Harga Daging Ayam Tak Kunjung Turun

SERANG, BANPOS – Kenaikan harga daging ayam belakangan ini dikeluhkan masyarakat. Tidak hanya pembeli, keluhan juga datang dari para penjual. Sebab, akibat dari naiknya harga daging ayam membuat jumlah pembeli pun berkurang dan mengakibatkan penghasilan para pedagang berkurang.

Salah seorang penjual daging ayam di Pasar Rau, Kota Serang, Ujang Saepudin (32) mengatakan harga daging ayam mengalami kenaikan harga sejak tiga bulan lalu. Biasanya harga daging ayam berkisar antara Rp32 ribu hingga Rp35 ribu per kilogram. Selama tiga bulan terakhir ini naik mulai dari harga Rp38 ribu hingga Rp40 ribu.

Ujang menyampaikan, kenaikan harga yang terjadi selama tiga bulan terakhir ini membuat pembeli tidak seramai biasanya dan membuat penghasilan para pedagang menurun.

“Untuk pembeli sepi, saat ini paling-paling dari langganan yang biasa untuk dijual kembali. Kalau tidak dipaksakan selalu jualan saya khawatir malah pelanggan pada lari. Jadi mau mahal atau murah ya sudah sediain saja,” ucapnya.

Ujang mengaku pendapatan berjualan ayam tidak banyak, lantaran harga yang dia dapat dari peternak sudah terbilang tinggi. Jika dirinya menjual kembali dengan harga lebih tinggi, dirinya khawatir dagangannya pun semakin sepi. Bahkan ia mengungkapkan, akibat dari naiknya harga tersebut banyak penjual yang hanya menjual sedikit daging ayam, bahkan ada pula yang tidak berjualan.

“Keuntungan tipis ya, kalau kita jual mahal tahu sendiri pelanggan pasti enggan. Paling hanya sebatas tanya-tanya saja. Kalau harga lagi normal lapak-lapak yang ada di sisi saya pasti pada buka, kalau ini kan banyak yang tutup. Karena banyak yang tidak kuat modalnya sedangkan keuntungan tipis,” ungkapnya.

Dirinya mengatakan, menurut informasi yang ia dapatkan dari peternakan langganannya, kenaikan harga tersebut merupakan imbas dari pakan ternak yang alami kenaikan serta anakan ayam yang juga mengalami kenaikan. “Naiknya itu dari pakan, dari pitiknya (anak ayam, red) itu sih katanya mah,” katanya.

Dirinya berharap agar harga daging ayam kembali normal, supaya para pembeli pun kembali ramai karena terjangkaunya harga.

“Harapannya harga kembali normal lagi, kalau harga daging ayam murah kan, pembeli juga bisa ramai lagi,” ujarnya.

Masyarakat Kota Serang yang tengah membeli daging ayam untuk kebutuhan jualanya, Rijal (25) mengaku, akibat dari naiknya harga tersebut berimbas berkurangnya penghasilan yang didapatnya.
“Adanya kenaikan harga ini, imbasnya ke penghasil. Jadi penghasilan yang didapat berkurang untuk nambahin uang belanja,” ujarnya.

Pembeli lainnya, Patmawati (47) mengungkapkan dirinya merasa keberatan dengan naiknya harga daging tersebut. Ia berharap, agar harga dapat stabil kembali harga tersebut agar bisa lebih terjangkau.

“Ini mah naiknya kebanyakan. Kalau bisa mah cepat turun, cepat stabil lagi harganya,” tandasnya.

Bukan hanya di Kota Serang, tingginya harga ayam juga terjadi di Kota Tangerang. Sejumlah pedagang di Pasar Anyar, Kelurahan Sukaasih, Kecamatan/ Kota Tangerang pun resah. Pasalnya dengan tingginya harga daging ayam dan telur membuat dagangan sepi pembeli.

Diketahui, harga ayam dan telur merangkak naik pasca Lebaran Iduladha. Hal tersebut tentu membuat pedagang cemas lantaran omzetnya kini menurun yang disebabkan kurangnya minat masyarakat membeli ayam dan telur.

Salah seorang pedagang ayam boiler, Marianti, mengaku saat ini harga ayam yang dijualnya mengalami kenaikan pasca Lebaran Iduladha dan hingga sampai saat ini harga ayam tersebut masih relatif tinggi. Harga ayam yang dijualnya saat ini berkisar Rp 43 ribu/Kg atau 1 ekor ayam boiler.

“Sebelum Lebaran Idul Adha itu paling harganya enggak sampai Rp 40 ribu/Kg, tapi sekarang di atas Rp 40 ribu/Kg. Meskipun kadang turun tapi turunnya itu cuma sedikit, kadang turun seribu (1.000) kadang seribu lima ratus (1.500),”ungkapnya, Rabu (12/07).

Ia menyebut dampak dari kenaikan tersebut membuat omzet penjualanya menurun. Pasalnya tingginya harga ayam membuat para pembeli enggan membeli ayam dan lebih memilih pangan lain untuk disantap sehari-hari.

“Kalau dulu sih omzetnya ya bukan keuntungannya, itu bisa mencapai Rp 5 juta sehari, tapi kalau sekarang paling cuma Rp 2 jutaan. Tapi meskipun menurun saya tetap bersyukur karena masih cukup untuk makan sehari-hari,”ujarnya. (MG-02/mg05/made/BNN)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *