BANTEN, BANPOS – PELAKSANAAN pemilihan penyedia jasa konstruksi melalui e-Katalog yang disebut menjadi penyebab rendahnya serapan anggaran Pemprov Banten, dinilai juga dapat mengarah pada persoalan maladministrasi hingga pidana murni. Sebab, selain kurang terbuka, juga belum ada ketentuan yang jelas berkaitan dengan pelaksanaan tersebut.
Demikian disampaikan oleh Ketua Paguyuban Pengusaha Pribumi, F Maulana Sastradijaya. Dalam rilis yang diterima BANPOS, dirinya menyampaikan bahwa terdapat hal yang perlu diperhatikan oleh Pemprov Banten, terkhusus Penjabat Gubernur Banten.
“Jangan sampai implementasi belanja pengadaan barang/jasa e-katalog hanya memperhatikan hasrat dan hajat kepentingan pribadi atau kelompok, dalam melegitimasi pemilihan calon penyedia berdasarkan like or dislike,” ujarnya.
Ia mengatakan, intervensi dalam pelaksanaan pemilihan penyedia yang nantinya dilaksanakan melalui e-katalog, akan berpengaruh buruk terhadap tata pemerintahan yang baik dan bersih. Ia menegaskan bahwa pelaksanaan pengadaan harus didasarkan pada kebutuhan, bukan semata-mata pada keinginan.
“Intervensi dan identifikasi kebutuhan yang seharusnya menjadi dasar pencapaian kegiatan pembangunan menjadi terabaikan. Dalam soal e-purchasing e-katalog kontruksi, kelemahan sistem ini tidak memiliki ukuran yang jelas untuk menentukan siapa yang terpilih menjadi penyedia,” katanya.
Menurutnya, sistem ini mengurangi unsur kompetisi, karena perusahaan yang belum terdaftar di e-Katalog tidak diperbolehkan untuk dipilih menjadi penyedia. Padahal menurutnya, jika merujuk pada persaingan usaha sehat, perusahaan manapun yang ingin berpartisipasi tidak boleh dirintangi.
Di sisi lain, ia mengaku bahwa berdasarkan hasil kajian pihaknya, penerapan pengadaan jasa konstruksi melalui e-Katalog harus benar-benar dipelototi oleh lembaga audit pemerintah negara, karena dapat meningkatkan peluang terjadinya korupsi.
“Implementasi e-purchasing saat ini harus diperketat aturannya tanpa mengabaikan etika ketentuan pengadaan sesuai Perpres 12/21. Peran APIP sepatutnya lebih kritis dalam menyusun peraturan-peraturan dan ketentuan sistem e-purchasing,” tuturnya.
Menurutnya, ada sejumlah pertanyaan yang muncul dalam pelaksanaan pengadaan jasa konstruksi melalui e-Katalog. Pertama, apakah sudah ada standarisasi sehingga masuk pada pemahaman kesatuan bangunan? Kedua, apakah sudah dilakukan konsolidasi oleh biro dan dinas teknis menyangkut persyaratan teknis dan harga? Ketiga, apakah sistem yang ada sudah mewakil tahapan evaluasi yang diamanatkan peraturan perundangan?
“Keempat, bagaimana spesifikasi item pekerjaan konstruksi yang dibutuhkan? Kelima, bagaimana harga pada item pekerjaan kosntruksi, melebihi atau dibawah harga HPS? Keenam, mengapa memilih penyedia tersebut? Ketujuh, bagaimana menghitung biaya pelaksanaan SMK3 pada pekerjaan konstruksi? Kedelapan, apakah dalam metode e-purchasing dilakukan mini kompetisi atau hanya negosiasi? Terakhir, bagaimana mekanisme dalam melakukan negosiasi?” tandasnya.
Sementara itu, Penjabat Gubernur Banten, Al Muktabar, menegaskan bahwa pelaksanaan pengadaan jasa konstruksi melalui e-Katalog, tidak akan mematikan para pengusaha kecil, khususnya pengusaha lokal di Provinsi Banten.
“Tidak akan itu mematikan pengusaha lokal, tidak akan. Malah lebih fair. Kan SIRUP-nya bisa dikontrol, pekerjaan yang tayang juga bisa dilihat,” ujarnya.
Menurutnya, pelaksanaan pengadaan jasa konstruksi melalui e-Katalog sudah ada ketentuan dan aturannya. Salah satu tujuannya yakni reformasi birokrasi, dimana pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih cepat.
“Kan kalau melalui tender, itu bisa 45 hari. Kalau e-Katalog, begitu tayang lalu ada pelamar, nanti diranking dan ada yang cocok, itu langsung. Ini juga dalam rangka saling menjaga kan, mengurangi tatap muka. Jadi kita saling menjaga saja. Meskipun juga memang ada individu yang memiliki niatan menyimpang, bisa saja terjadi. Tapi ini merupakan bagian dari reformasi birokrasi, percepatan pelayanan terhadap masyarakat,” tandasnya.(DZH/ENK)
Tinggalkan Balasan