LEBAK, BANPOS – Sebanyak delapan bidang lahan Sertifikat Hak Milik (SHM) dari luas 6,085 Ha yang terdampak proyek Waduk Karian dan belum dibayar oleh BBWSC-3/Kementerian PUPR, dipastikan dalam waktu dekat akan segera diukur dan diploting oleh pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Lebak.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari BBWSC-3, Revi Kartika Sari menyampaikan butir kesimpulan akhir musyawarah pembayaran kompensasi Proyek Waduk Karian. Pada acara yang dihadiri Ketua DPRD Lebak, Agil Zulfikar, Kepala Desa Sindangmulya Kecamatan Maja, Nani Permana, Perwakilan BPN Lebak, Azis dan Ika, Pejabat dari BBWSC-3, Revi Kartika Sari dan para pemilik lahan yang terdampak proyek Waduk Karian, bertempat di kantor Desa Sindangmulya Kecamatan Maja, Selasa (22/3).
“Prioritas awal kita selesaikan dan dimulai dari tanah yang sertifikat (SHM) dulu sebanyak 8 bidang (8 SHM) seluas 6,085 hektar. Karena itu kami harapkan, sebelum dilakukannya pengukuran/ploting para pemilik lahan segera melengkapi sejumlah berkas yang dibutuhkan, khususnya yang berkaitan dengan warkah lahan, seperti halnya KTP, Kartu Keluarga (KK), SPPT, Foto Copy Sertifikat tanah, surat keterangan tidak sengketa serta kebutuhan warkah lainnya,” ujar Azis, perwakilan dari Kantor BPN Lebak.
Sebelumnya, Pejabat BBWSC3, Revi Kartika Sari, mengungkapkan bahwa berdasarkan data BBWSC3 terkait kebutuhan lahan untuk Waduk Karian di area Desa Sindangmulya sudah dianggap selesai. Pasalnya, dari kebutuhan seluas 85 hektar, yang terdiri dari 29 hektar lahan HGU PTPN dan sisanya lahan milik masyarakat sudah dibayarkan ganti ruginya, dengan siklus pembayaran yaitu pada Tahun 2009 dan 2010. Kemudian, sisanya dibayarkan pada Tahun 20221 sebanyak 17 bidang.
“Jadi kami anggap soal pembayaran ganti rugi lahan di Desa Sindangmulya ini sudah selesai, jika pun ada lahan masyarakat yang belum dibayar, Kami pun memiliki bukti dan catatan terkait transaksi pembayaran atas lahan masyarakat tersebut. Pertanyaannya, kenapa saat itu masyarakat justru tidak melakukan sanggahan atau keberatan,” ujar Revi.
Sementara Ketua DPRD Lebak, Agil Zulfikar, dalam kesempatan tersebut meminta kepada BBWSC-3 dan pihak terkait untuk segera merespon dan menyelesaikan permasalahan yang masih terjadi. Pihaknya minta jangan ada masyarakat yang terdampak Waduk Karian belum terselesaikan hak-haknya.
“Kita mendukung proyek Waduk Karian, namun jangan ada masyarakat yang dirugikan,” kata Agil Zulfikar.
Kepala Desa Sindangmulya, Nani Permana, dalam musyawarah mengungkapkan, bahwa pihaknya sedikit berlega hati setelah ada keputusan musyawarah dengan pihak BBWSC-3 dan para pemilik lahan. Dimana lahan warga yang belum dibayar, akan segera diukur ulang dan diploting oleh pihak BPN Lebak.
“Alhamdulillah, saya saat ini sedikit berlega hati, karena lahan masyarakat Sindangmulya yang terdampak proyek Karian dan belum dibayar akan segera diukur dan di ploting BPN. Semoga bisa segera dilaksanakan, sehingga dapat mengurangi keresahan warga saat ini,” ungkapnya.
Diketahui, bahwa musyawarah di Desa Sindangmulya tersebut merupakan tindak lanjut surat dari Kades Sindangmulya yang ditujukan kepada BBWSC3. Kades Sindangmulya sudah dua kali melayangkan surat, terkait permohonan ukur ulang dan ploting atas lahan warganya terdampak proyek waduk Karian, namun hingga saat ini belum dibayar.
Sementara salah seorang pemilik lahan yang terdampak waduk, Mutin (67) menanggapi pernyataan Revi perwakilan BBWSC3 yang mempertanyakan kenapa dulu tidak ada yang menyanggah? Bahwa terjadinya kemelut pembayaran ganti rugi kepada warga yang terdampak, karena kurangnya sosialisasi. Para pegawai BBWSC-3 dan pihak terkait, saat melakukan pengukuran/ploting tidak terbuka atau mengajak masyarakat pemilik lahan.
“Kapan dan dimana hasil ploting diumumkan. Harusnya itu diumumkan di papan informasi di Kantor Desa, bahkan harusnya sampai di tingkat RT, sehingga masyarakat mengetahui,” tegas Mutin.
Terpisah, mewakili masyarakat pemilik lahan SHM, Edi Murpik menjelaskan kronologi kepemilikan lahan secara detail di hadapan PPK BBWSC3 itu. Menurut Edi Murpik, bahwa tanah yang digarap masyarakat di Desa Sindangmulya yang terdampak waduk karian, sesungguhnya itu lahan tanah milik adat/tanah negara. Masyarakat sejak jaman Belanda sudah menetap di lokasi tersebut dengan nama Kampung Cikapas dan tidak termasuk ke dalam areal HGU PT Linggasari, yang sebelumnya HGU PT Co Carco, dan kini menjadi bagian dari lahan HGU PTPN VIII.
“Buktinya di lokasi tersebut (blok terbang) ada 8 sertifikat hak milik (SHM) atas nama Pardi, Dayat, Cecep, Dedi, H. Musna, Umamah dan lainnya pada Tahun 1992. Sementara HGU PT Linggasari yang kemudian dibeli PTPN XI pada Tahun 1982/1983 masa berlakunya hingga Tahun 2002. Artinya saat HGU tersebut masih berlaku, terbit SHM atas nama delapan masyarakat. Pertanyaannya, apakah bisa atau boleh, di atas HGU bisa terbit SHM?,” tanya Edi Murpik.
Selanjutnya Edi Murpik menegaskan, peta bidang atau hasil pengukuran tanah milik Umamah, misalnya, batas-batasnya Kali Ciberang dan tanah negara. Bukan tanah HGU PT Linggasari. Blok Sempur Tiga ada juga yang menyebut Blok Terbang, merupakan batas antara Desa Sindangmulya (dulu Desa Binong, Kecamatan Maja), Desa Pasir Tanjung, Kecamatan Rangkasbitung dan Desa Tambak Kecamatan Cimarga.(WDO/PBN)
Tinggalkan Balasan