SITUASI politik nasional semakin memanas. Belum hilang kekagetan yang terjadi setelah lompatnya Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN) ke Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) untuk mendukung Prabowo Subianto, manuver politik kembali terjadi di tubuh KKIR.
Pasalnya, Muhaimin Iskandar, pentolan dari PKB yang merupakan pengusung koalisi KKIR bersama dengan Partai Gerindra, dipinang oleh Partai NasDem untuk mendampingi Anies Baswedan sebagai Bakal Calon Wakil Presiden. Berdasarkan informasi, keputusan tersebut diambil langsung oleh Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, Selasa lalu.
Manuver politik tersebut cukup membuat ricuh di dalam tubuh Koalisi Perubahan untuk Persatuan yang dibentuk oleh Partai NasDem, Partai Keadilan Sosial (PKS) dan Partai Demokrat. Lebih tepatnya, Partai Demokrat ‘ngambek’ dengan keputusan tersebut, dan mengaku telah dikhianati oleh Partai NasDem dan Anies Baswedan.
Kekecewaan dari Partai Demokrat tertuang dalam surat yang dikeluarkan oleh Sekjen DPP Partai Demokrat, Teuku Riefky Harsya, yang juga merupakan anggota Tim 8 Koalisi Perubahan. Dalam surat tersebut, Riefky menyampaikan bahwa telah terjadi kesepakatan antara Partai NasDem dan PKB, mengenai penunjukkan Muhaimin Iskandar sebagai Bacawapres Anies Baswedan.
“Kemarin, 30 Agustus 2023, kami mendapatkan informasi dari Sudirman Said, mewakili Capres Anies Baswedan, bahwa Anies telah menyetujui kerja sama politik Partai Nasdem dan PKB, untuk mengusung pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar. Persetujuan ini dilakukan secara sepihak atas inisiatif Ketum Nasdem, Surya Paloh,” tulis Riefky dalam suratnya, tertanggal 31 Agustus 2023.
Menurutnya, pihak Partai Demokrat telah mengonfirmasi informasi tersebut secara langsung kepada Anies, dan dibenarkan oleh Anies. Ia menilai bahwa Partai Demokrat dipaksa untuk menerima keputusan tersebut.
Pihaknya pun menurut Riefky, melakukan penyikapan dengan menggelar rapat Majelis Tinggi Partai, untuk mengambil keputusan lebih lanjut. Dalam rapat Majelis Tinggi Partai, dirinya selaku anggota Tim 8 yang mewakili Partai Demokrat, menyampaikan sejumlah poin pembahasan, terkhusus berkaitan dengan kronologis yang terjadi di dalam tubuh Koalisi Perubahan.
Adapun poin pembahasan tersebut di antaranya berkaitan dengan klaim adanya kesepakatan Capres-Cawapres antara Anies dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), pada 23 Januari 2023 lalu. Kesepakatan itu dibuat sebelum masuknya PKS ke dalam Koalisi Perubahan yang terbentuk pada 14 Februari 2023.
Di sisi lain, Riefky juga menjelaskan bahwa dalam piagam kesepakatan Koalisi Perubahan, Anies Baswedan mendapatkan mandat untuk menentukan Cawapresnya, dengan kriteria yang telah ditentukan oleh koalisi.
Menurutnya, sejak koalisi terbentuk hingga Juni kemarin, banyak partai-partai yang mendekati Demokrat, untuk melakukan komunikasi politik. Riefky mengaku, terdapat momen yang membuat Anies menyampaikan keinginan untuk mengambil AHY sebagai Cawapresnya, ketika Demokrat melakukan komunikasi politik dengan salah satu partai.
“Khusus pada pertemuan dengan salah satu Parpol yang mengundang perhatian publik, Capres Anies menghubungi pada 12 Juni 2023 dan mengatakan kepada Ketum AHY ‘Saya ditelepon beberapa kali oleh Ibu saya dan guru spiritual saya, agar segera berpasangan dengan Capres-Cawapres Anies-AHY’,” tulis Riefky.
“Sesuai dengan mandat yang telah diberikan oleh ketiga Ketua Umum Partai Politik yang masing-masing ditandatangani oleh Ketua Umum Nasdem, Surya Paloh; Presiden PKS, Ahmad Syaikhu; dan Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono, untuk menentukan siapa calon wakil presiden yang dipilihnya, maka pada 14 Juni 2023, Capres Anies memutuskan untuk memilih Ketum AHY sebagai Cawapresnya,” tulisnya lagi.
