JAKARTA, BANPOS – Senayan menyoroti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan organisasi dan anggaran di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Laporan BPK tersebut menyimpulkan, BRIN tidak memberikan dukungan terhadap Program Strategis Nasional (PSN) yang telah dicanangkan Pemerintah.
“Temuan BPK ini semakin menegaskan bahwa berbagai langkah yang dilakukan BRIN pasca-peleburan berbagai lembaga riset menjadi tidak terarah dan terkesan blunder,” kata anggota Komisi VII DPR Mulyanto di Jakarta, kemarin.
Laporan BPK menyimpulkan, pengelolaan pendapatan, belanja, dan aset pada BRIN Tahun anggaran 2021-2022, telah dilaksanakan sesuai kriteria dengan pengecualian atas beberapa permasalahan. Permasalahan tersebut antara lain, rencana, program kerja, dan anggaran BRIN tidak mendukung percepatan pencapaian target PSN, yakni pengembangan industri garam, pengembangan Drone MALE Kombatan, dan Penguatan Sistem Peringatan Dini Bencana.
Tiadanya dukungan dari BRIN ini berpotensi membuat aset tetap hasil PSN berupa pengembangan Drone MALE Kombatan sebesar Rp 112,46 miliar menjadi mangkrak.
Potensi serupa dialami pengembangan industri garam senilai Rp 29,88 miliar, dan program penguatan dan pengembangan Sistem Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami sebesar Rp 114,88 miliar. Namun demikian, BPK tetap memberikan rekomendasi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan BRIN.
Mulyanto meminta Pemerintah menyikapi serius temuan BPK ini. Apalagi temuan tersebut menyangkut aset negara dan keberlanjutan PSN. Dia tidak ingin, karena tiadanya dukungan dari BRIN, program riset strategis nasional beserta aset-asetnya menjadi mandek dan mangkrak. “Ini semua akan menjadi barang rongsokan dan kontribusi sektor riset dan teknologi bagi pembangunan kesejahteraan rakyat akan semakin minim,” wantinya.
Mulyanto menyarankan Pemerintah membentuk kembali badan-badan riset yang telah dilebur ke dalam BRIN. Ini bisa menjadi solusi untuk memaksimalkan kembali peran para peneliti. Sejak dibentuk pertama kali, struktur kelembagaan BRIN rancu sehingga membuat banyak tugas pokok dan fungsi badan-badan riset menjadi hilang dan tidak dapat dijalankan.
“Keluhan para pakar dan peneliti yang mengadukan soal ini ke Komisi VII DPR sudah lumayan banyak. Lembaga riset yang superbodi dan sentralistik seperti BRIN memang sudah diduga akan susah bergerak dan menyebabkan berbagai program unggulan riset nasional bakal mandek. Apalagi di tengah anggaran riset yang kecil dan terus dipangkas Pemerintah,” jelas Mulyanto.
Politisi Fraksi PKS ini lalu menyentil beberapa kasus kericuhan di beberapa badan riset pasca penggabungan ke BRIN. Di antaranya, penggabungan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).
Menurutnya, badan penyelenggara di bidang ketenaganukliran dan keantariksaan itu akan sulit menjalankan tugas bila dilebur dan disempitkan menjadi sekadar organisasi riset atau beberapa pusat riset saja. “Pemerintah perlu menata ulang BRIN dan mengembalikan badan-badan riset yang sebelumnya dilebur ke dalam BRIN,” sarannya.
Mulyanto juga menyindir sikap BRIN yang mengubah PSN yang sudah ditetapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Padahal, penetapan PSN merupakan wewenang presiden dan harus dilaksanakan oleh kementerian, lembaga dan badan terkait, termasuk BRIN.
Namun keputusan BRIN tidak memberikan dukungan pada tiga PSN adalah tindakan yang melanggar aturan dan menentang kewenangan Presiden. “Ini sama saja Kepala BRIN mbalelo, melangkahi kewenangan Presiden,” tegasnya.
Sebelumnya, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko bersyukur mendapat opini WTP atas laporan keuangan BRIN tahun anggaran 2021-2022. Opini WTP ini merupakan pernyataan profesional dari auditor lembaga negara yakni BPK, terhadap kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan empat kriteria.
Yakni, kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern.(PBN/RMID)
Tinggalkan Balasan