PROVINSI Banten saat ini menjadi salah satu wilayah yang secara perlahan turut mengalami dampak kekeringan akibat terjadinya cuaca ekstrim El Nino. Hal itu terbukti di mana saat ini wilayah Provinsi Banten ditetapkan status darurat air bersih dan kekeringan.
Berdasarkan data dari Dinas Pertanian (Distan) Banten, sampai dengan 21 Agustus kemarin, kondisi kekeringan di lapangan yang terdampak sekitar 1.438 hektar.
Paling banyak yang terdampak di Lebak, Pandeglang dan Kabupaten Serang.
Kepala Distan Banten, Agus M Tauchid Kamis (24/8) menyebutkan dari 1.438 hektar luas lahan pertanian padi, tidak semuanya mengalami puso atau gagal panen. “Ada yang kekeringan ringan, sedang, berat dan puso,” kata Agus.
Ia menjelaskan, dari kriteria kerusakan lahan sawah, untuk rusak sedang sebanyak 1.143 hektar, sedang 253,5 hektar, berat 22 hektar dan puso 20 hektar. “Kami terus melakukan koordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota, dan mencoba melakukan pemulihan bagi sawah masyarakat agar tidak rusak maupun puso,” katanya.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Lebak, Rahmat mengatakan, data terbaru yang diterima oleh pihaknya dari POPT Provinsi Banten terhadap kondisi Puso atau gagal panen di Kabupaten Lebak yakni seluas satu hektar lahan.
“Kalau ancaman (puso) pasti ada, karena banyak wilayah yang kekeringan di kondisi sekarang. Tapi untuk yang bisa mengeluarkan data kan dari POPT, yang resmi kami terima kemarin seluas satu hektar,” kata Rahmat kepada BANPOS.
Rahmat menjelaskan, pihaknya telah menghimbau kepada masyarakat terutama petani sedari jauh hari sebelum fenomena kekeringan terjadi guna mengantisipasi adanya gagal panen.
“Sejak bulan Mei lalu kita sudah menghimbau ke masing-masing BPP untuk menyampaikan bahwa antisipasi sedini mungkin harus dilakukan seperti menanam padi tahan kekeringan, melakukan pemanfaatan air dengan baik,” jelasnya.
Ia menerangkan, dirinya telah mengajukan bantuan pompa kepada Pemerintah Provinsi dan mendapatkan bantuan dari Pemerintah Pusat untuk petani yang mengalami kekeringan.
“Kita belum tau ya turun (bantuan) kapan, yang jelas kita sudah mengajukan dan mendapatkan informasinya,” ujarnya.
“Yang jelas, sampai saat ini kita harus bisa memanfaatkan sumber air yang ada terlebih dahulu untuk mengantisipasi terjadinya gagal panen,” tandas Rahmat.
Kabid Pertanian dan Penyuluhan Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan Kota Serang, Andriyani mengungkapkan bahwa menurutnya gagal panen karena dampak El Nino memang benar adanya. Terkait hal tersebut, Pemerintah Kota Serang sudah mengeluarkan surat edaran pada beberapa waktu yang lalu menjelang adanya el Nino. Kemudian dengan berjalannya waktu sekitar hampir tiga bulan, dampak El Nino semakin terasa dengan adanya musim yang semakin kering atau panas.
“Ya, memang karena dampak El Nino ya. Jadi pemerintah kan harus melakukan beberapa upaya baik upaya preventif atau antisipasi. Kebetulan juga dengan adanya beberapa laporan dari petugas pengendali organisme pengganggu tanaman (POPT). kami dalam hal kekeringan kemudian Puso, kategori-kategori dampak negatif itu memang sudah ada petugasnya tersendiri yang bisa memverifikasi atau memastikan bahwa ini kekeringan kategori berat, ringan atau sedang, atau bahkan puso sekalipun,” ujarnya, Kamis (24/8).
Ia juga menjelaskan, selain karena efek El Nino, juga dampak dari adanya perbaikan saluran irigasi. Karena di wilayah Kasemen, sumber airnya berasal dari Pamarayan Barat.
“Kebetulan adanya pengerjaan perbaikan dari pusat Karena itu adalah wilayah Pusat dan dipicu juga oleh level debit air di Bendungan Pamarayan yang semakin menurun jadi memang pasokan-pasokan air juga mengalami penurunan. Jadi saya kira, dampak El Nino ini berdampak dari beberapa aspek, baik pasokan air dari irigasi menurun karena level air dari bendungan menurun,” jelasnya.
Dirinya menerangkan bahwa memang ada beberapa daerah di Kota Serang yang laporannya masuk. Akan tetapi, laporan yang ada sifatnya dinamis. Saat ini data yang sudah terkumpul ada sekitar 85 hektar yang mengalami kekeringan, dengan kategori ringan. Dirinya mengatakan, bahwa data tersebut merupakan data dua tiga hari yang lalu.
“Kemudian ada yang Puso 18 hektar, kemudian yang masuk pada kategori berat, itu kalau nggak salah ada enam sampai tujuh hektar. Kalau tidak lihat kategori, itu ada lebih dari 100 hektar,” terangnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kabupaten Pandeglang, M Nasir membantah adanya petani yang gagal panen. Karena menurutnya pihak dinas sebelumnya sudah melakukan antisipasi dampak el Nino.
“Nggak ada, belum ada laporan gagal panen. Kita kan dari awal sudah antisipasi, yang namanya dampak kekeringan atau el Nino yang diperkirakan pada bulan September-Oktober dan sampai hari ini tidak ada yang melaporkan. Karena yang pertama daerah kita sudah panen, tradisi kita kalau musim kemarau kan menanam palawija seperti di Kecamatan Sobang dan Panimbang,” katanya.
Menurutnya, agar produksi padi tidak menurun. Pemerintah pusat telah menurunkan program Gerakan Nasional (Gernas) el-nino seluas 500 ribu hektar se-Indonesia.
“Kita saat ini diminta seluas 5 ribu hektar dari hasil koordinasi dan sekarang sedang kita persiapkan penetapan Calon Petani Calon Lokasi (CPCL),” terangnya.
Untuk Kabupaten Pandeglang, saat ini telah diintervensi oleh Kementerian Pertanian untuk bibit dan pupuknya. “Intervensinya mempercepat masa tanam, untuk daerah-daerah yang memungkinkan. Kedua untuk daerah Peningkatan Indeks Pertanaman (PIP), yang tadinya dua kali kita cepat suruh tanam cepat jangan menunggu,” ujarnya.
Nasir menambahkan, untuk lahan yang belum ditanami padi lagi dan membutuhkan air. Jika ada sumber airnya difasilitasi dengan alkon untuk mengairi areal sawahnya.
“Untuk mempercepat masa tanam, nanti difasilitasi seperti sumur pantek, pompa atau alkon. Seperti di Kecamatan Picung, kan ada sumber air dan lahannya belum ditanam kita suruh percepat tanam,” ucapnya.
Menanggapi petani yang gagal panen, Nasir mengatakan bahwa petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) Provinsi Banten, hingga saat ini belum memberikan laporan.
“Seperti di Margagiri, disana kan ada petugas POPT. Petugas POPT belum ada laporan, kalau ada laporan kan pasti sudah masuk karena dia memiliki kewenangan yang menyatakan bahwa kena puso atau rusak berat atau sedang. Kalau seperti itu di Pagelaran segera mengusulkan untuk sumur pantek atau pompa,” pungkasnya.
Tapi, jika tidak bisa diselamatkan berarti masuk padi rusak dan yang menyatakan puso dan gagal panen itu petugas POPT Provinsi Banten.
“Jadi yang menyatakan puso itu dari POPT, bukan penyuluh atau dinas. Jika faktanya ada yang gagal panen, agar segera berkoordinasi kalau kita bisa bantu bila ada sumber air usahakan agar tanaman itu bisa diselamatkan. Dari awal sudah disampaikan agar melihat kondisi, jangan dipaksakan tanam padi jika tidak air,” pungkasnya.
“Mungkin petani itu tidak masuk kelompok bisa saja, saya kira kalau petani yang lain itu kan sudah paham.Kalau tidak ada sumber air jangan dipaksa tanam padi, kalau ada sumber air mungkin kita bisa bantu menyediakan alkon,” ungkapnya.
Pengakuan beberapa Kordinator Wilayah (Korwil) Balai Penyuluh Pertanian (BPP) di beberapa kecamatan Baksel mengaku musim kemarau El Nino tidak terlalu berdampak kuat.
Seperti halnya, Korwil BPP Kecamatan Panggarangan, Rahmat Saehu kepada BANPOS menyebut dari luas lahan 2.677 Hektar lahan sawah yang ada di Panggarangan sebagian besar untuk lahan pertanian di wilayah kerjanya sudah panen belum lama ini. “Untuk di Panggarangan tak ada kendala, kebetulan pas masuk musim kemarau sudah panen pas masuk awal bulan. Paling kita menghadapi musim ke depan aja, jadi El Nino di kita belum berdampak besar,” ujarnya.
Hal senada juga dikemukakan Korwil BPP Kecamatan Cibeber, Nopa yang menjelaskan untuk di Cibeber dampak kekeringan tidak terlalu berdampak, dikarenakan selain petani sedang dan sudah pada panen, petani setempat juga terikat dengan sistem adat.
“Untuk di Cibeber mah kita saat ini sedang memulai panen serempak. Jadi tak ada masalah. Karena kita di sini sesuai aturan adat tanam padinya setahun cuma sekali. Jadi petani disini belum merasakan dampak, apalagi kebanyakan lahan pertanian di sini berada di ketinggian, jadi aman pa,” ungkap Nopa.
Terpisah, Kepala Bidang Bina Usaha dan Perlindungan Tanaman, Distan Lebak, Irwas mengatakan dalam menghadapi fenomena el nino, Distan Lebak mengaku telah mengeluarkan Surat Edaran kepada semua Korwil BPP Se Kabupaten Lebak,
“Untuk menghadapi el Nino pada Tanggal 12 Mei lalu kita sudah mengeluarkan surat edaran. Yang intinya mengantisipasi dampak el nino dengan melakukan percepatan tanam di wilayah yang masih tersedia sumber air,” ujarnya.
Selain itu, semua Korwil diminta menggunakan varietas yang tahan kekeringan. “Dengan cara melakukan pemeliharaan terhadap saluran irigasi, pipanisasi dan embung, melakukan gilir air yang dikelola oleh P3A, serta menginventarisasi wilayah-wilayah yang rawan terjadinya kekeringan serta ketersediaan sumber air,” terangnya.
“Berdasarkan data yang kami peroleh dari Koordinator POPT Kabupaten Lebak, sampai dengan tanggal laporan 15 Agustus 2023 per 21 Agustus 2023 telah terjadi kekeringan dengan luasan mencapai 153 hektar, yang terdiri dari kategori ringan seluas 93 hektare, sedang seluas 32 hektar, berat seluas 5 hektar dan puso seluas 1 hektar,” jelas Irwas.
Atas kasus tersebut, Distan telah berkoordinasi dengan BPTPH Provinsi Banten untuk melakukan gerakan penanganan kekeringan serta permohonan bantuan pompa. Adapun mengenai kalkulasi capaian hasil panen di tahun ini sebenarnya di Lebak sudah termasuk lebih.
“Jadi sampai dengan Bulan Juli 2023 produksi padi di Kabupaten Lebak sebanyak 422.522 Ton, Gabah Kering Panen atau setara 221.850 Ton beras. Apabila Kebutuhan beras perkapita pertahun sebesar 101,6 Kilogram, produksi beras itu masih termasuk surplus selama 11 bulan terakhir ini,” paparnya.
Sementara, akibat kemarau yang terjadi beberapa bulan terakhir, petani di Desa Margagiri, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pandeglang mengaku mengalami gagal panen karena kurangnya pasokan air.
Salah seorang petani di Desa Margagiri, Mamah mengaku padi yang ditanamnya tiga bulan yang lalu, saat ini kondisinya tidak bisa dipanen karena kurangnya pasokan air.
“Seperti inilah kondisi padi di sawah saya yang gagal panen, karena kurangnya pasokan air akibat kemarau,” kata Mamah kepada BANPOS seraya menunjukan tanaman padi yang gagal dipanen.
Mamah menjelaskan, sebelumnya ia tidak menyangka kemarau yang terjadi saat ini begitu parah. Sehingga tanaman padinya mengering dan tidak bisa dipanen.
“Saya kira kemaraunya tidak separah ini, sehingga membuat tanaman padi tidak bisa dipanen. Bahkan kondisi tanah sawah saya menjadi kering dan belah-belah,” jelasnya.
Menurutnya, untuk menunggu musim tanam kembali, ia ingin sekali menanam tanaman yang lain. Namun tidak ada yang membantunya, karena suaminya sudah tidak ada.
“Dulu sebelum suami saya meninggal sih suka menanam tanaman lain seperti sayuran atau semangka, akan tetapi sekarang sudah tidak sehingga tidak ada yang membantu saya,” terangnya
Namun begitu, lanjut Mamah, meskipun ia bisa menanam tanaman yang lain, belum tentu juga bisa dipanen sesuai keinginan. Mengingat, petani lain yang menanam semangka juga gagal panen.
“Lahan yang disebelah juga yang ditanami semangka gagal panen, karena kemarau sekarang begitu parah. Meskipun ada air juga rasanya asin, sehingga dapat merusak tanaman,” ungkapnya.
Oleh karena itu, kata Mamah, meskipun gagal panen, namun ia membiarkan sawahnya tidak ditanami tanaman lain.
“Mau bagaimana lagi, dengan kondisi seperti ini saya biarkan saja sawah saya tidak ditanami tanaman lain sambil menunggu musim penghujan,” pungkasnya.
Terpisah, petani semangka, Daming mengaku bahwa pada musim tanam tahun ini merugi hingga puluhan juta akibat kemarau yang terjadi.
“Akibat kemarau, tanaman semangka saya tidak tumbuh dengan sempurna, sehingga gagal panen dan merugi puluhan juta,” katanya.
Menurutnya, dari lahan seluas 1,5 hektar ini, untuk modal tanamnya saja sebesar Rp 60 juta. Sedangkan hasilnya panennya tidak sebanding dengan modal yaitu sebesar Rp 20 juta.
“Modal tanamnya saja Rp 60 juta, hasilnya cuma Rp 20 juta. Jadi ruginya itu sebesar Rp 40 juta. Itu juga belum termasuk tenaga,” jelasnya.
Daming mengaku, gagal panen semangka akibat kurangnya pasokan air, sehingga semangka tersebut tidak tumbuh dengan sempurna.
“Kemarau sekarang ini begitu parah tidak seperti pada tahun sebelumnya, bahkan sumur yang kita buat juga sudah ada yang kering,” ungkapnya.
Seorang petani di Malingping, Rijal mengaku sudah tidak ke sawah lagi karena sawahnya kering kerontang. “Mau ke sawah gimana, sawahnya juga kering. Irigasinya juga tak ada airnya. Paling nanti aja kalau musim hujan. Harusnya saat ini kita masuk panen kedua, ini mah liburan paceklik,” keluhnya. Kamis (24/8).
Pantauan BANPOS di lapangan, petani hortikultura warga Bayah, Didin mengatakan saat ini tanaman tidak bisa tumbuh, lahan pertanian kering kerontang. Menurutnya dampak kekeringan ini menyebabkan lahan garapannya lebih empat bulan mati fungsi.
“Ini jelas berdampak. Lahan saya sudah lebih 4 bulan nganggur, kering tak ada air. Jangankan untuk sawah, di Bayah ini air untuk kebutuhan sehari-hari aja susah. Nunggu bantuan pemerintah gak ada, katanya harus punya kartu tani, ribet. Upaya dari dinas untuk menghadapi kekeringan ini belum ada yang terlihat nyata,” kata Didin.
Salah satu petani asal Kecamatan Sajira, Rohman mengaku dirinya tak berdaya menghadapi kekeringan yang terjadi di area persawahannya. Hingga saat ini ia masih mengharapkan datangnya hujan untuk membantu mengairi lahan yang ia tanam.
“Lebih sering ngelamun aja sekarang mah, petani lain juga sama bingung jadinya,” kata Rohman kepada BANPOS.
Hal senada diungkapkan oleh Umam, petani asal Kecamatan Cibadak. Ia mengaku saat ini saluran air kecil yang biasanya dijadikan media pengairan sawahnya tidak mengaliri air sama sekali.
Ia menjelaskan, belasan hektar sawah milik keluarganya terancam gagal panen karena jauh dari sumber air.
“Kalau lihat yang banyak duit mah mereka bisa pake airnya sendiri kan enak. Kita mah cuma bisa liatin aja,” papar Umam.
Warga lingkungan Puji, Kelurahan Terumbu, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Sahlabi (52) mengungkapkan bahwasannya sawah yang ditanami padi olehnya alami gagal panen.
