Puso, Ratusan Juta Rupiah Melayang

LEBAK, BANPOS – Dampak fenomena El Nino kian terasa bagi masyarakat pada puncak kekeringan yang telah di prediksi oleh BMKG, yakni Agustus hingga September 2023. Di Kabupaten Lebak, para petani mengalami kerugian ratusan juta rupiah lantaran mengalami puso.

Seperti yang diakui oleh Kelompok Tani (Poktan) Sukabungah Kabupaten Lebak, yang diperkirakan
mengalami kerugian hingga Rp650 juta akibat kekeringan yang terjadi saat ini.

Hal tersebut dibenarkan oleh ketua Koptan, Ruhiana. Ia memaparkan, kemarau ekstrem yang terjadi
membuat petani terhambat dan bahkan tidak dapat melakukan aktivitas bertani. ”Gagal panen yang dialami petani ini akibat kemarau ekstrem,” ujar Ruhiana kepada awak media, Sabtu (2/9).

Ia menjelaskan, dari ratusan hektare area persawahan, hanya sekitar 20 hektar tanaman padi yang bisa diselamatkan. Dari jumlah tersebut, rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh petani sekitar Rp5 juta setiap hektarenya.

”Sekitar 130 hektare sawah gagal panen. Kami harap segera mendapat bantuan terutama pompa
dengan kapasitas besar guna menyedot air dari Sungai Ciujung, agar meminimalisir angka kerugian,” tandasnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Produksi Dinas Pertanian Kabupaten Lebak, Deni Iskandar, mengatakan
pihaknya tengah mengajukan bantuan pompanisasi ke Pemerintah Provinsi Banten, guna menekan
luasan kekeringan.

Hal ini dilakukan agar tanaman padi yang kini berusia 30 hari setelah ditanam bisa tumbuh dengan baik atau terselamatkan. ”Kami mencatat 226 hektar persawahan terancam gagal panen akibat kekeringan itu,” singkatnya.

Terpisah, saat ini masyarakat adat Baduy mulai mulai melakukan gerakan tanam secara serentak 2023, sesuai kalender adat mereka. Hal ini untuk memenuhi ketersediaan pangan dan peningkatan ekonomi setempat.

Menurut keterangan dari seorang warga petani suku Baduy, mereka tengah disibukan membuka ladang
huma. ”Iya, kami sudah beres bubuka ladang dengan pembakaran kayu-kayu dan ilalang rumput untuk melakukan tanaman padi huma,” ungkap Santa Setiawan (45), warga Desa Kanekes, Sabtu (2/9).

Memang saat ini warga Baduy tengah melakukan ngaseuk, yakni gerakan penanaman padi huma
dengan melubangi tanah dengan memasuki dua butir padi di area ladang. Warga Baduy hingga kini
masih mempertahankan pertanian sistem ladang, karena merupakan warisan adat leluhur mereka dan
itu tidak boleh dilakukan pelanggaran waktu dan tatacara.

Diketahui, pertanian sistem ladang ini dilaksanakan di lahan darat. Cara ini ramah lingkungan juga terjaga penghijauan dan pelestarian alam. Dan para petani Baduy dilarang menanam padi di area persawahan.

”Kami menanam padi huma tahun ini seluas 1,5 hektare di lahan milik Perum Perhutani di Blok
Cicuraheum Gunungkencana,” kata Santa.

Senada, petani Baduy lainnya, Pulung (55), menyebut dirinya sudah menanam padi huma.”Tiga hari lalu baru beres ngabeubeunah dengan pembakaran kayu-kayu belukar dan ilalang. Kami kemarin sudah ngaseuk di Huma itu,” ujarnya.

Pulung menjelaskan, gerakan penanaman padi huma diharapkannya lancar dan bisa menghasilkan
panen padi bagus. Menurutnya, cadangan pangan padi miliknya saat ini masih ada tersimpan di Leuit
(lumbung padi). ”Saat ini saya masih punya simpanan padi 3 ton. Bahkan padi 20 tahun lalu masih awet, aya disimpan di Leuit,” tuturnya.

Terangnya, selain menanam padi, ia dan warga petani Baduy lainnya selalu memanfaatkan lahan ladang kosong dengan tanaman tumpang sari.

”Di ladang kami itu nanti selain ditanami padi huma, juga sayur-sayuran, palawija dan pisang serta tanaman keras dengan sistem tumpang sari,” jelas Pulung.

Soal ngahuma pada bulan September, secara terpisah, tetua adat Baduy yang juga Kepala Desa Kanekes, Jaro Saija, menjelaskan gerakan penanaman padi huma di ladang-ladang petani dilakukan awal bulan September 2023, dan itu waktunya tak boleh mundur. Menurut Saija, hal tersebut sesuai jadwal kalender adat dan panen enam bulan ke depan, yakni April 2024.

”Kami ngahuma setahun sekali. Walau kemarau petani Baduy tetap melakukan gerakan tanam tidak
mengenal kondisi alam, seperti saat ini terjadi kemarau. Dan Kami tidak boleh menanam padi huma
mundur pada Oktober mendatang,” kata Jaro Saija.

Kata Saija, masyarakat Baduy jumlahnya sekitar 4.000 KK, mereka serentak pada awal September
melakukan gerakan tanam padi huma di area ladang yang tersebar di kawasan hak tanah ulayat adat
juga dan di luar kawasan adat.

”Kami berharap pelaksanaan tanam padi huma berjalan lancar dan bisa dipanen tanpa serangan hama penyakit tanaman,” ungkapnya berharap. (WDO/MYU/DZH/ANT)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *