SERANG, BANPOS – Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Wilayah Banten akhirnya angkat bicara, terkait pelaksanaan pemeliharaan dan pembangunan jalan nasional yang menuai sorotan dari masyarakat.
Sebelumnya, pelaksanaan pemeliharaan ruas jalan nasional yang menghubungkan antara Serang-Cilegon-Merak menuai sorotan dari sejumlah kalangan, lantaran dalam penentuan pagu anggarannya dinilai terlalu besar.
Berdasarkan situs LPSE Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR), pagu anggaran yang didanai melalui APBN Tahun Anggaran 2022 ditetapkan sebesar Rp191,9 miliar.
Anggaran itu dinilai terlalu besar, jika hanya untuk membiayai ruas jalan yang panjangnya sekitar 33,4 kilometer. Sebab, jika dihitung pagu anggaran tersebut dibagi dengan panjang ruas jalan yang ada, maka besaran anggaran yang dibutuhkan untuk membiayai pemeliharaan per kilometernya adalah sebesar kurang lebih Rp5 miliar.
Menanggapi tudingan tersebut, Retno menjelaskan dalam penentuan besaran anggaran itu justru sudah sesuai dengan kebutuhan untuk pelaksanaan pemeliharaan ruas jalan nasional itu.
“Yang dianalogikan Rp5 miliar sekilo, itu sama aja kayak bangun rumah cuman beli bata doang,” kata Retno saat ditemui oleh BANPOS pada Selasa (25/7).
Ia juga menjelaskan, perhitungan itu hanya untuk satu jalur. Sedangkan saat ini, umumnya ruas jalan nasional di Provinsi Banten
“Nah itu yang Rp5 miliar itu cuman satu jalur. Sekarang rata-rata dari Kopassus, jangan dari Kopassus, dari Flamingo (nama hotel di Kota Serang) itu sampai ke Cilegon ada empat lajur, gitu. Dan itu kan gak cuma rigid aja, ada penanganan di bawahnya segala macam,” jelasnya.
Kemudian menyinggung soal kerusakan jalan, Retno menerangkan bahwa penyebab utama dari rusaknya jalan selama ini adalah disebabkan oleh mobil truk dengan muatan berlebih atau biasa disebut truk ODOL.
Berdasarkan keterangannya, jalan nasional yang ada di Provinsi Banten di desain untuk mampu menahan beban maksimal sebesar kurang lebih 10 ton.
Namun dalam praktiknya, jalan yang ada justru malah harus menanggung beban lebih daripada itu. Oleh karenanya, tidak heran jika banyak nasional yang ada tidak berumur panjang.
Maka dari itu, ia pun juga meminta kepada semua pihak untuk dapat bisa turut andil dalam penertiban truk dengan muatan berlebih.
“Saya kalau rapat sama Cilegon segala macam, saya selalu ngomong, sekarang masalah utama ODOL lah. Kenapa ODOL ini gak pernah diangkat? yang diangkat ini jalan. Yang bahasanya perbaikan abadi itu jalan, tapi penyebabnya gak diangkat. Kita punya jalan itu hanya mampu untuk desain cuman 10 ton, yang lewat truk-truk itu berapa ton yang ODOL-ODOL itu?,” katanya.
Kemudian di samping itu, meski sama-sama jalan nasional, namun saat disinggung perihal masalah pelaksanaan pembangunan ruas jalan nasional penghubung Cikande-Rangkasbitung yang dinilai sarat akan sejumlah kejanggalan, Retno pun mengaku bahwa wilayah tersebut bukanlah ranahnya.
Sehingga, ia tidak bisa banyak memberikan komentar terkait permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan pembangunan di ruas jalan tersebut.
“Kalau Cikande itu bukan ruas saya yah tapi saya bisa bilang, ya semuanya, mungkin saya gak bisa komen yang di sana biar nanti PPK nya yang tanggapi. Tapi, semuanya salah lah. Semua perencanaan tahu masalahnya apa, lahan ada, perencanaan ada, segala macem. Lahan kan, masalah lahan itukan complicated. Pagu kita juga terbatas segala macem,”
“Saya cuman bisa komen yang itu. Jadi semua tiap tahun juga bahasanya kan gitu-gitu aja. Laporan masyarakat tuh bahasanya gitu-gitu aja,” tandasnya.(MG-01/PBN)
Tinggalkan Balasan