Dirinya menuturkan bahwa lahan miliknya dan beberapa lahan milik warga lain yang ada di lingkungannya gagal panen akibat irigasi yang tidak lancar.
“Iya gagal panen, sawah saya yang gagal panen luasnya 8000 meter persegi. Tapi kalau di total dengan milik yang lain di sekitar 2 hektar,” tuturnya.
”Yang lain juga ada yang bisa dipanen, tapi hasilnya sedikit. Ini akibat irigasi yang tidak lancar,” tandasnya.
Terpisah, sejumlah Ibu Rumah Tangga (IRT) warga RW 05, Lingkungan Cipala, Kelurahan Lebak Gede, Kecamatan Pulomerak, Kota Cilegon, harus naik turun bukit serta masuk ke hutan demi mendapatkan air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Berdasarkan hasil pantauan pada Senin 21 Agustus 2023, ibu-ibu warga setempat terpantau antre menunggu giliran untuk memenuhi jerigen yang dibawanya untuk di isi air dari sumber mata air yang mulai mengering.
Tak hanya berkumpul di satu tempat, mereka juga kerap masuk hutan untuk mencari alternatif sumber air bersih. Tak jarang, ada warga yang mencuci dan mandi di lokasi tersebut.
Untuk mendapatkan air, warga di lokasi ini memanfaatkan sumur resapan dari aliran sungai yang telah mengering karena kemarau panjang. Selain itu, sepanjang jalan di lokasi ini terpantau jerigen tempat mengisi air yang berjejer.
Salah seorang ibu rumah tangga, Asti yang tengah mengantre di lokasi ini menyampaikan, sudah satu bulan terakhir kondisi krisis air bersih dirasakan di lingkungannya. Apabila sumur tersebut kering, Asti terpaksa harus membeli air bersih di tempat lain. Kata dia, warga tidak bisa langsung mengambil air di lokasi sumur kecil itu. Sebab, warga harus menunggu terlebih dahulu agar air sumur penuh sebelum diambil. Hal ini tentunya memperlambat proses pengisian air bersih. “Kalau di sini harus giliran,” tutur Asti.
Hal senada juga diungkapkan warga lainnya Santeni. Dia bilang, warga yang mengambil air juga bisa sampai tengah malam. Itu dilakukan guna memenuhi kebutuhan untuk mandi, memasak, hingga minum. “Iya sampai malam, ya giliran itu sampai pagi,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, bantuan memang ada namun tidak mencukupi untuk kebutuhan masyarakat. “Ada bantuan tiga hari sekali jatahnya, itupun tidak memenuhi cuma meringankan aja dari sumur,” terangnya.
Diketahui, sebagian wilayah permukiman penduduk di area perbukitan di Kecamatan Pulomerak dan Kecamatan Grogol serta Kecamatan Purwakarta, menjadi langganan krisis air bersih saat musim kemarau tiba. Apabila tak ada sumber air yang bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, warga terpaksa harus mengeluarkan uang tambahan untuk membeli air di lokasi lain.
Terpisah, Kokom Sunesih warga Warunghuni Desa Hegarmanah, Panggarangan mengaku sudah hampir sebulan kawasan di desanya kekurangan air bersih. “Kami mah saat ini butuh bantuan air bersih pak. Sudah hampir sebulan di sini kesusahan air. Tolong kami minta bantuan air bersih pak,” ungkapnya.
Sementara itu, warga RT 15 Kampung Sukajadi Desa Cemplang Kecamatan Ciomas, Nono mengaku saat ini warga yang ada di wilayahnya sudah krisis air bersih.
“Sudah satu bulan ini masyarakat Kampung Sukajadi di RT 15 sudah kekurangan air bersih,” ujarnya.
Ia mengaku hingga saat ini belum ada bantuan dari pemerintah, memberikan air bersih. “Kami sekeluarga kalau mau mandi harus pergi k sumber air yang jaraknya lumayan dari rumah,” katanya.
Air untuk mandi yang digunakan warga jumlahnya sedikit, sehingga air digunakan berkali-kali. “Saya dan keluarga kalau mandi itu airnya tidak dibuang. Jadi kalau habis mandi airnya ditampung lagi, dan dipakai lagi buat mandi,” ujarnya. (MG-01/CR-01/MYU/RUS/LUK/DZH/PBN)
Tinggalkan Balasan