Pemilu 2024 mendatang akan diwarnai bacaleg muda. Dimana calon-calon legislatif banyak hadir dari para generasi milenial bahkan ada juga dari generasi Z (Gen Z).
Akademisi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Suwaib Amiruddin mengatakan bahwasanya kaum muda yang berasal dari para generasi milenial maupun gen z harus memiliki pengalaman serta pandai dalam bergaul di lingkungan masyarakat.
“Yang jadi masalah adalah pengalamannya dalam hal melihat dan bergaul dalam masyarakat. Karena mau bagaimanapun anggota legislatif itu bukan cuma bicara konsep, tetapi juga bicara berkaitan dengan pergaulannya,” katanya, Rabu (2/8).
Kemudian, Suwaib yang merupakan seorang Sosiolog dari Untirta tersebut menilai bahwa usia bukan menjadi hal yang menghambat seseorang untuk ikut serta menjadi calon legislatif. Akan tetapi dari pergaulannya dengan masyarakat menjadi salah satu hal yang lebih penting. Karena, bagaimana bacaleg tersebut mampu memaknai situasi, membaca situasi karena kalau dia mampu membaca situasi maka analisisnya pun akan tajam.
“Bagaimana seorang anggota legislatif bisa melahirkan gagasan dan konsep kalau tidak bergaul secara luas dengan masyarakat, serta memiliki kemampuan untuk mengambil sebuah keputusan atau mengambil kebijakan,” ujarnya.
Ia menyampaikan bahwasanya memang usia tidak bisa menjadi jaminan untuk seseorang bisa atau tidaknya membuat suatu keputusan serta memberikan gagasan-gagasannya.
Akan tetapi, menurutnya lebih baik anak-anak muda sebelum terjun ke dunia legislatif perlu adanya kaderisasi di masyarakat. Agar bisa memahami dan bisa lebih matang nantinya dalam membuat kebijakan saat mereka menjadi anggota legislatif.
“Minimal dua sampai tiga tahun bermasyarakat dengan baik. Agar dia (bacaleg muda, red) bisa melihat sebuah realita di masyarakat, baru setelah itu terjun ke legislatif. Saya khawatir kalau terlalu dini, masuk kedalam anggota legislatif, itu akan sulit berkompetisi dalam hal melakukan pendekatan kepada masyarakat,” ucapnya.
Kemudian, Suwaib juga mendorong agar para partai politik bisa menganalisis kemampuan dari para bacalegnya, terutama para kalangan milenial dan gen z dalam membuat sebuah gagasan serta tindakannya dalam melaksanakan gagasan-gagasan tersebut.
“Saya mendorong untuk para parpol supaya ketika dia ingin mempertandingkan calegnya, harus benar-benar menganalisis sejauh mana dia punya kemampuan dalam hal ide dan gagasannya serta pengabdiannya kepada masyarakat. Ini jadi masalah kalau misalnya tidak ada pengabdian kepada masyarakat lalu nyaleg. Pada akhirnya, nanti hanya keluar ide dan gagasannya saja, tetapi action nya di lapangan khawatir tersumbat,” ujarnya.
“Jadi kalangan muda saat ini baik milenial maupun gen z memang ini eranya, tetapi tidak semua segmentasi masuk semuanya disana. Makanya partai politik itu harus ada semacam struktur untuk kaderisasi calon legislatif. Jadi jangan cuma dilihat karena dia sudah memenuhi syarat dan aspek usia serta pendidikan seolah-olah layak menjadi caleg,” tandasnya.(CR-01/PBN)
Tinggalkan Balasan