Ia menuturkan, nama AHY telah disampaikan kepada para Ketua Umum Parpol dan majelis tertinggi masing-masing partai, dalam hal ini langsung kepada Surya Paloh, Salim Segaf Al Jufri dan Ahmad Syaikhu, serta kepada Agus Harimurti Yudhoyono dan Susilo Bambang Yudhoyono, dalam kapasitasnya sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat. “Menurut Capres Anies, ketiga pimpinan Parpol menerima putusan tersebut dan tidak ada penolakan,” terangnya.
Riefky menjelaskan, pada saat menyampaikan keputusan itu kepada pimpinan partai politik, Anies menyampaikan alasan memilih AHY. Alasannya yakni karena AHY memenuhi seluruh syarat dan kriteria yang ditentukan dalam Piagam Koalisi Perubahan untuk Persatuan.
“Selain itu, Capres Anies menilai Ketum AHY juga memiliki keberanian dan bersedia menempuh risiko untuk menjadi pendampingnya, meskipun partainya sendiri terancam diambilalih oleh KSP Moeldoko melalui PK di Mahkamah Agung. Anies melihat syarat keberanian itu sebagai syarat ke-0, yang tidak dimiliki oleh kandidat Cawapres lainnya. Pernyataan soal syarat ke-0 ini juga telah disampaikan kepada publik,” ungkapnya.
Menurutnya, pertanyaan dan desakan dari masyarakat terkait dengan kepastian arah Koalisi Perubahan serta merosotnya elektabilitas Anies, membuat pimpinan koalisi serta Tim 8 bersepakat untuk segera mendeklarasikan Capres dan Cawapres yang akan diusung.
“Atas harapan dan desakan masyarakat agar Koalisi Perubahan segera dideklarasikan, Capres Anies dan Tim 8 telah merencanakan beberapa kali waktu deklarasi. Namun, rencana deklarasi itu tidak pernah terwujud. Diduga kuat, tidak terlaksananya deklarasi itu karena Capres Anies lebih patuh kepada Ketua Umum Nasdem Surya Paloh yang ingin terus menunda waktu deklarasi. Ini jelas mengganggu dan melanggar prinsip kesetaraan (equality) dalam koalisi,” ucapnya.
Berlarut-larutnya deklarasi itu menurutnya, akhirnya menemukan jalan keluar dengan ditetapkannya awal September sebagai waktu untuk melakukan deklarasi secara resmi. Bahkan, Anies telah menuliskan secara resmi pada 25 Agustus lalu, yang isinya meminta AHY untuk bersedia menjadi Cawapresnya.
“Namun demikian, sesuatu yang tidak terduga dan sulit dipercaya terjadi. Di tengah proses finalisasi kerja Parpol koalisi bersama Capres Anies dan persiapan deklarasi, tiba-tiba terjadi perubahan fundamental dan mengejutkan,” katanya.
Pada Selasa (29/8) malam di Nasdem Tower, Riefky menuturkan bahwa secara sepihak Surya Paloh menetapkan Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar, sebagai Cawapres Anies, tanpa sepengetahuan Partai Demokrat dan PKS.
“Malam itu juga, Capres Anies dipanggil oleh Surya Paloh untuk menerima keputusan itu. Sehari kemudian, 30 Agustus 2023, Capres Anies dalam urusan yang sangat penting ini, tidak menyampaikan secara langsung kepada pimpinan tertinggi PKS dan Partai Demokrat, melainkan terlebih dahulu mengutus Sudirman Said untuk menyampaikannya,” terangnya.
“Demikian fakta kronologis ini disampaikan. Rentetan peristiwa yang terjadi merupakan bentuk pengkhianatan terhadap semangat perubahan; pengkhianatan terhadap Piagam Koalisi yang telah disepakati oleh ketiga Parpol; juga pengkhianatan terhadap apa yang telah disampaikan sendiri oleh Capres Anies Baswedan, yang telah diberikan mandat untuk memimpin Koalisi Perubahan,” lanjutnya.
Kekecewaan atas manuver yang terjadi di tubuh koalisi perubahan, juga bergema di daerah. Di Provinsi Banten, Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Banten, Iti Octavia Jayabaya, bahkan memerintahkan seluruh baliho dan spanduk yang terpasang foto Anies, dicopot. Iti mengaku bahwa dirinya kecewa dan merasa dikhianati oleh Anies.
Senada disampaikan oleh Wakil Ketua Umum DPP Angkatan Muda Partai Demokrat (AMPD), Andi Dian Putra, yang merupakan salah satu politisi Partai Demokrat asal Provinsi Banten. Menurutnya, Koalisi Perubahan akan dibubarkan menyusul manuver Anies dan Partai NasDem, yang disebut sebagai pengkhianatan.
Hal itu disampaikan oleh Andi, saat diwawancara BANPOS melalui sambungan telepon. Andi mengatakan bahwa saat ini ada kemungkinan Koalisi Perubahan akan dibubarkan. Hal itu karena adanya putusan sepihak yang diumumkan ketua umum partai NasDem, Surya Paloh, terkait Bacawapres yang akan mendampingi Anies di Pilpres 2024, yang berasal dari luar koalisi.
“Calon bubar. Kasusnya itu kan pemutusan sepihak dari Nasdem tanpa koordinasi dengan tim delapan yang dibentuk koalisi tiga partai itu, Demokrat, PKS dan NasDem. Harusnya mengambil keputusan untuk Cawapresnya itu dari ketiga partai itu. Tetapi ada fakta diumumkan wakilnya Anies itu Cak Imin,” ucapnya.
Meski demikian, Andi mengaku bahwa pihaknya tetap akan menunggu arahan dari Ketua Umum Partai Demokrat yakni AHY, terkait dengan langkah apa yang akan diambil ke depannya.
“Langkah ke depan kita masih nunggu instruksi dari Ketua Umum, pak AHY. Apakah kita akan membuat koalisi sendiri atau ikut dengan koalisi yang sudah ada. Nantinya kita condong kemana Itu keputusannya bagaimana ketum. Kalau di Banten, kita kan harus mengikuti dari DPP,” ujarnya.
Menurutnya, sebetulnya Koalisi Perubahan sudah menentukan keputusan untuk memasangkan Anies dengan AHY. Keputusan itu memang belum dipublikasikan kepada masyarakat. Namun ternyata pada detik-detik terakhir, Muhaimin Iskandar lah yang ditetapkan sebagai Cawapres yang akan mendampingi Anies.
“Yang tadinya diusung itu kan Anies-AHY. Ternyata di injury time, itu tanpa kesepakatan, tanpa komunikasi di antara tiga partai ini, NasDem memutuskan sendiri untuk wakilnya Anies. Artinya Anies dengan Surya Paloh sudah berdiskusi tetapi tidak melibatkan Demokrat dan PKS,” ucapnya.
Andi mengaku bahwa dirinya kecewa dengan keputusan tersebut. Sebab, Partai Demokrat sudah bersama-sama dengan Partai NasDem dan Anies sejak awal, namun pada saat pengambilan keputusan penting, justru malah ditinggalkan.
“Kita ini kan ditinggal ibaratnya. Kalau ini selesai, baru kita pikirkan lagi ke depan seperti apa. Kita lihat lagi lah seperti apa. Kita selaku Caleg, selaku kader partai mengikuti instruksi dari DPP,” tandasnya.
Berbeda dengan Partai Demokrat yang bersikap cukup keras dengan keputusan Surya Paloh, PKS justru tetap tenang. Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera, mengatakan pihaknya akan mengadakan pertemuan untuk menjelaskan kerja sama politik antara Partai NasDem dan PKB yang mengusung pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
“Akan ada penjelasan detail (duet Anies-Cak Imin), tapi di DPP PKS,” ujar Mardani kepada awak media di Jakarta, Kamis malam.
Meski begitu, anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI itu tidak menjelaskan lebih detail mengenai rencana pertemuan itu. Ia berharap pertemuan itu dapat dilakukan dalam waktu dekat. “Doakan segera,” ucapnya.
Saat disinggung mengenai reaksi Demokrat yang marah terhadap persetujuan sepihak yang dilakukan oleh Ketua NasDem Surya Paloh, Mardani meminta agar semua berprasangka baik. Sebab, menurutnya, duet Anies-Cak Imin masih dalam tahap awal dan belum diresmikan.
Tidak hanya itu, PKS juga akan mengumumkan langkah politik selanjutnya mengenai tawaran untuk mendukung bakal calon presiden PDI Perjuangan Ganjar Pranowo. “Sebentar lagi akan diumumkan, pokoknya husnuzan saja,” tegas Mardani.
Hal yang sama disampaikan oleh PKS Banten. Kabar tersebut tidak membuat PKS di Banten kisruh. Bahkan, PKS Banten mengklaim siapapun yang menjadi Calon Wakil Presiden, Anies lah yang harus jadi Presidennya.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Majelis Pertimbangan Wilayah (MPW) PKS Provinsi Banten, Sanuji Pentamarta. Menurutnya, meskipun informasi dan arahan resmi belum pihaknya terima dari pusat, namun ia mengaku tidak menjadi masalah ketika Anies Baswedan dipasangkan dengan Muhaimin Iskandar.
“Kita belum tahu informasi dan belum ada arahan. Tapi kita ikut DPP saja. Pokoknya kita sesuai dengan perintah DPP. Siap apa saja keputusannya. Pokoknya yang penting bagi kita, Anies jadi presiden. (Untuk wakilnya) mana yang kuatnya aja,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua DPW Partai NasDem Provinsi Banten, Wahidin Halim (WH), mengaku menyambut baik dengan masuknya PKB ke dalam tubuh koalisi. Ia mengatakan bahwa kehadiran PKB, menambah kekuatan koalisi yang terbentuk.
Bahkan, WH mengaku bernafas lega dengan didapatkannya kabar tersebut. Sebab, ketidakjelasan siapa yang akan mendampingi Anies sebelumnya, berpotensi membuat perpecahan di dalam tubuh Koalisi Perubahan. Menurutnya, Anies tidak akan bisa maju sebagai Capres, jika tidak ada Cawapresnya.
“Sebenarnya kita juga saling menunggu keputusan dari atas ya. Kita juga memiliki kekhawatiran koalisi ini pecah. Sehingga kabar ini membuat banyak pihak bernafas lega,” kata WH saat dihubungi BANPOS melalui panggilan telepon.
Ia menjelaskan, pihaknya tidak akan mempermasalahkan siapapun yang akan menjadi pendamping Anies untuk maju di Pilpres 2024 mendatang. Lanjutnya, kekuatan yang dimiliki oleh PKB memiliki banyak pengaruh dalam bursa pemilihan Cawapres untuk Anies Baswedan. “Saya kira ini satu koordinasi dan koalisi yang memberikan banyak harapan,” jelasnya.
Ia mengaku bersyukur dengan adanya sosok Cak Imin dan juga PKB yang siap mendampingi dan bergabung dengan Koalisi Perubahan. Saat ditanyakan kemungkinan mundurnya Partai Demokrat pada koalisi karena kekecewaan yang ditimbulkan, ia mengaku enggan berkomentar, dan meminta untuk melihat situasi dan kondisi ke depannya.
“Kita tunggu perkembangan berikutnya, seharusnya dengan bertambahnya PKB tentu menambah kekuatan dalam tubuh koalisi,” tegasnya.
Ia menerangkan, koalisi yang terjadi tidak akan berpengaruh banyak bagi gelaran Pilkada di daerah. Hal tersebut didasari lantaran koalisi yang terjadi, biasanya hanya berlaku di pusat.
“Kalau di daerah biasanya cair. Berdasarkan pengalaman selama ini, koalisi yang ada di pusat tidak berpengaruh untuk pemilihan daerah. Karena di daerah kan melihat kearifan politik lokalnya,” terang mantan Gubernur Banten ini.
WH menegaskan, ia beserta masyarakat tidak akan mempermasalahkan siapapun yang dipasangkan bersama Anies. Sebagaimana pernyataan Sanuji, siapapun yang menjadi Wakil Presiden, yang penting Anies presidennya. “Saya beserta masyarakat, siapapun wakilnya, Anies presidennya,” tandasnya.
Ketua PKB Kota Serang, Fatihudin, mengaku menyambut baik dipasangkannya Muhaimin Iskandar dengan Anies Baswedan. Meski belum mendapat instruksi resmi dari pusat, namun ia menegaskan bahwa pihaknya akan siap menerima perintah apapun yang diberikan oleh DPP PKB. “Mau kemanapun arahannya, mau Cak Imin dengan Anies pun kita mah mendukung, gimana atasan,” ujarnya kepada BANPOS.
Ia mengatakan, koalisi yang sudah terjadi antara PKB dan Gerindra telah terjadi sejak beberapa waktu lalu. Menurutnya, dinamika yang terjadi dalam politik pusat, tentunya sudah diperbincangkan dan disepakati oleh pimpinan kedua koalisi.
Ia memaparkan, selama ini memang sering terjadi penyebaran isu pencocokan antara Cak Imin dengan Capres lain baik, itu Ganjar Pranowo maupun Anies Baswedan. Namun, nama Anies dinilai lebih diterima oleh para kader dan simpatisan PKB ketimbang Ganjar. “Kalau ke Ganjar sih kayaknya banyak yang gak setuju. Tapi kalau ke Anies sih Fifty-fifty ya,” ucapnya.
Fatihudin mengatakan, sampai saat ini memang tidak ada kejelasan pada tubuh koalisi PKB-Gerindra di pusat. Sehingga, keputusan untuk berpasangan dengan Anies, dinilai keputusan yang cukup baik jika Gerindra tidak mengindahkan kehadiran PKB. (MG-01/CR-01/MYU/DZH/ENK)
Tinggalkan Balasan