Soal Permintaan Amnesti, Partai Garuda Ingatkan Aktivis Tak Kebal Hukum

JAKARTA, BANPOS – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta amnesti ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk seorang aktivis lingkungan penolak tambang emas Tumpang Pitu, Banyuwangi, Jawa Timur, Heru Budiawan alias Budi Pego.

Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Garuda Teddy Gusnaidi menilai, permintaan Komnas HAM merupakan hal yang sah. Namun, diingatkannya, tak dibenarkan jika menyebut seorang aktivis tidak boleh dihukum.

“Sah-sah saja Komnas HAM mengirim surat kepada Presiden meminta Amnesti terhadap salah seorang aktivis lingkungan hidup yang dipidana. Tapi ketika menuding bahwa ini kriminalisasi dan seorang aktivis tidak tepat untuk diberikan hukuman, tentu ini mengganggu,” ujar Teddy dalam keterangan tertulis, Selasa (28/3).

Dia juga menyoroti LSM Amnesty International yang menuding aparat hukum membungkam aktivis karena menghukum aktivis tersebut.

Artinya, seolah-olah tidak boleh jika seorang aktivis dihukum. Padahal, setelah dilakukan proses pembuktian, aktivitas tersebut terbukti bersalah.

“Hukum tidak melihat apa jubahmu, apa pekerjaanmu. Hukum hanya melihat apa yang kamu lakukan ketika melanggar hukum. Bahkan pemuka agama sekalipun, yang mengajarkan begitu banyak kebaikan kepada banyak orang, jika melanggar hukum, tetap dihukum,” ingatnya.

Menurut Teddy, jika label aktivis kebal hukum dan bebas dari hukum, maka semua pelaku kejahatan akan membuat LSM sebagai alat untuk melindungi kejahatannya.

“Kejahatannya tidak bisa dipidana, dianggap tidak ada, karena yang melakukan kejahatan adalah seorang yang berlabel aktivis,” tegas pria yang juga menjabat Juru Bicara Partai Garuda ini.

Menurut Teddy, meminta amnesti ke presiden merupakan hal sah. Namun jangan sampai membuat label aktivis seolah-olah orang suci yang tak berdosa sehingga tidak boleh dihukum, lalu menyalahkan hukum.

“Ini tidak sehat, kami mengecam pernyataan konyol Komnas HAM,” tandas Teddy.

Sekadar latar, Budi Pego pernah dihukum 4 tahun penjara karena berdemo menggunakan spanduk palu-arit di Banyuwangi pada April 2017.

Pada Januari 2018, PN Banyuwangi menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘kejahatan terhadap keamanan negara’.

Lalu, Februari 2018, Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya menyatakan Budi Pego ‘secara melawan hukum, di muka umum dengan tulisan menyebarkan ajaran komunisme dalam segala bentuk dan perwujudannya’.

MA pun menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun pada Oktober 2018.(RMID)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *