LEBAK, BANPOS – Menindak lanjuti aksi demonstrasi yang dilakukan oleh Korp HMI Wati (Kohati), HMI-MPO dan Rumah Perempuan dan Anak (RPA) terkait tuntutan mencopot Kepala UPTD PPA Lebak lantaran diduga UPTD PPA Lebak tidak menjalankan kinerja dengan baik.
Pada pertemuan kali ini, Selasa (21/3) Kohati beserta HMI-MPO membawa salah satu keluarga korban yang mengaku tidak mendapatkan haknya dari UPTD PPA Lebak.
Ketua Kohati Cabang Lebak, Siti Nuraeni mengatakan, pihaknya membawa salah satu korban yang melakukan pelaporan kepada UPTD PPA tahun 2022 lalu.
Aktivis yang kerap disapa Aen ini menerangkan, tujuan diajaknya keluarga korban sebagai bentuk persaksian bahwa UPTD PPA ini wajib dievaluasi total.
“Ini bukti konkret dari kami. Sebagai agent of social control kami tidak mungkin memberikan asumsi ataupun tudingan liar belaka,” kata Aen kepada BANPOS.
Diketahui, pertemuan dilakukan di ruang Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Lebak dan dihadiri oleh Kepala Dinas, Sekretaris Dinas, Kepala Bidang serta Kepala dan Staf UPTD Lebak.
Berdasarkan informasi yang dihimpun BANPOS, identitas keluarga tersebut ialah Agus, Paman dari salah satu keluarga korban yang diduga tidak mendapatkan pelayanan maksimal dari UPTD PPA Lebak hadir dalam audiensi antara Kohati HMI-MPO Cabang Lebak dengan UPTD PPA dan DP3AP2KB Kabupaten Lebak.
Agus dijemput langsung oleh aktivis dari Kohati dan HMI-MPO Lebak dari rumahnya yang terletak di Kecamatan Panggarangan atau wilayah Lebak bagian Selatan.
Dalam sesi mediasi, Agus menjelaskan kronologi awal pelaporan kasus yang menimpa keponakannya yang masih duduk di Sekolah Dasar tersebut.
Ia mengatakan, korban beserta keluarga hanya diberikan pendampingan saat melakukan visum di RSUD Adjidarmo. Setelah bermalam selama satu malam di rumah perlindungan PPA Lebak, Korban beserta pendampingnya diantar ke kediaman korban.
“Korban memang betul diberikan salin selimut, sendal kalau tidak salah. Tapi setelah itu tidak ada lagi,” ujar Agus di tengah audiensi.
Ia memaparkan, kondisi korban saat ini memprihatinkan. Korban mengalami trauma dan stres berat hingga memaksa keluarga korban mengambil keputusan untuk memindahkan korban dari rumah dan sekolahnya ke wilayah lain bersama saudara lainnya.
“Tolonglah kalau memang masih ada hak korban tolong disampaikan,” tandasnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala UPTD PPA Lebak, Puji Astuti mengatakan, alasan pihaknya tidak memberikan pendampingan psikologis lantaran pada saat pemeriksaan di Polres Lebak tidak diberikan rekomendasi untuk pendampingan psikolog.
“Jadi saat pemeriksaan itu, hanya ada rekomendasi visum saja dari pihak kepolisian. Itu alasan kami tidak memberikan pendampingan psikologis,” kata Puji.
Sementara itu, Ketua Kohati Lebak, Siti Nuraeni mempertanyakan kondisi korban saat ini yang memprihatinkan menjadi tanggung jawab siapa jika UPTD PPA yang seharusnya menjadi tempat Penanganan malah berdalih demikian.
Menurutnya, dalam melihat kasus tersebut pihak UPTD PPA dapat melihat bahwa untuk anak usia dini pasti mendapatkan trauma berat ketika mengalami hal yang mengenaskan tersebut.
“Jangankan korban yang usia segitu, orang dewasa pun pasti akan trauma berat jika mengalami hal serupa. Pihak UPTD PPA dan dinas haruslah bertanggungjawab,” tandasnya.
Kepala DP3AP2KB Lebak, Abdul Rohim akhirnya memberikan arahan kepada pihak UPTD PPA agar menindaklanjuti permintaan dari keluarga korban dan Kohati HMI-MPO Lebak untuk melakukan pendampingan psikolog terhadap korban tersebut.
“Secepatnya akan ditindaklanjuti, pasca-ramadan, paling lambat sepuluh hari setelah lebaran ya,” kata Rohim.
Hal tersebut diperkuat dengan bukti pertanyaan tertulis yang ditandatangani langsung oleh Kepala UPTD PPA dan mengetahui oleh Kepala DP3AP2KB Lebak di hadapan Paman Korban dan peserta audiensi lainnya.(CR-01/PBN)
Tinggalkan Balasan