Mimpi Perempuan Banten Belum Tercapai

Panji Bahari Noor Romadhon

SERANG, BANPOS – Akun Facebook saya baru saja mengingatkan tentang kenangan tepat 6 tahun yang lalu. Ini adalah foto aksi mahasiswa dengan judul “Kado Pahit Sweet Seventeen Banten.” Saat itu, para mahasiswa fokus pada banyaknya konflik agraria yang terjadi di Banten. Saya yakin bahwa massa yang berpartisipasi dalam demonstrasi tersebut memiliki impian besar, yaitu melihat Banten menjadi lebih baik di masa depan.

Namun, sungguh disayangkan, walaupun kita merayakan HUT ke-23 Provinsi Banten dengan semangat tinggi, mimpi-mimpi kita untuk membangun Banten yang lebih baik masih belum sepenuhnya terwujud. Tingkat pengangguran yang tinggi dan ketimpangan ekonomi yang semakin parah adalah masalah yang masih menghantui Banten.

Tidak lagi merupakan rahasia bahwa saat ini tingkat pengangguran tertinggi di seluruh Indonesia berada di Provinsi Banten. Meskipun ada klaim tentang penurunan angka pengangguran, kita tidak boleh mengabaikan kenyataan bahwa banyak penduduk Banten masih berjuang keras untuk mencari pekerjaan dan mewujudkan impian mereka. Ketimpangan antara wilayah Selatan dan Utara Banten juga tetap terasa dalam setiap langkah pembangunan kita.

Akan tetapi, selain masalah ketimpangan antara wilayah, kita juga dihadapkan pada tugas penting lainnya, yaitu mengatasi ketimpangan pembangunan sumber daya manusia antara laki-laki dan perempuan.

Jika kita melihat Indeks Pembangunan Gender (IPG) Provinsi Banten pada tahun 2022, perempuan di Banten masih tertinggal dibandingkan dengan laki-laki dalam hal pendidikan, ekonomi, ketenagakerjaan, dan upah.

Dalam sektor pendidikan, rata-rata lama sekolah bagi perempuan hanya sebesar 8,72 tahun, sedangkan laki-laki mencapai 9,48 tahun. Di bidang ekonomi, pengeluaran per kapita perempuan hanya sekitar Rp10.497 ribu, sementara laki-laki mencapai Rp17.503 ribu.

Selain itu, dalam hal tingkat pengangguran terbuka (TPT), perempuan juga mengalami ketimpangan. Jika kita mempertimbangkan tingkat pendidikan tertinggi yang dimiliki, pada kelompok SMP ke bawah, TPT perempuan mencapai 7,2 persen, sedangkan laki-laki sebesar 6,0 persen. Angka TPT perempuan kemudian melonjak pada kelompok SMA Umum, mencapai 14,0 persen, sementara laki-laki hanya 9,0 persen. Bahkan yang lebih mencolok, pada lulusan SMK, TPT perempuan mencapai 15,0 persen, sementara laki-laki sebesar 12,9 persen. Hal yang sama juga terjadi pada kelompok Universitas, di mana TPT perempuan adalah 6,6 persen, sedangkan laki-laki hanya 2,9 persen.

Tentu saja, kita melihat tanda-tanda positif dengan berkurangnya diskriminasi terhadap perempuan di bidang pekerjaan, terutama bagi mereka yang memiliki keahlian dan masuk dalam kelompok Diploma I/II/III. TPT perempuan dalam kelompok ini adalah 3,5 persen, sedangkan laki-laki adalah 3,7 persen.

Namun, permasalahan perempuan yang menganggur juga ditambah dengan kenyataan bahwa upah perempuan masih di bawah upah laki-laki, dengan rasio upah perempuan terhadap laki-laki sebesar 0,80. Secara rinci, upah perempuan hanya mencapai Rp3,72 juta, sementara laki-laki mendapatkan Rp4,67 juta.

Kita harus mengakui bahwa perjuangan untuk mencapai kesetaraan gender dan membangun Banten yang lebih baik masih panjang. Diperlukan kerja keras dan kolaborasi dari semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha, untuk mengatasi tantangan ini dan menciptakan masa depan yang lebih cerah untuk Banten.

Setiap langkah yang kita ambil dalam mengatasi ketimpangan gender dan permasalahan ekonomi di Banten akan membawa kita lebih dekat ke tujuan kita. Namun, kita juga harus memahami bahwa perubahan memerlukan waktu, kesabaran, dan konsistensi.

Pemerintah Provinsi Banten memiliki peran sentral dalam memimpin upaya ini. Mereka perlu mendorong reformasi kebijakan yang mendukung kesetaraan gender dan pembangunan ekonomi. Hal ini mencakup penyediaan layanan pendidikan yang berkualitas, pelatihan keterampilan, dan dukungan bagi perempuan yang ingin terlibat dalam berbagai sektor ekonomi.

Selain itu, pemerintah perlu melakukan pemantauan dan evaluasi rutin terhadap implementasi kebijakan dan program yang telah dibuat. Dengan pemantauan yang baik, kita dapat mengidentifikasi hambatan dan perubahan yang diperlukan untuk mencapai tujuan kesetaraan gender.

Dunia usaha juga memiliki peran penting dalam upaya ini. Perusahaan-perusahaan dapat memainkan peran aktif dengan menciptakan peluang kerja yang adil dan merata bagi perempuan serta mendukung program pelatihan keterampilan. Mereka juga dapat mengadopsi praktik-praktik yang inklusif dan berkomitmen untuk mengatasi ketimpangan upah.

Masyarakat sipil dan organisasi non-pemerintah juga memiliki peran dalam membangun kesadaran tentang pentingnya kesetaraan gender. Kampanye pendidikan dan advokasi dapat membantu mengubah pandangan dan sikap masyarakat terhadap isu-isu perempuan.

Sementara itu, perempuan sendiri memiliki peran besar dalam mendorong perubahan. Mereka harus terus berusaha untuk meningkatkan keterampilan mereka, mengambil peluang yang ada, dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan ekonomi Banten.

Kita semua, sebagai warga Banten, memiliki tanggung jawab bersama untuk membangun provinsi ini menjadi tempat yang lebih adil, setara, dan makmur bagi semua penduduknya. Dengan kesatuan tekad dan kerja sama yang erat, kita dapat mengatasi ketimpangan gender dan mencapai mimpi kita untuk Banten yang lebih baik.

Saat ini kita merayakan HUT Banten yang ke 23 tahun, mari kita ingat bahwa perjuangan ini adalah investasi untuk masa depan yang lebih cerah. Bersama-sama, kita bisa menciptakan Banten yang lebih baik untuk generasi-generasi mendatang.(*)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *