Jaksa Vs Polisi

Ini adalah ide yang yang sebelumnya sempat mau diminta oleh Redaktur Pelaksana (Redpel) Banten Pos, yang Kamis kemarin curhat kalau dia bingung mau nulis apa. Mumpung masih fresh, maka saya akan tuangkan dalam tulisan ini, sambil memantau perkembangan yang terjadi.

Tahukah kalian bahwa wewenang Kejaksaan saat ini tengah digugat oleh salah seorang warga ke Mahkamah Konstitusi? Wewenang yang dimaksud adalah terkait dengan penyidikan perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) yang dimiliki oleh Kejaksaan.

Singkatnya, gugatan dilandasi pada adanya dugaan inkonstitusionalitas dalam wewenang ganda Kejaksaan untuk melakukan penyidikan sekaligus penuntutan, atas perkara Tipikor. Pasalnya dengan adanya wewenang ganda tersebut, maka proses mulai dari penyidikan, prapenuntutan, pendakwaan hingga penuntutan, sepenuhnya dipegang oleh Kejaksaan, hingga berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kewenangan.

Gugatan atas kewenangan ini mengingatkan saya pada sebuah peristiwa yang terjadi pada tahun 2019. Pada tahun itu, terjadi perseteruan antara Kejaksaan dengan Kepolisian, terkait dengan wewenang investigasi, dimana Kepolisian merasa bahwa Kejaksaan terlalu memiliki kewenangan yang besar atas investigasi, sementara mereka kekurangan wewenang di lapangan.

Perseteruan tersebut berlangsung sengit, bahkan sampai terjadi peristiwa penculikan seorang Jaksa dan juga kematian seorang anggota Kepolisian. Peristiwa itu merupakan gambaran dari plot kisah Drama Korea berjudul ‘Stranger’ season 2.

Drama yang diperankan oleh Jung Seung Woo sebagai Hwang Shi Mok, si jaksa bermuka lempeng, dan juga Bae Doo Na sebagai Han Yeo Jin, si detektif petakilan, ini memang menceritakan perebutan wewenang investigasi antara Polisi dan Kejaksaan. Soalnya di sana, Polisi itu dalam hal investigasi atau penyidikan, memang berada di bawah ketiak Jaksa. Kalau jaksa gak ngebolehin, ya gak boleh itu diinvestigasi.

Besarnya wewenang Jaksa di Korea Selatan dalam hal penyidikan, kerap dijadikan latar cerita banyak Drakor lainnya, dengan cerita ‘Jaksa jahat’. Bahkan dalam Drakor berjudul ‘Diary of Prosecutor’, terdapat percakapan karakter di sana (saya lupa siapa) yang menyampaikan kalau mereka (para Jaksa) bete, banyak drama yang membuat citra mereka jelek.

Sebetulnya, sudah banyak tulisan yang mengulas perbandingan wewenang Jaksa di Indonesia, dengan wewenang Jaksa di Korea Selatan berbasiskan pada Drakor. Saya sempat baca beberapa, dan berakhir pada ketidakmengertian karena tidak punya basis keilmuan hukum, hehe.

Namun sebagai pecinta Drakor dengan tema hukum (romantis), kerajaan (romantis) dan aksi laga (romantis), saya sempat berkata ‘hah?’ saat baca berita gugatan ke Mahkamah Konstitusi tersebut. Karena menurut saya, menurut saya pribadi yang awam soal hukum, justru kalau bisa wewenang Kejaksaan diperkuat, biar bisa sekuat di Drakor, sampai kepada pidana umum.

Mengapa demikian? Ini lah hidup, ada saja kejutannya. Kebetulan, beberapa pekan yang lalu kita dihebohkan dengan perkara ‘Revenge Porn’ atau ‘Sextortion’ yang menimpa salah satu mahasiswi asal Pandeglang. Perkara tersebut viral menurut alternatif pandangan saya, adalah karena Kejaksaan yang tidak memiliki kewenangan untuk ‘fleksibel’ dalam melakukan penuntutan perkara pidana umum, dan hanya menerima berkas dari Kepolisian saja.

Dalam perjalanan perkara itu, diketahui jika korban dan keluarga korban sempat menyampaikan ke Kejari Pandeglang bahwa perkara ini tuh asal muasalnya dari peristiwa pemerkosaan. Namun karena Kejaksaan tidak memiliki kewenangan, akhirnya mereka hanya bisa menerima curhatan dari korban dan keluarga korban, dan mengarahkan untuk lapor ke Kepolisian.

Coba bayangkan jika Kejaksaan memiliki kewenangan sebagaimana Kejaksaan di Drakor. Pada saat korban dan keluarga korban ‘curhat’ soal pemerkosaan di posko pertama dan satu-satunya di Indonesia itu, maka bu Kajari bisa langsung bilang “Oh begitu ya? Kenapa gak bilang dari awal. Mohon lengkapi buktinya, nanti Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan ubah surat dakwaan dan tuntutannya, untuk memasukan perkara pemerkosaan!”. Maka gak akan viral ini perkara. Meskipun memang ada beberapa hal lain yang menjadi landasan pihak keluarga, untuk memviralkan perkara itu.

Tapi perlu diingat, kita tidak hidup di Drama Korea, kita hidup di Indonesia. Ada aturan-aturan berkaitan dengan Hukum Acara Pidana, yang menjadi pedoman aparat penegak hukum kita untuk bertindak. Kendati saya sempat gemas karena berpikiran ‘Kenapa Kejari Pandeglang gak inisiatif sih buat koordinasi dengan Polda, terkait dengan curhatan pihak korban dan keluarga’.

Hari ini, sidang putusan atas perkara Revenge Porn akan digelar. Keluarga korban berharap, putusan yang diberikan berat, seperti tuntutan yang disampaikan oleh JPU. Semua kembali lagi kepada kebijaksanaan Majelis Hakim, semoga yang terbaik yang diputuskan.

Akhir tulisan, kembali ke gugatan Mahkamah Konstitusi, Kejaksaan itu keren loh. Kejati Banten saja mendapat penghargaan dari KPK sebagai Kejaksaan paling gokil dalam menangani perkara Tipikor. Gimana jadinya kalau kewenangan penyidikan Tipikor oleh Kejaksaan dihapus?

Jawabannya, kita tunggu putusan Mahkamah Konstitusinya saja, sambil menunggu kabar apakah ‘Stranger’ season 3 akan diproduksi atau enggak. (*)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *