidasikan OPD dalam irama yang sama,” terangnya.

Ikhsan juga menyoroti terkait dengan pengangkatan Virgojanti sebagai Pelaksana Harian Sekda Banten. Ia menegaskan, penempatan Virgojanti sebagai Pelaksana Harian Sekda menunjukan ketidakprofesionalan Al Muktabar.

“Dipilihnya Ibu Virgo menjadi Plh Sekda, membuktikan bahwa Penjabat Gubernur, mengalami krisis kepercayaan kepada pejabat lain, sehingga tumpuan pengganti sekda kembali kepada orang itu-itu saja,” katanya.

Ikhsan mengungkapkan, sebelum mendapatkan surat perintah sebagai Pelaksana Harian Sekda Banten, Virgojanti yang sebelumnya merupakan pejabat dari Kabupaten Lebak terpilih sebagai Kepala (DPMPTSP) Banten, kemudian merangkap sebagai Plt Kepala DPMD dan juga Komisaris Bank Banten.

“Sebenarnya krisis kepercayaan tersebut sekaligus menjadi krisis kepemimpinan di dalam diri Penjabat (Al Muktabar) karena pada akhirnya membuktikan bahwa Penjabat Gubernur tidak mampu membangun perspektif positif dalam membangun soliditas kerja yang komprehensif dan profesional karena sebelumnya ibu virgo juga menjadi tumpuan beberapa jabatan,” ungkapnya.

Adapun mengenai adanya tiga usulan nama calon pengganti Pj Sekda Banten Moch Tranggono ke Kemendagri yang sebelumnya ramai dibicarakan di kalangan pemprov, Ikhsan mengaku ketiga nama tersebut tidak masuk dalam kriteria Al Muktabar.

“Kalau memang itu yang diusulkan, saya sedari awal tidak percaya bahwa Pj akan memilih salah satu diantara mereka. Alasannya Pj tidak pernah memberikan indikasi menggunakan pertimbangan sistem merit dalam promosi dan mutasi tetapi memakai pertimbangan pendekatan spoil system atau loyalitasnya tidak diragukan untuk mengabdi kepada pribadi-pribadi atau patron klien, hal ini tentu saja sangat merusak tatanan birokrasi yang diharapkan sehat, profesional dan moderen,” ujarnya.

Sedangkan penunjukan Virgojanti sebagai Plh Sekda Banten banyak yang kontra atau menolak hal tersebut sudah dipastikan terjadi. Disamping sebagai pendatang baru di pemprov, Virgojanti juga golongannya baru IV B dan pengalamanya masih jauh dengan ASN yang memang berkarir sejak Pemprov Banten terbentuk, termasuk jenjang pendidikan dan pelatihan (Diklat).

“Sudah sewajarnya penolakan akan terjadi karena keputusan ini tidak mencerminkan kebutuhan kualitas tuntutan pemecahan persoalan dan tantangan Banten hari ini. Terlalu kentara Pj Gubernur memainkan politik kepentingannya, dan saya pikir ASN juga nggak perlu kecewa banget karena mereka toh nggak pernah berani untuk menyatakan apa yang salah dan apa yang benar dalam membentuk birokrasi yang handal. Selalu berlindung karena taat atasan kendati ada yang salah,” ungkapnya.

Berbagai kondisi tersebut menurut Ikhsan, akan menjadi wajar apabila Al Muktabar menunjukkan arogansinya dalam memimpin Pemprov Banten. Terlebih, Al Muktabar pun merupakan sosok yang pernah disingkirkan, dan berhasil kembali hingga disematkan status Steward oleh Pemerintah Pusat, untuk menghangatkan singgasana Banten.

“Dari kondisi tersebut diatas maka arogansi jabatan menjadi pilihan yang tidak bisa ditolak. Penjabat Gubernur menjadi inti patron klien yang merasa menang setelah disingkirkan dan merasa dekat dengan istana. Di sisi lain ASN yang merasa terancam atau kedekatannya belum membuahkan hasil, menjadi beban birokrasi sekaligus beban masyarakat,” ungkapnya.

Arogansi Al Muktabar bahkan disampaikan oleh mantan pimpinannya sendiri, Wahidin Halim. Pria yang tengah menjadi warga biasa Cipinang Kota Tangerang itu menilai bahwa gerak-gerik Al Muktabar dalam memimpin Banten, terkesan terlalu diatur dan ditekan oleh Partai Politik tertentu.

“Bertindak (Al Muktabar) atas pesanan seseorang dan Banten flashback seperti 20 tahun yang lalu. Pj (Al Muktabar) dalam tekanan politik dan mengangkat seseorang berdasarkan pesanan. Akhirnya dipaksa berbuat sewenang-wenang,” ujarnya melalui pesan singkat.

Dan yang lebih ironis sekali menurut Wahidin, Al Muktabar dalam menjalankan roda pemerintahan menganggap para bawahannya pada struktur OPD bukan sebagai mitra, melainkan musuh politik. “Pj juga berpolitik dengan memandang dan memperlakukan bawahan sebagai lawan politik,” kata pria yang akrab disapa WH.

Pengangkatan Virgojanti sebagai Pelaksana Harian Sekda pun dinilai olehnya tidak dilakukan berdasarkan putusan atas dasar kompetisi yang adil. “Saya tidak dalam posisi setuju atau tidak setuju terhadap Bu Virgo. Tapi harusnya ada kontes. Ambil dari tiga birokrat terbaik,” tandasnya.(DZH/ENK) 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *