LEBAK, BANPOS – Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Komunitas Mahasiswa Taktis Wanasalam (Matadewa) melakukan aksi unjuk rasa atas kinerja dan sejumlah kebijakan Pemkab Lebak. Aksi itu dilaksanakan selama 7 hari lebih, di depan Pendopo Bupati Lebak.
Korlap aksi, Nurdin, kepada BANPOS mengatakan bahwa aksi yang berlangsung satu minggu itu merupakan bentuk kekecewaan terhadap kinerja Bupati dan Wakil Bupati Lebak, terkait kemiskinan, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Upah Minimum Kumulatif (UMK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT).
“Aksi yang kami lakukan merupakan bentuk kekecewaan terhadap kinerja dari Pemkab Lebak, seperti halnya jumlah kemiskinan yang terus meningkat bahkan jumlah penduduk miskin Tahun 2022 menurut data BPS lebih banyak dari Jumlah penduduk miskin tahun 2011,” ujarnya.
Ia mengatakan, indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan di Kabupaten Lebak pada tahun 2022 pun lebih buruk dari tahun tahun 2010.
“IPM Kabupaten Lebak selalu menjadi yang terendah di Provinsi Banten, begitupun dengan UMK yang juga ada di posisi terendah, TPT juga sama. TPT kita yang sekarang jauh lebih banyak dari TPT Tahun 2013, ini jelas merupakan bukti betapa buruknya kinerja Pemkab Lebak,” ucapnya.
Juru bicara Matadewa ini juga menyoroti sikap birokrasi di Lebak, yang ditudingnya seperti anti terhadap demontrasi lantaran pihak Pemkab Lebak baru mau menemui dan berdialog dengan massa aksi pada hari ke tujuh.
“Kami meminta agar Bupati dan Wakil Bupati Lebak jangan anti terhadap demonstrasi, kami sudah melakukan aksi menginap di depan kantor Bupati Lebak selama 7 hari 7 malam, dan pada hari ke 7 ini baru ditemui. Ini jelas bukan sikap dan respon yang baik dari seorang pemimpin Lebak,” beber Nurdin.
Senada, Koordinator Matadewa, Repi Rizali, menyampaikan soal kondisi infrastruktur Lebak yang sangat miris. Menurutnya, hampir semua pembangunan jalan di Lebak tidak pernah ada yang tahan lama dikarenakan kualitas pembangunan yang asal-asalan.
“Kita juga miris dengan kondisi infrastruktur di Lebak, seperti pembangunan jalan yang terkesan asal-asalan, tidak pernah terpakai lama karena cepat rusak. Padahal anggaran yang digelontorkan sangat besar dan bernilai fantastis. Ini juga jelas berdampak pada laju ekonomi warga, terutama untuk akses hasil kebun dan pertanian sangat kesulitan,” papar Repi.
Aksi yang dilakukan sejak Kamis (25/5) lalu dan berbentuk aksi diam itu, mendapatkan respon dari Wakil Bupati Lebak, Ade Sumardi. Ade mendatangi massa aksi pada Rabu (31/5) kemarin, dan mengajak para pengunjuk rasa untuk berbincang.
Wakil Bupati Lebak, Ade Sumardi, di lokasi kepada wartawan menyampaikan pihaknya sangat mengapresiasi aksi tersebut. Dan pihaknya juga menerima aspirasi yang disampaikan Matadewa.
“Ini bagus, kita terima aspirasinya. Hanya saja terus terang mata bupati cuma dua, mata wakil bupati cuma dua, merekalah mata-mata kita sehingga apa yang di temukan di lapangan bisa disampaikan ke kita,” ungkap Ade Sumardi.
Sementara saat disinggung mengenai sikap lambatnya menemui massa aksi sehingga harus sampai menginap enam malam, Ade mengaku sedang di luar kota.
“Saya 5 hari ini jujur tidak ada di Lebak, Saya ada kegiatan di Jakarta. Kemarin teman-teman dari Polres Lebak nelpon saya, dikira Saya teman-teman aksi sudah ada yang menemui. Pas hari pertama saya minta pak Asda I untuk menemui, tapi kan teman-teman gak mau. Makanya tadi malam saya telpon pak Tanto, Saya sampaikan besok pagi saya temui mereka, saya tanya aspirasinya apa. Jadi bukan membiarkan yah,” dalih Wabup Lebak menjelaskan.
Ade pun mengajak masyarakat serta mahasiswa untuk bermitra bersama Pemerintah dalam menyalurkan pendapat hingga keluhan dari masyarakat, yang tidak dapat tersentuh oleh Pemerintah daerah.
“Ini yang menurut saya bagus, ketika mahasiswa datang itu membawa harapan dan pesan dari masyarakat langsung. Hal tersebut lah yang bisa membantu Pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan yang tidak terpantau,” jelas Ade.
Ia menerangkan, bukan hanya mahasiswa, masyarakat pun dapat menjadi mitra pemerintah dalam menyampaikan aspirasi yang bisa dilakukan secara terstruktur.
“Bagi masyarakat langsung yang ada bisa menjadi mitra, misal, di setiap kampung masih ada keluarga miskin yang belum terdata, bisa dilaporkan ke RT/RW lalu ke desa. Nah, nanti desa yang melaporkan ke Kabupaten. Hal seperti inilah yang bagi saya bagus, keren,” tandasnya. (MYU/WDO/DZH)
Tinggalkan Balasan